Bagian 1 : Lima Tahun Lalu

18.7K 1.3K 19
                                    

Lima tahun lalu...

Sore itu, saat matahari menerobos jendela, memenuhi ruangan santai keluarga dengan cahayanya yang kekuningan. Bintang, 17 tahun, belum pernah pacaran, duduk bersila membelakangi jendela. Mulutnya penuh dengan keripik singkong super pedas favoritnya, di depannya ada semangkuk bakso ceker masih panas berkuah merah karena sambal.

"Hmmmm, nikmatnya..!" seru Bintang bahagia, kali ini dia menyeruput kuah baksonya.

"Asal kamu tahu, mimpiku cuman satu. Menikah di usia muda, dan menjadi ibu rumah tangga profesional". Kata Bintang pada Langit.

Bukan langit yang di atas sana. Tapi Langit sahabatnya yang lebih tua 8 tahun darinya. Sebenarnya bukan sahabat sih, Langit cuman pendengar setia dan mereka bertetangga. Klise sih, hanya karena jendela kamar mereka berdekatan, mereka jadi bersahabat.

Bukan bukan bukan. Bukan begitu tepatnya, sebenarnya karena Bintang sering berisik Langit suka menegurnya. Tahu lah.. Langit semacam tipe perfeksionis yang menginginkan kedamaian dalam hidupnya, dan ya karena Bintang tidak memiliki saudara, Bintang menganggap Langit adalah kakaknya walaupun Langit tak pernah dan tak mau mengakuinya.

Sore itu mereka sedang menikmati bakso ceker di rumah Langit bersama mamanya Langit, Tante Laras.

"Apaan sih, belum lulus sekolah juga udah mikirin yang begituan" Kata Langit.

"Hush, jangan begitu. Mimpi Bintang patut diacungi jempol". Kata Tante Laras.

"Uhh..makasih Tante.. ". Ujar Bintang berterima kasih.

"Iya, zaman sekarang jarang ada wanita yang bermimpi jadi ibu rumah tangga. Banyaknya memilih jadi wanita karir. Padahal fitrah perempuan itu jadi ibu demi anak-anaknya."

"Setuju! Aku ingin seperti Mama dan Tante. Selalu ada setiap saat. Rumah rasanya jadi hangat." Bintang memejamkan matanya seolah bisa merasakan kehangatan.

"Lulus aja dulu sana!" Langit menjitak kepala Bintang dengan buntelan koran. Bintang mengerutkan dahinya kesal.

"Langit!" Tegur Tante Laras.

"Yang lulus juga belum mau menikah! Padahal udah punya kerja!" Kata Tante Laras dengan nada menyindir. Langit menghabiskan minumnya dengan sekali teguk.

"Eaaaa Mama.. Bahas lagi, bahas lagi. Sabar dong Ma. Orang sabar disayang tuhan lho". Kata Langit sambil bergeser memeluk ibunya.

"Aaahh, kamu sudah 26 tahun. Mama cuman pengen cucu. Kalo saja Mama belum setua ini. Mama pasti tidak akan minta cucu darimu." Kata Tante Laras sambil memukul ringan tangan Langit.

"Ayo lah Ma, Mama belum tua kok. Masih cantik begini". Goda Langit.

Bintang tersenyum melihat interaksi ibu dan anak di depannya membuatnya merindukan mamanya sendiri. Tapi sekarang Mamanya sedang sibuk dengan deadline artikelnya dan Bintang tidak boleh merepotkannya.

"Tenang saja Tante, kalo Langit belum mau menikah. Masih ada aku yang mau memberikan cucu buat Tante". Kata Bintang tiba-tiba. Tante Laras menatapnya tak percaya lalu tertawa tak lama kemudian Tante Laras pun pamit karena telah selesai makan.

"Serius?" Tanya Langit saat mereka tinggal berdua.

"Memang kamu mau nikah umur berapa?" Langit menyeruput kuah baksonya yang bening. Langit tidak suka pedas.

"22, umur segitu aku udah harus nikah" Jawab Bintang sambil mengunyah, tak lama kemudian keningnya berkerut.

Langit menatapnya sekilas dan tampak tak peduli dengan isi pikiran Bintang. Tanpa perlu ditanya pun Bintang pasti bicara. Setelah menghabiskan baksonya, Langit mulai membaca koran.

