Farrel pov
Aku sudah terlambat 10 menit dari waktu yang ku janjikan sendiri karena macet yang selalu rajin pada saat sore hari. Ah semoga saja Reyana tidak mengomeliku dengan mulut cerewetnya. Tapi entahlah, aku selalu suka bibir seksinya mengoceh tanpa henti seolah bibir itu berteriak ingin dicium. Sesampainya di caffe aku mencari-cari Reyana, namun yang ku lihat malah dia sedang berpelukan dengan lelaki lain, lelaki yang tak ku kenali. Entah mengapa aku sangat geram melihatnya, moodku jadi buruk padahal aku senang sekali saat Reyana mau menemaniku. Dengan langkah cepat aku menghampiri mereka dan buruknya mereka masih tidak menyadari kedatanganku. Sialan!
"Ehemm!",
Skip
Aku berhasil mengusir lelaki itu! Baru saja aku tersenyum lega Reyana mengomeliku.
"Kau dari mana saja? Dan kenapa kau bersikap seperti itu pada sahabatku hah?",
"Maaf tadi aku terjebak macet dan aku tidak perduli lelaki itu sekali pun dia sahabatmu. Jangan terlalu dekat dengannya!",
"Apa katamu? Hei kau siapa seenaknya memerintah seperti itu padaku?!"
Ah shit! Aku kehabisan kata-kata. Kini aku bingung harus menjawab apa, yang jelas aku tidak mau ada lelaki lain yang mendekati Reyana. Hanya aku yang boleh mendekatinya. Sungguh aku tidak rela dia dengan lelaki lain, apalagi sangat mesra seperti tadi. Ya Tuhan bisa-bisa aku terkena darah tinggi karna geram sering melihatnya.
"Rey, tolong turuti saja kenapa sih. Aku menemuimu tidak ingin berdebat seperti ini Rey."
"Kalu begitu, jawab pertanyaanku, Rel",
Detak jantungku berdegup semakin kencang. Ah pasti Reyana bertanya yang aneh-aneh.
"Ya", jawabku dengan takut-takut.
"Apa hubungan kita?",
Tuh kan benar apa kataku, pasti dia menanyakannya! Apa dia tidak lelah bertanya seperti itu terus? Dan lagi-lagi aku tak mampu menjawabnya. Tidak sekarang, hatiku masih belum terpatri tepat padanya. Aku mencari jawaban dalam diamku.
"Hah, lagi-lagi tidak bisa menjawabnya kan? Dasar pecundang!",
Shit! Dia mengataiku kali ini dan bodohnya aku hanya bisa diam menatapnya. Menatap kepergiannya yang sudah tak terlihat punggungnya lagi. Aku menjambaki rambutku dan sedikit mengerang frustasi. Tiba-tiba seorang pelayan mendatangiku.
"Maaf pak, ini bill ibu yang tadi. Dia belum membayarnya",
What?! Sialan Reyana!
Aku mengeluarkan beberapa lembar uang sesuai dengan harga yang dipesan Reyana. Bahkan kulihat minumannya belum sempat ia minum. Ah, bagaimana cara menghadapi perempuan itu?!
Reyana pov
Aku keluar dari caffe dengan hati sangat dongkol dan saat di mobil tak bisa ku tahan air mataku benar-benar membanjiri pipiku. Kenapa aku sebodoh ini? Kenapa aku harus terjebak dengan Farrel?! Kenapa aku tidak bisa membuang perasaanku padanya?? Ya Tuhan sungguh sakit sekali. Bahkan aku pergi pun dia tidak menahanku. Sebenarnya apa isi hatimu Farrel? Mengapa kau begitu gengsi mengakui perasaanmu ? Ah seharusnya kata-kata ini kukatakan padanya bukan hanya di batin saja.
Pukul 5 sore aku baru sampai di rumah akibat macet yang tidak bisa kuhindari dengan wajah yang sungguh berantakan. Di rumah sangat sepi, bahkan pintu terkunci. Untung saja aku selalu membawa kunci rumah cadangan. Ku telusuri satu per satu kamar mama dan papa, juga kama Freya. Tidak ada seorang pun. Kemana semua penghuni rumah ini? Mengapa mereka tidak mengabariku? Ah sialan!
Ku ambil ponselku dari dalam tas, ku cari kontak mama dan menelponnya
Tut...tut...tut...
"Hallo", terdengar suara mama
"Mama kemana? Kenapa di rumah tidak ada orang sama sekali?",
"Ah iya mama lupa Rey. Mama pergi ke Jogja dengan papamu selama 3 hari. Ada proyek bisnis papa yang harus di selesaikan",
"Lalu kemana Freya?",
"Dia berlibur dengan keluarga Aldo ke puncak Bogor mungkin selama 3 hari juga",
"Apa? Jadi aku di rumah sendirian selama 3 hari? Ya Ampun, Ma. Tega sekali kalian",
"Maaf ya sayang, di kulkas sudah banyak makanan kamu tinggal memanaskannya saja. Maaf mama harus tutup telponnya. Selamat jumpa 3 hari lagi",
Klik
Sambungan telpon dengan mama terputus. Aku tidak bisa membayangkan selama 3 hari di rumah sendirian. Pasti sangat kesepian. Eh tunggu, kenapa harus kesepian? Ayas sudah kembali, dia pasti dengan suka rela menemaniku. Bodohnya aku lupa menanyakan nomor ponselnya yang baru saat di caffe tadi. Aku melirik jam dinding yang terpasang di ruang keluarga. Sudah pukul setengah 6 ternyata, itu artinya dalam beberapa jam Ayas akan datang ke rumah. Aku bergegas menuju kamarku dan masuk ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Sejenak aku melupakan perasaan sakitku pada Farrel. Ah, sialan! Kapan aku bisa melupakannya?!
YOU ARE READING
Finding The Last Name
Random"Kapan kamu ngasih mama menantu, Rey? Mama malu di umur kamu yang segini masih belum dapat pasangan! Kamu mau jadi perawan tua?!", - Mama - "Kak, buruan nikah donk. Pacar aku udah serius mau ngelamar aku. Masak aku ngelangkahin kamu kak?", - Freya -
Part Two
Start from the beginning
