22. The Choice

1.2K 244 157
                                    

Becca menenggelamkan kepalanya pada dada bidang Calum. Memeluk leher Calum erat, seakan-akan Calum tidak boleh lepas darinya.

Calum diam, mematung. Tangannya tak bisa meraih punggung Becca, tidak bisa membalas pelukan Becca, tidak bisa menenangkan Becca.

Pikiran Calum benar-benar kalut.

Beberapa menit yang lalu, pengakuan Becca membuat dirinya terasa asing.

Benarkah?

Calum menghela, Ia berdeham, "Bec."

Tidak ada jawaban, Calum menelungkupkan kepalanya pada ceruk leher Becca.

Menumpahkan semua rasa lelah dalam tautan mereka.

Pada akhirnya Calum membalas pelukan Becca, tangannya sangat lemas untuk mendekap Becca dalam pelukannya.

Jujur, Calum sangat tersayat.

Kedua tangannya mendorong kepala Becca untuk semakin mendekat pada dada bidangnya. Tangan kanannya mengelus kepala Becca, berharap Ia bisa menyalurkan kehangatan pada Becca.

Ia menaruh dagunya pada pundak Becca, menahan rasa sakit yang ada di dalam hatinya.

Se-brengsek itukah Steve?

Tanpa sadar, Calum melepas pelukan mereka. Ia menatap wajah Becca yang sudah basah. Ia segera menghapus sisa-sisa air mata di wajah Becca.

Calum tersenyum tipis, "Lo aman sama gue."

Becca terisak, air matanya semakin deras, Ia tidak bisa membendung kesedihannya.

Calum menghapus kembali air mata Becca, "Ssstt. Jangan nangis terus, gue gak suka."

Becca menunduk, menyembunyikan wajahnya dari Calum. Melanjutkan tangisannya dalam diam.

Calum mengangkat wajah Becca, lalu Ia mendekatkan wajahnya pada gadis itu.

Tanpa basa-basi, Calum menghapus jarak di antara mereka. Bagi Calum, mungkin dengan cara ini, Becca bisa lebih tenang.

Dan benar, dugaannya benar.

Saat ini Calum sedang melumat bibir Becca, begitupun dengan Becca, ia merasa tenang dan menikmati permainan Calum.

Calum menarik ceruk leher Becca, memperdalam ciuman mereka.

Bagi Calum, Becca seperti sebuah bunga Anemone. Cantik dan menarik.

Hanya saja, dibalik kepribadiannya itu, Calum baru mengetahui satu hal bahwa;

Becca bukanlah seorang gadis.

Cukup sulit bagi Calum untuk menerima kenyataan pahit tersebut, lantas apakah Ia harus menjaga Becca? Ataukah melepaskannya?

Pertanyaan itu terus memasuki kepala Calum, membuat Calum bingung dengan perasaannya sendiri.

Setelah sekian lama bibirnya bermain di atas bibir Becca dengan lembut, akhirnya Calum melepaskan ciuman mereka. Ia menatap mata Becca yang sayu.

Calum meraih kedua tangan Becca, mengecupnya lalu tersenyum tipis, "Dengar gue. Gue gak akan lepasin lo, gue akan jaga lo, gue akan ada sama lo, dan gue..."

Calum menghembuskan napasnya, "Gue akan jadi teman baik lo."

Ia kembali tersenyum memaksa, "Lo bisa panggil gue kapan aja kalau lo butuh gue. Gue siap untuk semua itu."

Lalu dalam hitungan detik, Calum kembali melumat bibir Becca. Seakan-akan ini adalah hari terakhir baginya untuk selalu bersama dengan Becca.

Namun kenyataannya memang begitu, bukan?

Musuh × cthWo Geschichten leben. Entdecke jetzt