"Aahh ya ya ya.. " Kata Bintang tiba-tiba mengagetkan Langit. Langit kembali membaca dan memaklumi kebiasaan Bintang yang berisik.

"Aku tadi berpikir, bagaimana kalau sampai umur 22 aku belum menemukan calon suamiku, dan kau memberiku ide". Langit sedikit bergidik mengantisipasi ide gila Bintang.

"Aku akan pasang iklan di koran! Bagaimana menurutmu?" Langit spontan menggeleng.

"Gila. Kamu gak bakalan mau" Jawab Langit pendek. Bintang tampak mulai berpikir lagi.

"Hmmmm.. Yaa.. Aku pikir aku juga gak mau. Kalau begitu di tahun ajaran ini aku harus cari pacar yang suami-able. Hehehe " Bintang cengengesan dan Langit hanya menatapnya heran.

"Tapi dipikir-pikir Kalau saat umur 22 aku masih belum dapet calon dan kamu masih belum menikah, kamu harus mau nikah sama aku ya?" Ujar Bintang tiba-tiba.

Langit melongo lalu raut wajahnya mulai serius.

"Pernikahan macam apa yang begitu?" Langit beranjak dari duduknya dan mendekati Bintang.

"Tahu nikah itu apa?" Tanya Langit serius. Bintang mengangguk-anggukkan kepalanya.

"Tahu, tinggal bareng lalu punya anak. Kayak mama papaku". Langit menggeleng.

"Tahu apa itu komitmen?" Cecar Langit. Bintang berpikir sejenak.

"Ah lama, ini aja deh.. tahu apa itu cinta?"

"Rasa suka antara pria dan wanita?" Bintang balik nanya. Langit tersenyum sinis dan Bintang mulai kesal.

"Apaan sih Langit? Apa hubungannya? Sinis gitu. Rese ih."

Langit berdeham, "Kenapa kamu ingin nikah muda?"

"Karena emm.. Karena.. Ituuu..". Langit menatapnya tajam masih menunggu jawaban Bintang.

"Karena aku mau! apa masalahnya sih?" Tanya Bintang benar-benar marah.

Langit tertawa, "Masalahnya kamu sama sekali tidak tahu pernikahan itu apa?"

"Dan kamu tahu? Kamu sendiri belum menikah! Jangan sok tahu!"

"Justru karena gak mau sok tahu aku belum mau menikah. Dan sekarang tiba-tiba kamu, anak kecil. Telah memaksaku menikah jika nanti belum menemukan calon"

"Kalo gak mau bilang aja. Kok jadi mempertanyakan mimpiku segala sih? Dasar!" Bintang marah lalu cepat-cepat menghabiskan makanannya. Ia ingin buru-buru pergi.

Langit duduk disampingnya. "Mau berjanji sesuatu?" Tanyanya, raut mukanya sama sekali tak terbaca.

Bintang menatapnya kesal, "Apa?"

"Aku bersedia mewujudkan impianmu."

"Benarkah?" Tanya Bintang tak percaya.

"Sebenarnya aku tak pernah berencana menikah, Tapi kalaupun itu harus terjadi aku tidak mau jadi cadangan. Jadi, saat umurmu 22 mau tidak mau, suka tidak suka, siap tidak siap kamu harus menikah denganku. Tak peduli kamu sudah punya pacar".

Bintang menghitung sisa waktu sebelum menikah, sebenarnya dia tak peduli hanya saja karena sekarang dia sudah punya calon jadi Bintang merasa tenang dan tidak perlu membuang-buang waktu untuk mencari calon.

Ya, dia akan menggunakan sisa waktu lajangnya untuk belajar menjadi ibu dan menunjukkan kepada Langit jika dia benar-benar bisa menjadi ibu rumah tangga profesional.

"Oke" Jawab Bintang tegas.

"Whoa.. Kau membuatku takut. Gadis kecil". Kata Langit sambil mengangkat kedua tangannya.

Langit bangkit dari duduknya lalu berkata, "Saran dariku. Pacaran sana. Lima tahun bukan waktu yang lama". Langit pergi dan Bintang tak terlalu memperhatikan. Dia Hanya memikirkan rencananya.

***

5 menit lagi menjelang tengah malam, umur Bintang akan genap 22 tahun. Dan Bintang sama sekali belum siap menikah.

________

Trims udah bersedia mampir! Lanjutkan.. 😁

Bintang di Hati Langit (21 Bagian)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang