2. Sekretaris Baru Untuk Ares

1.2K 78 5
                                    

Selama pesta BBQ ini berlangsung, tak sedikitpun aku bicara meski Alfa tak lagi berlaku cuek padaku. Pandangan mataku hanya terfokus pada laki-laki itu bersama calon Istrinya. Ada rasa jengkel saat mengetahui bahwa ternyata raut wajah Ares bisa berubah sebegitu bahagianya saat berada di dekat Vanessa, itu benar-benar membuatku muak.

Aku bangkit dari dudukku, sehingga semua pasang mata banyak menatapku tak terkecuali mata coklat nan terang itu saat kami sedang menikmati santapan daging panggang. Aku terlebih dulu memutuskan kontak mata dengan laki-laki itu saat Vanessa berusaha mengambil alih perhatiannya.

"Kamu mau kemana, Almyra? Mengapa berdiri begitu?" Bunda bertanya, membuatku geram karena baru memperhatikanku sementara semenjak tadi beliau asyik berbincang dengan Ares dan wanitanya itu.

"Aku mengantuk, mau tidur. Permisi semuanya." Dengan perasaan kesal berbalut sedih, ku tinggalkan pesta kecil-kecilan itu. Teriakan Ayah yang sempat memanggil namaku, ku hiraukan begitu saja. Rasanya aku ingin menangis sekarang, laki-laki itu tidak sedikitpun memandangku. Apa aku terlalu semenjijikan itu?

Kasur adalah pelarian utama untuk menumpahkan air mata yang sedari tadi sudah menggenang di pelupuk mata, oh bodoh, aku menangis karenanya. Aku terisak begitu saja saat menyadari wajah datarnya saat melihatku dan tatapan dinginnya saat kedua mata kami bertemu tadi. Aku naif karena mencintai saudaraku sendiri dan aku pengecut karena hanya berani mengumpat tanpa ada niat mengungkapkan.

Ketukan di pintu kamar menyadarkanku dari lamunan saat aku dan Ares masih kecil dulu, betapa kami sangat hangat tanpa ada jarak dan perasaan yang menyiksa ini.

"Siapa?" Nada suara ku buat senormal mungkin agar tamu di luar tidak curiga bahwa aku sehabis menangis.

"Ini Ayah, cepat buka pintunya." Ku usap air mata yang mengalir keluar dari kedua mataku dengan kasar tanpa ada sisa, segera bangkit dan membukakan pintu untuk Ayah. Beliau memang orang yang paling mengerti bagaimana perasaanku.

"Ada apa Ayah?"

"Kamu tidak membiarkan Ayah masuk terlebih dahulu?" Aku mendengus kesal tetapi tetap membiarkan laki-laki yang paling ku sayangi ini untuk memasuki kamarku.

Ayah duduk di tepian ranjang sementara aku duduk disampingnya. Tatapan mata Ayah yang menatap wajahku seperti menelusuri dan mencari tahu apa yang terjadi pada Putrinya membuatku gugup dan sulit mengerti apa maksud dari tatapannya.

"Kamu habis menangis, Hmm?" Sebisa mungkin aku berusaha agar terlihat menepis pertanyaan Ayah, tapi ku rasa Ayah adalah sosok yang pandai membaca raut wajah seseorang.

"Karena Ares?" Aku di kejutkan oleh pertanyaan Ayah, mengapa beliau bisa tahu? Pasti aku telah melakukan suatu kecerobohan sampai mengakibatkan ada orang lain yang tahu ini semua.

"Aku.. Um.."

"23 tahun kamu menjadi Putri kami, Almyra. Mana mungkin Ayah tidak tahu saat setiap kamu menatap Ares selalu penuh dengan senyuman dan dambaan, semuanya semakin jelas saat kamu menatap cemburu ke arah Vanessa. Jadi benar, kan?" Pipiku bersemu merah saat rahasia ku di bongkar oleh Ayahku sendiri sampai membuatku hanya bisa menunduk menahan malu.

"Tidak apa, Ayah janji akan tutup mulut."

"Benarkah?" Ayah tersenyum, tangannya terulur mengelus puncak kepalaku.

"Jadi karena ini kamu melarikan diri dari acara yang Bunda buat?"

Aku mendengus kesal mengingat kejadian beberapa menit lalu, tatapan marah kembali tersirat di kedua mataku. "Aku hanya tidak suka, Ayah. Dulu Ares selalu bermain bersamaku, tetapi kenapa semenjak kami besar dia berubah? Alfa dan Rena tidak begitu. Mereka tetap bermain denganku sampai sekarang, lalu kenapa hanya Ares saja yang seperti itu? Oh, apa Ayah tahu? Bahkan Ares tidak sedikitpun berperilaku seperti dia telah mengenalku sejak lama. Ares sangat sombong, dia mengabaikanku, teman semasa kecilnya. Baiklah, agar lebih jelasnya, dia melupakan aku sebagai Adiknya. Ah tidak, itu terlalu terdengar cheesy Ayah."

Simplicity of LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang