11. Ares-Almyra Zone, Again?

872 71 5
                                    

Aku terbangun tepat ketika suara nyaring alarm berbunyi dan berhasil memekakkan gendang telinga. Shit! Selalu tentang alarm sialan ini.

Ku putar tubuhku ke segala arah, mengusir rasa lelah yang menggelayuti tubuh. Duduk di tepian ranjang sambil melamun merupakan rutinitasku setiap bangun tidur, memikirkan apa-apa saja yang telah terjadi belakangan ini pada hidupku. Hidup Almyra si anak manja yang mencintai Kakak Sepupu tidak sedarahnya sendiri...

"Aku menikah dengan Maria setelah Ares berusia 2 tahun, kemudian lahirlah Vanessa dari hasil pernikahan kami. Dan ketika Vanessa berusia 8 tahun, aku menceritakan semuanya. Aku bercerita pada Maria bahwa saat di masa lalu aku telah memiliki seorang Putra yang berarti itu adalah Kakak Vanessa. Awalnya Maria marah besar karena aku terlambat untuk berkata jujur, tetapi perlahan dia mulai mengerti. Seiring berjalannya waktu, ku pikir Maria mulai menerima semua itu, namun ternyata dugaanku salah. Pada hari itu aku memergokinya selingkuh dengan laki-laki lain di rumah kami. Mungkin ini karma, pernikahan kami pun hancur setelah aku menggugat cerai Maria."

Shit! Ungkapan penyesalan Pak Alan yang bercerita tentang masa lalunya di hadapan kami semalam tiba-tiba melintas di pikiranku.

Ku usap kasar wajahku kemudian bangkit berdiri, memikirkan segala hal yang sebenarnya tidak perlu ku ketahui membuat kepalaku berdenyut. Hari Senin ini akan menjadi hari terbaikku meski kebanyakan orang menganggap tidak seperti itu.

Usai mandi, aku segera bergegas pergi ke kantor. Untungnya hari ini tidak ada jadwal kuliah, jadi aku bisa fokus pada pekerjaanku. Setapak demi setapak aku menuruni anak tangga, satu kalimat yang tergambar saat aku melihat suasana meja makan; sepi. Dimana kedua orang tuaku yang sering memperlihatkan kemesraannya saat di meja makan pagi ini?

Mataku memandang secarik kertas di atas meja, Oh mereka pikir ini masih zamannya surat-menyurat?

Kami harus pergi ke Jerman mendadak pagi-pagi tadi. Selamat sarapan, Little Bunny.

Loves,

Ayah & Bunda.

Oke, tidak jadi masalah kalau aku harus menyantap roti kupas dengan selai strawberry di atasnya sendirian. Ku tarik kursi makan kebelakang, tempat biasa ku duduki. Suasana yang sepi seperti ini terkadang membuatku ingin mempunyai Adik kecil di usiaku yang sudah menginjak 23 tahun.

"Oh, sudah bukan waktunya lagi meminta Adik pada Bunda, Almyra. Jika kamu ingin teman, coba pikirkan untuk segera memiliki anak."

Uhuk! Aku terbatuk saat menenggak susu full cream yang biasa ku minum setiap pagi saat mengingat percakapanku dengan Bunda ketika aku mengungkapkan keinginanku memiliki Adik. Oh My, anak? Menikah muda? Satu kata itu; belum pernah terbesit dalam otakku.

Alfa's Calling. . .

Panggilan masuk dari Alfa menginterupsi bayang-bayang bodoh dalam pikiranku. Syukurlah ada yang menghentikannya.

"Beruntung kamu menelponku." Ujarku ketika mengangkat panggilannya.

"Ha? Memang kenapa?"

Aku segera tersadar, memang apa yang Alfa tahu sedetik sebelum dia menelponku? Bodoh.

"Tidak. Ada apa menelponku?"

"Kamu ingin berangkat bersamaku tidak?"

Aku tersenyum kecil, Alfa menelpon hanya untuk menawariku tumpangan. Betapa manisnya dia.

"Kamu lupa? Aku 'kan sudah di izinkan bawa mobil sendiri."

"Astaga, memang anak manja sepertimu bisa bawa mobil sendiri? Bantal kesayangan yang bau ompol dan iler itu masih kamu bawa-bawa juga tidak?"

Simplicity of LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang