10. What the Hell?

784 56 3
                                    

"Kau ingin mencobanya?"

"Apa?" Keningku mengkerut. Usai menikmati sunset di danau, Ares menawariku menaiki salah satu perahu disini.

"Tidak mau?" Aku mendengus, belum ku jawab saja dia sudah ambil kesimpulan. Lalu untuk apa bertanya?

"Ayo, kita coba." Aku berdiri, mendahuluinya menuju tempat penyewaan perahu.

Ares kemudian mengeluarkan beberapa lembar pecahan uang kertas untuk biaya sewa setelah aku memilih perahu coklat yang kini sedang di cek bagaimana kondisinya. Setelah aman dan siap di bawa mengitari danau, seorang Pak tua membantu mendorong perahu coklat yang kini kami tempati ke tengah danau. Aku dan Ares duduk berhadapan di atas perahu panjang ini sekarang. Di sisi kanan dan kiri kami sudah di lengkapi oleh empat dayung berwarna sejenis dengan perahu. Perlahan kami mendayungnya, membawa perahu ini sedikit menjauhi danau.

"You like it?" Dia bertanya, dengan senyuman tipis di bibirnya. Langit yang mulai menggelap menjadi saksi bisu atas ketampanan dan pesona laki-laki di hadapanku.

Aku mengulas senyum ke arahnya. Apa yang tidak aku sukai saat bersamamu, Ares, kata batinku menyahut.

Semilir angin menerpa permukaan kulitku, membuatku menekuk kaki kemudian memeluk lututku sendiri. Bahkan jacket rajut yang ku kenakan tak mampu menghalau dingin barang sedikitpun.

"Kamu kedinginan?" Mata coklat nan terangnya menatapku, mengisyaratkan kekhawatiran.

"Don't worry." Balasku berusaha bersikap baik-baik saja. Ah tetapi nyatanya tidak bisa, aku tetap kedinginan.

"Pakai ini." Ares menyampirkan jacket kulit coklatnya ke punggungku, Oh sejak kapan dia datang dengan jacketnya itu?

"Ares, aku tidak apa-apa." Tubuhku membeku kala tubuh Ares sedikit membungkuk ke arahku untuk memasangkan jacketnya, dia menjadikan jarak di antara kami menjadi sedekat ini. Mataku yang bebas menelusuri setiap inci wajahnya. Pandangannya yang selalu dingin dan mengintimidasi kini tengah menatapku dengan hangat. Aku terbius oleh mata coklatnya yang terang, hidungnya yang mancung, bibirnya yang indah juga rahang kokohnya yang setiap kali mengeras ketika di pertemukan oleh bagian masa lalunya.

"Sudah puas memandangiku, Huh?" Kedua mataku mengerjap. Sial! Pipiku merona, pasti semerah tomat. Omong-omong sudah berapa lama aku memandanginya? Katakan, pasti dia sedang besar kepala saat ini.

"Jangan besar kepala kamu." Sanggahku berusaha menutupi kegugupan. Ares tergelak, posisinya kembali duduk seperti semula.

"See? Aku senang kamu terlalu begitu mencintaiku." Cih, berani sekali dia menggodaku.

"Aku bilang jangan besar kepala." Ugh! Ku celupkan tanganku ke dalam danau, airnya yang sangat dingin membuatku sedikit kaget. Kemudian aku membawa air di tanganku untuk menciprat wajah Ares. Dia terkesiap dengan menutupi wajahnya dan kini ganti aku yang tertawa. Rasakan!

"Almyra, kamu mau bermain-main denganku ya?" Ares menyeringai, kemudian tersenyum jahil. Aku rasa, kini aku berada dalam bahaya.

"Ares!" Aku memekik ketika tiba-tiba perahu coklat ini bergoyang saat Ares menghentakkan kakinya. Sial! Dia membuatku ketakutan.

"Kamu mau berniat jahat padaku ya?" Tanyaku kesal saat dia tengah terbahak. Ku arahkan tatapan marahku ke arahnya tetapi dia tak menghiraukan dan malah semakin tertawa.

Kembali ku lakoni aksiku, mencipratinya dengan air danau. Kali ini Ares membalas aksiku, kami sama-sama adu cipratan. Tak memperdulikan bahwa setengah pakaian yang kami kenakan mulai basah.

"Kamu tidak bisa mengalahkanku." Ooh my, dia licik, menggunakan kedua tangannya agar mendapat air yang banyak untuk di cipratkan padaku.

"Stop, Ares. Bajuku bisa basah." Rambutku bahkan sudah setengahnya basah, ini gila, dia mengerjaiku tanpa ampun.

Simplicity of LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang