9. Damn, Calum

1.5K 281 59
                                    

'You still make me smile. Even if you're the reason why I'm sad.'

-M U S U H-

Calum's POV
Gue memerhatikan jalan raya. Ya, sekarang gue lagi di mobil sama Becca. Tadi selesai makan, gue ajak Becca ke taman dan sempet ngobrol bareng dia.

Sekarang, Becca lagi tidur. Di sebelah gue.

Gue memberhentikan mobil gue di depan rumah besar. Gue memijat pelipis gue.

"Huh... udah malem, gue gak bisa bawa Becca balik ke rumahnya."

Gue keluar dari mobil lalu membuka gerbang rumah gue, lalu setelah gerbang terbuka, gue masuk kembali ke dalam mobil.

Manik gue menatap wajah Becca yang sangat tenang. Gue menghembuskan napas lalu menjalankan mobil gue masuk ke dalam rumah gue.

Setelah sampai di depan pintu utama rumah, gue keluar dari mobil lalu menutup gerbang dan gue berjalan ke arah pos satpam.

"Pak, Pak Yudi..." gue menggoyangkan bahu satpam rumah gue dengan pelan, Pak Yudi lagi tidur.

Karena gak dapet respons dari Pak Yudi, gue menepuk bahunya dan seketika Pak Yudi membuka matanya.

"Eh, Den Calum, baru pulang, den?" tanyanya lalu berdiri sejajar dengan gue.

Gue mengangguk, "Iya, Pak. Mama papa udah pulang?" tanya gue to the point.

"Belom, den, mereka lembur," jelas pak Yudi. Gue pun menghembuskan napas kasar lalu berterimakasih kepada Pak Yudi.

Gue kembali ke mobil gue, membuka pintu penumpang lalu menatap Becca yang masih tertidur pulas.

Gue mengangkat Becca dan menggendongnya ala bridal style lalu masuk ke dalam rumah besar gue.

Gue membawa Becca ke kamar tamu yang ada di sebelah kamar gue. Gue menghembuskan napas lalu merebahkan Becca di atas ranjang itu.

Becca menggeliat.

Gue menyelimuti tubuhnya dengan selimut tebal lalu menatap wajah Becca.

Cantik.

Gue mengusap kepalanya pelan, "Tidur nyenyak, musuh-ku."

×××
Becca's POV
Gue mengerjapkan mata gue, menggeliat di atas kasur empuk nan nyaman.

Gue menutup mata gue lagi karena sinar matahari yang sangat silau menusuk indra penglihatan gue.

Gila, silau banget.

"Woy, bangun lo."

Gue reflek membuka mata gue lalu gue baru sadar gue bukan di kamar gue.

Lah, lah, lah.

Gue melirik dari ekor mata gue dan mendapatkan Calum.

"Buset," reflek gue.

Gue duduk dengan wajah yang penuh tanda tanya.

Sialan si jambu ini.

"LO KENAPA---"

"Jangan bacot dulu, mbak."

Gak bisa.

Gue gak bisa dinodai sama si mesum ini.

"CAL! GUE MASIH PERAWAN, 'KAN?!"

Calum terdiam lalu ia tertawa terbahak-bahak, "BEGO! HAHAHAHAHAHAHAHA!"

Gue menekuk wajah gue, "Jawab ih. Jangan ketawa."

Calum masih ketawa tanpa natap ke arah gue, sialan.

"ISH!"

Gue memukul tangannya kenceng.

"Iya, iya!" jawab Calum yang sukses bikin kegiatan gue terhenti.

Apa?

Jantung gue berdetak cepat, napas gue gak beraturan, mata gue panas.

Ga.

Ga mungkin.

"Ca-Cal..." lirih gue pelan. Air mata gue jatuh tanpa permisi.

Calum menghentikan tawanya lalu menangkup wajah gue, "Lo kenapa nangis?"

Gue menatap Calum dengan tatapan pasrah, "Be-Bener lo lakuin... itu?"

Calum membulatkan matanya, "Itu?"

Gue mengangguk, air mata gue jatuh lagi dan lagi, "I-Iya... lo bener lakuin itu?"

Ibu jari Calum menghapus air mata gue, "Lo ngomong apa, sih?"

Brengsek.

Gue melepaskan tangannya yang ada di wajah gue dengan kasar lalu gue menatap Calum murka, "JAHAT LO!"

Calum menatap gue dengan tatapan hah?

"LO BERANI-BERANINYA NODAIN GUE! GUE MASIH MAU SEKOLAH, CAL! INI GAK LUCU SUMPAH! GUE BENCI LO!" gue menjambak rambut gue frustasi.

"DENGAN TIDAK SADARNYA GUE TADI MALEM, LO PIKIR LO PUNYA KESEMPATAN BUAT MAIN SAMA GUE, CAL?! GUE GAK NYANGKA LO SETEGA ITU SAMA GUE!" gue nangis sejadi-jadinya di depan si bangsat ini.

"A-Apa sih, Bec?"

Gue menatap Calum, "GUE GAK MAU PUNYA ANAK SEKARANG, CAL!"

"Pffffttt...." Calum menahan tawa setelah mendengar pernyataan gue tadi, "Siapa yang mau punya anak sama lo, hah?"

"GAK LUCU, CAL!" jawab gue murka.

"Dih, gue juga serius, kelabang."

"IH!" gue melempar bantal ke wajah Calum, "GAK ADA YANG LUCU, SAT!"

"Language babe," Calum membenarkan posisi duduknya, tangannya memegang pipi gue yang basah karena air mata, "Gue gak apa-apain lo, oke."

"Terus tadi maksud lo apa?"

"Yang mana sih?" tanya Calum sambil mengelap air mata gue.

"Ih, tadi gue nanya lo lakuin itu gak, eh lo jawab iya!" jelas gue.

"Apaan? Lo nanyanya, lo masih perawan gak? Yaudah gue jawab IYA, kolot."

"Apa kata lo?!" gue mengepalkan tangan gue, bersiap menonjok wajah Calum.

"Udah kolot, budek lagi," ujar Calum lalu melepaskan tangannya dari wajah gue.

"Ish, terus gue kenapa ada di sini?" tanya gue lalu menbersihkan sisa-sisa air mata gue.

"Kemaren 'kan kita pulang malem, terus gue bawa aja lo ke sini," jelas Calum lalu berdiri dari duduknya.

"Ayo, ikut gue." Calum mengulurkan tangannya.

"Mau ngapain?" tanya gue.

"Jalan kek kemana. Bosen gue."

"Dih, gue belom mandi. Mandi dulu lah," gue menarik uluran Calum untuk bediri.

"Ikut dong," ujar Calum dengan senyum miring.

Gue memukul bahunya lalu menyuruh Calum untuk keluar, "Sana keluar!"

"Lo mau pake baju apaan?" tanya Calum.

"Kan lo kemaren beliin gue hoodie, gue pake itu aja."

"Lah, bh lo?" tanyanya lantang.

Gila tuh mulut gabisa dijaga banget.

"Aish, bacot. Gatau ah, gausah pake."

Calum tersenyum miring, "Wah..."

Gue memukul kepalanya, "Gue minta supir gue ke sini bawain daleman gue, udah sana pergi aja lo ah!"

"Ikut ya..." rengek Calum.

Najis.

"Pergi ih, mesum!"

-M U S U H-

tbc

-nz.

Musuh × cthWhere stories live. Discover now