Lima

51 5 3
                                    

"Mau kemana kau sepagi ini?" Tanya Arkan saat melihat Ana berjalan menuju pintu.

"Hanya berjalan-jalan diluar, mencari udara segar." Jawab Ana  tetap melanjutkan langkahnya.

"Sebaiknya kau tetap dirumah. Apalagi dengan kondisi tanganmu yang seperti itu." Ucap Arkan.

Ana menghentikan langkahnya.

"Sudah kubilang aku bukan barang yang selalu disimpan didalam rumah." Ucapnya sembari mengeratkan pegangannya pada tongkatnya.

"Lalu bagaimana jika sesuatu terjadi lagi padamu?"

"Sesuatu seperti apa? Ada yang menculikku? Melukaiku? Atau membunuhku?"

"Ana!!!"

Ana tersenyum miring.

"Diam!! Apa salahnya jika aku pergi keluar, hah?! Jika kau memang peduli padaku, biarkan aku melakukan apapun yang aku mau!" Nada bicara Ana meninggu. Ini diluar kehendaknya. Ia terbawa emosi hingga tanpa sadar ia membentak kakaknya.

'Kau tidak mengerti, Ana. Aku hanya khawatir padamu.'

Ana langsung pergi meninggalkan Arkan yang masih terdiam menatapnya.

"Ya ampun, kenapa aku bisa hilang kendali seperti tadi?" Rutuk Ana begitu ia sampai di halaman rumahnya. Semenjak Ana kehilangan penglihatannya, ia menjadi sering bertengkar dengan kakaknya. Ia hanya merasa kalau kakaknya terlalu berlebihan padanya.

"Bertengkar lagi dengan kakakmu?" Tanya seseorang.

Suara ini.

"Raven?"

"Hei, aku baru saja bertanya padamu."

"Ah, iya. Kami hanya berdebat soal masalah sepele. Seperti biasanya. Kakakku selalu berlebihan.

"Hei, sudah kubilang kalau kakakmu itu hanya terlalu khawatir padamu. Jadi berhenti menyebutnya berlebihan." Ucap Raven.

"Tapi dia memang berlebihan." Ucap Ana sembari mengerucutkan bibirnya.

Lucu. Pikir Raven.

"Nanti kau akan mengerti, Ana."

Ana hanya mendengus sebal. Sebenarnya Raven memihak dirinya atau kakaknya?

"Sekarang ayo kita duduk disana." Ajak Raven sembari menunjuk sebuah bangku yang berada dibawah pohon, bangku yang sama seperti kemarin. Dimana ia melihat puluhan aster bermekaran.

Saat ia hendak menarik tangan Ana, ia terkejut saat mendapati kondisi sebelah tangan Ana yang diperban.

"Ada apa dengan tanganmu?"

"Terkena pecahan piring. Tidak apa-apa. Hanya luka ringan."

"Sepertinya lukanya cukup serius. Tidak heran jika kakakmu tidak mengizinkanmu pergi keluar rumah. Jika aku menjadi Arkan, aku juga akan melakukan hal yang sama."

"Jika kau hanya ingin membahas itu, aku akan pergi." Ucap Ana hendak berbalik untuk pergi. Namun dengan sigap lengannya ditahan oleh Raven.

"Baiklah, baiklah. Sebaiknya kita duduk disana. Jika sampai kau pergi dan menghilang, kakakmu tidak akan segan-segan menguburku hidup-hidup." Ucap Raven. Ana tertawa mendengarnya.

Raven menuntun Ana untuk duduk. Dan ia pun duduk disebelah Ana.

"Oh, iya. Kemarin itu... apa benar kau pergi ke rumah sakit?" Tanya Ana. Raven terkejut.

"Kau... darimana kau tahu?"

"Kemarin Kak Arkan pergi ke rumah sakit. Dia bilang dia melihatmu berada disana. Apa yang sedang kau lakukan?"

"Ah, itu... kemarin aku mengantar temanku. Dia sakit."

"Benarkah?"

"Ya. Temanku sakit. Jadi aku mengantarnya kesana."

"Begitu rupanya."

"Dan kakakmu, apa yang dia lakukan disana?"

"Dia mencari donor mata untukku."

"Donor mata?"

"Ya, padahal dokter berkata kalau harapanku untuk bisa mendapat penglihatanku kembali itu kecil sekali. Tapi dia tetap bersikeras mencarikanku donor yang cocok."

Raven tersenyum kecut. Jika saja dia bisa membantu...

"Oh, iya. Apa kau tadi melihat bunga yang kemarin kita tanam dihalaman rumahku?"

"Aster?"

Ana menganggukan kepalanya.

"Ya, aku melihatnya. Mereka pasti akan tumbuh dengan baik."

"Jika saja aku bisa melihatnya..."

"Kau pasti akan melihatnya suatu saat nanti."

Ana tersenyum. "Kuharap aku juga bisa melihat wajahmu."

Tiba-tiba Ana meraih wajah Raven dengan kedua tangannya.

"Aku penasaran bagaimana rupamu." Ucap Ana. Perlahan tangannya meraba wajah pria dihadapannya itu.

Raven sedikit tersenyum.

"Kau akan langsung menyukaiku padaku jika melihat wajahku." Ucap Raven. Mereka tertawa.

'Bahkan hanya dengan mendengarkan suaramu saja sudah membuatku menyukaimu.'


◦•●◉✿ 𝐁𝐞𝐫𝐬𝐚𝐦𝐛𝐮𝐧𝐠 ✿◉●•◦

Aster : Love Speaks in Flowers✔Where stories live. Discover now