Bagian 9 : Penyusup

8.3K 1.1K 4
                                    

Bintang terbangun dengan perasaan ringan. Tubuhnya masih lemah namun pikirannya sangat segar.

Ia tidak tahu berapa lama dirinya terbaring tak sadarkan diri karena demam.

Bintang hanya mengingat beberapa bagian seperti Mamanya akan datang tiap beberapa jam sekali untuk mengecek keadaannya dan berusaha memasukkan makanan ke mulutnya.

Papanya akan datang setiap pagi dan sore. Bahkan tante Laras selalu datang setiap hari menjenguknya.

Saat orangtuanya dan Tante Laras berkumpul di sekitar tempat tidurnya, mereka hanya terdiam menatapnya simpati. Tak ada satupun yang berani mengungkit topik pernikahan.

Bintang mencoba duduk dan meregangkan otot-ototnya yang kaku. Udara di kamarnya terasa pengap, tapi Mama rupanya telah membiarkan jendela sedikit terbuka agar udara segar bisa masuk.

Lampu tidur memberikan cahaya yang cukup baginya untuk melihat jam digital di atas meja samping tempat tidurnya.

Sudah jam 1 pagi dan tenggorokan Bintang terasa sekering jerami, ia meraih gelas yang berisi air di samping jam lalu meneguknya.

Tiba-tiba sebuah suara berderak yang cukup keras mengagetkannya diikuti kemunculan sosok seseorang dari luar yang menerobos masuk lewat jendela kamarnya,

Bintang melongo seluruh isi gelasnya tumpah mengenai lingerie-nya dan hampir memperlihatkan segalanya.

"Sial!" Umpat Bintang lebih merasa kesal daripada takut. Seseorang itu menghampiri tempat tidurnya. Dalam keremangan mata Bintang menatap tajam sosok kokoh yang mendekatinya.

"Langit! Yang benar saja! Kau mengendap-ngendap ke kamarku!" Pekik Bintang kaget bercampur marah. Semenjak sakit, pria ini sama sekali tidak pernah muncul untuk sekedar melihatnya.

Dan sekarang? Langit berdiri di depan ranjang melipat kedua tangannya di dada. Pria itu memakai celana pendek selutut dan kaos putih yang pas melekat ditubuhnya. Rambut hitamnya mulai sedikit gondrong dan acak-acakan. Jujur saja Bintang merasa terganggu dengan tampilan fisik Langit yang luar biasa.

"Kudengar kau sudah bisa mengumpat".

"Tentu saja. Berkatmu. Mau apa? Tidak bisakah kau menggunakan cara biasa untuk masuk?" Tanya Bintang sewot sekaligus kesal karena konsentrasinya dikacaukan oleh kaos putih Langit yang sukses membuat kakinya goyah bak agar-agar.

Pandangan tajam Langit menelusuri jejak basah pada gaun tidurnya. Bintang memaki dirinya dalam hati karena begitu ceroboh dengan air minumnya. Ia lupa, pria di depannya sangat berbahaya bagi jantungnya terutama reaksi tubuhnya.

Bintang mulai menggigil akibat tatapan panas Langit yang sepertinya bisa melubangi tembok beton. Langit melemparkan handuk yang ada di dekatnya tepat ke kepala Bintang lalu berdeham.

"Keringkan gaunmu!" Perintahnya. Bintang menggeram sebal.

"Papamu melarangku menemuimu". Lanjutnya lagi.

"Bagus, lalu kenapa sekarang di sini? Bukankah sudah jelas?". Bintang menolak patuh dan mengabaikan rasa malunya dengan melemparkan handuk itu ke lantai.

"Pakai saja handuk sialan itu! Kau menggigil". Bentak Langit.

Dan itu karena tatapanmu, dungu! Caci Bintang dalam hati.

"Bukan urusanmu tubuhku menggigil atau tidak!". Kata Bintang sengit.

"Tentu saja itu urusanku! Tubuh itu akan menjadi milikku". Suara berat Langit tegas dan parau membuat tubuh Bintang takut sekaligus meremang.

Oh.. Pria ini selalu berhasil membuat tubuhnya tidak sinkron dengan akal sehatnya, Bintang tidak mengerti.

"Jangan harap!". Gumam Bintang agak keras supaya pria itu bisa mendengarnya.

Tapi akhirnya Bintang patuh, mengulurkan tangannya ke lantai untuk mengambil handuk itu dan mulai menekan-nekan handuk ke bagian depan tubuhnya yang basah.

