Bagian 5 : Berubah

8.7K 1.1K 20
                                    

"Beli cincin" Jawab Langit tak acuh.

"Lima menit lagi, aku tunggu di mobil". Kata Langit dengan nada memerintah.

Saat Langit pergi Maya langsung melengking nyaring.

"Bintang! Itu Langit calon suami khayalan yang ternyata bukan khayalanmu itu?"

Bintang mengangguk pasrah, "Aku harus bagaimana?" Tanyanya bingung.

"Harus bagaimana katamu? Saranku cuman satu cepat-nikahin-diaaaaaaa". Lengking Maya penuh penekanan.

"Mayaaa.. Ssssstttt!!!

"Ya ampun Bintang, kenapa harus berpikir dua kali jika calon suamimu sempurna. Dia punya adik gak?" Bintang memegang wajah Maya, dia hanya punya waktu empat menit lagi.

"Fokus, May. Di sini aku sedang meminta saran sinis semu bijakmu. Aku tidak ingin menikah dengannya, dia membuatku takut. Dia bukan lagi Langit yang kukenal. Sejak bertemu kembali tadi pagi Langit yang sekarang telah membuatku merasakan hal-hal aneh... Aku.. Aku merasa tidak nyaman bersamanya". Bintang gelisah.

Maya menatap gadis cantik tetapi naif di depannya. Ya tuhan, Maya menganggap gadis polos di depannya ini mulai menyukai calon suaminya namun tidak menyadarinya karena semua perasaan itu adalah hal yang baru bagi Bintang. Maya hanya perlu menyemangati.

Maya berdeham, "Jangan takut. Ikuti kata hatimu, Bi. Kalau kau ingin cinta, temukanlah dengan hatimu bukan dengan pikiranmu". Maya memeluk Bintang lalu menemaninya ke pintu depan.

Maya melihatnya melambai sebelum akhirnya Bintang masuk mobil berwarna abu gelap dan berlalu pergi.

***

Lima menit di mobil bersama Langit terasa bagai selamanya bagi Bintang yang duduk gelisah di kursi depan. Meskipun penasaran Bintang menahan diri untuk tidak bertanya mengapa Langit bisa sampai ke rumah Maya untuk menjemputnya. Pria itu kini hanya membisu, matanya fokus ke jalanan.

Dari banyak momen bersama Langit di masa lalu, Bintang tak pernah kehabisan obrolan seperti sekarang.

Dulu, Bintang akan dengan santai bercerita apa saja dan Langit seperti biasa menanggapinya dengan diam. Sesekali mengangguk mengiyakan ucapan Bintang.

Bintang tidak pernah membayangkan Langit dari segi romantis? Bayangan macam-macam kegiatan yang dilakukan pasangan berkelebatan di pikiran Bintang.

Seingat Bintang, Langit bahkan belum pernah menyentuhnya secara langsung, bahkan dalam momen langka seperti tidak sengaja sekalipun. Selalu ada buntelan koran atau majalah yang digunakan Langit untuk sekedar menjitaknya. Dan saat status mereka berubah, mereka harus.. Mereka harus.. Mereka harus...

Bintang tersipu, atmosfer dalam mobil membuatnya kepanasan. Lagi-lagi Langit membuatnya tidak bisa bernafas, tapi pria yang membuatnya sesak terlihat santai dan nyaman menyetir sama sekali tidak merasa terganggu.

Bintang mulai kesal, apa hanya dirinya saja yang merasa begitu? sungguh tidak adil.

"Ada minum?" Tanya Bintang judes. Langit tidak menoleh sedikitpun, tapi tangan kanannya meraih sesuatu di dekat pintu mobil. Langit menyerahkan botol air mineral dengan tangan kirinya, tanpa kata, matanya masih fokus ke jalan raya.

Sedikit kesal dengan sikap tak peduli Langit, Bintang meraih botol tersebut. Lalu sesuatu seperti aliran listrik menyengat jemarinya.

"Aaaw.. " Spontan Bintang menarik tangannya, terkejut sampai menjatuhkan botol minuman yang sudah dipegangnya.

"Apa itu tadi?" Tanya Langit, Bintang melihat Langit sama terkejutnya tapi kemudian dia hanya mengangkat bahu dan tak acuh.

Merasa terganggu karena ketidakacuhan Langit padanya membuat Bintang cemberut. Ia mengambil botol yang dijatuhkannya lalu meminum seluruh isinya dalam satu tegukkan.

"Aaah segarnya... ". Ujar Bintang senang.

Sensasi aneh itu kembali muncul, kali ini Bintang mungkin tahu penyebabnya.

Langit akhirnya menatapnya tajam tapi Bintang pura-pura tidak tahu dan memejamkan matanya untuk menikmati aliran darahnya yang menghangat karena tatapan Langit.

Perasaan apa ini? Bintang bertanya-tanya. Entah kenapa dia senang sekali mendapatkan perhatian Langit. Senyumnya terus mengembang

"Berhenti menggodaku gadis kecil". Geram Langit, tampak frustrasi mengacak rambut pendeknya sendiri. Bintang membuka matanya lega karena akhirnya Langit bicara.

"Menggoda apa?" Tanya Bintang benar-benar tidak tahu bukan pura-pura tidak tahu. Tatapan polosnya tepat menatap mata Langit. Selama sepersekian detik Bintang tersesat di kedalaman mata Langit yang menggelap.

"Kau mulai berbahaya.. " Langit meraih buntelan koran yang selalu ada di dekatnya lalu memukulkannya berkali-kali ke wajah Bintang seperti sedang melakukan ritual mengusir setan.

Bintang merengut, kesal karena kebiasaan Langit yang ini masih sama. Telepon pintar Langit bergetar dan dia menjawabnya tepat pada getaran pertama tanpa memedulikan Bintang yang masih cemberut.

"Hallo sayang.. ". Mata Bintang melebar, perasaan tidak enak menyebar dengan cepat.

"Masih di jalan, masih lama kayaknya..

"Apa? Belum.. Belum makan.. Hmmm..? Gak usah cantik.. Aku tak ingin kau repot-repot masak, istirahat saja. Aku makan di luar".

"Mau titip apa? Nanti aku mampir. Tunggu aku ya.. ". Langit menutup teleponnya.

Bintang merasa sedikit marah. Pria ini benar-benar menyebalkan. Oh baiklah, mungkin marahnya agak banyak seperti akan datang bulan. Dan Bintang meyakinkan dirinya kalau rasa marahnya pengaruh hormon karena dia memang belum datang bulan.

_______

Silakan dikomen! 😁

Bintang di Hati Langit (21 Bagian)Donde viven las historias. Descúbrelo ahora