Chapter 13

80 17 33
                                    

      Gue pun sampe di depan rumah. Gue menyiapkan mental gue buat ketemu Papa, bisa dibilang gue trauma sama Papa, dan gue belum bisa ngilangin ingatan masa lalu gue tentang Papa.

"Ga akan terjadi apa-apa." kata Zee sembari mengacak rambut gue gemas "Yoo masuk, gue anter." Zee menggandeng tangan gue.

Gue dan Zee pun sampai di depan pintu rumah gue.

Bawa pergi gue Zee, gue ga bisa. Kata hati kecil gue.

Tok..tok..tok..

Zee mengetuk pintu rumah gue beberapa kali, dan akhirnya munculah seorang lelaki paruh baya sembari memegang secangkir kopi hitam di tangannya.

"Baru pulang?" kata Papa datar sembari melirik tangan gue yang masih di genggam erat Zee. Gue pun segera melepas genggaman tangan Zee.

"I..iya..pa.."

"Ya udah masuk kamar sekarang." Titahnya tegas, gue mengangguk dan segera masuk ke kamar gue. Papa langsung menutup pintu rumah tanpa mempersilahkan Zee masuk terlebih dahulu.

      Gue segera berlari menuju kamar gue, membanting pintu dengan cukup keras dan segera merebahkan tubuh gue di ranjang. Gue menatap langit-langit kamar gue, jatuhlah butiran bening dari mata gue.

~Flashback ON~

"Ma..kita mau tidul dimana?hujan ma..dingin.." terdengar jelas gemeletuk gigi anak kecil berumur 4 tahun itu.

"Sabar sayang..sebentar lagi kita sampai..Lizzy anak yang kuat kan?" ucap perempuan itu sembari memeluk anaknya yang kedinginan.

"Ma.. iyan laper ma.." kata seorang anak laki-laki sembari memegangi perutnya yang terasa perih.

Perempuan itu menatap nanar anak-anaknya dan segera memeluknya. Lalu datanglah seorang lelaki menghampiri perempuan tadi dan dua anak kecil tadi.

"Papa punya roti..siapa yang mau?" kata lelaki itu dengan tubuh yang basah karena terkena hujan. kedua anak itu menghampiri lelaki itu dan bersorak ria.

"Iyan mau rasa coklat.." kata anak lelaki kecil itu sembari mengambil salah satu roti yang ada.

"Kita makan bersama yah..rotinya hanya ada dua, Papa janji lain waktu akan membelikan roti yang banyak untuk kalian.." kata lelaki itu menghibur ke dua anaknya.

Tuhan, Pantaskah aku bahagia? Where stories live. Discover now