Langit memperhatikannya dengan gusar. Pria itu mulai berjalan bolak-balik, sosoknya yang besar membuat kamar Bintang terasa sebesar lubang kelinci.

Bintang merasakan ketidaknyamanan Langit, dan itu membuatnya sedikit senang, dia tersenyum kecil.

"Apa kau baik-baik saja?" Tanya Langit dengan lembut bercampur nada cemas yang membuat Bintang sedikit kaget.

"Tentu saja. Memangnya berapa lama aku sakit?" Bintang balik bertanya.

"Tiga hari" Jawabnya pendek.

"Wow. Maaf sudah menggagalkan rencanamu untuk menikahiku besok". Kata Bintang sinis.

"Maafkan aku, oke?". Bintang terkejut lagi dengan permintaan maaf tak terduga ini. Ada apa dengan Langit pagi ini? Sesuatu meleleh di dalam dadanya. Mereka saling bertatapan cukup lama.

"Aku akan pergi!" Kata Langit memecahkan kebisuan.

"Akhirnya... " Kata Bintang lega, tapi anehnya ia sama sekali tidak merasa lega.

"Aku akan membatalkan semuanya dan membebaskan kita dari janji itu. Seperti yang kau inginkan". Jelas Langit datar tanpa ekspresi.

Seperti yang aku inginkan? Uuuhh.. Bintang bahkan tak tahu lagi apa yang dia inginkan sekarang. Hatinya selalu berubah-rubah. Ide tentang menikah memang menakutkan tapi memikirkan Langit yang pergi dan mungkin tak akan kembali membuatnya lebih takut. Apakah itu artinya Langit telah memiliki tempat di hatinya? Secepat itu? Bintang buru-buru berdiri menolak ide yang barusan tercetus di kepalanya. Dengan tidak sabar, Bintang berkacak pinggang. Langit terperangah melihatnya berdiri lalu membuang muka.

"Kau mau melarikan diri lagi?" Langit kembali menatapnya.

"Bukankah ini yang kau inginkan? Kita bebas"

"Kenapa kau tidak mau menikahiku??" Bintang bisa langsung tahu apa yang dipikirkan pria itu.

Luar biasa, wanita benar-benar tidak mudah dimengerti! Bintang sendiri tak percaya apa yang ditanyakannya.

Pria di depannya tersenyum misterius. "Kau membuatku gila! Kau sendiri yang ingin membatalkan rencana kita dan tidak ingin menikahiku tapi kau malah menuduhku melarikan diri karena tak ingin menikahimu? Gadis kecil, bisakah kau memberitahuku alasannya? Apa kau mulai menyukaiku?"

"Tidak mungkin!!!" Jawab Bintang terlalu cepat, wajahnya mulai memerah.

"Lalu apa yang kau inginkan?" Saat pertanyaan dilontarkan, seketika itu pula Langit seolah mendapat jawaban.

"Jangan bilang kau benar-benar ingin cinta, karena aku tak bisa". Kekesalan Bintang yang menumpuk telah sampai ke ubun-ubunnya. Bintang tak tahan lagi, pria ini benar-benar sesuatu.

Bintang menghambur ke arah Langit dan melayangkan tinjunya berkali-kali ke dadanya.

"Dasar! Bajingan!" Dengan kedua tangannya Bintang mulai menarik kaus Langit dan mengguncangnya sekuat tenaga.

"Bodoh! Tidak bisakah kau bertindak sesuai umurmu? Kau arogan labil! Aku hanya ingin kita bicara serius tentang pernikahan ini. Bukan pembicaraan satu arah yang sepertinya harus menuruti semua keputusanmu! Ini menyangkut masa depanku! Persetan dengan cinta! Sepertinya ayahmu yang kabur membuatmu menjadi penakut soal cinta! Sekarang kabur saja sana, seperti ayahmu! dasar bocah pengecut menyedihkan!" Langit tidak menghindar ketika Bintang kembali meninjunya. Setelah merasa puas Bintang mengangkat kepalanya dan melihat Langit yang terkesima menatapnya.

Bintang berbalik memunggunginya sambil berkata, "Pergilah! Aku tidak punya urusan lagi denganmu! Kita impas!" Kata Bintang lemas.

Bintang berdiri diam untuk beberapa saat setelah Langit meninggalkannya tanpa kata. Lalu Bintang pun kembali ambruk, kali ini hatinya ikut patah.

________

Terima kasih sudah membaca. 😁

Bintang di Hati Langit (21 Bagian)Dove le storie prendono vita. Scoprilo ora