12

8.1K 363 4
                                    


INES POV

Aku jemput kamu besok

Aku membaca kembali pesan Raffa dari malam, jam dua belas malam. Raffa pasti tidak bisa tidur. Tiba-tiba saja aku malah memikirkan keadaan Raffa. Dia juga pasti belum sarapan sekarang karena tidak ada yang menyiapkan. Suara panggilan mamah yang memintaku untuk segera sarapan bersama, membuyarkan lamunanku dan segera keluar kamar. Mamah, papah, dan Luna sudah duduk di meja makan menungguku.

Suara mobil terdengar dari depan rumah saat kami tengah sarapan, dan aku yakin itu pasti Raffa. Mamah melirikku dan memintaku untuk menghampiri Raffa. Tapi aku mengkambing hitamkan Luna, "Lun, kamu samperin kak Raffa dan bilang kalau kakak lagi sarapan"

Mamah dan papah geleng-geleng kepala melihat kelakuanku.

"Raf, ayo duduk. Sarapan dulu"

Raffa duduk di sampingku dan menolak tawaran Bunda untuk sarapan.

"kenapa? Kamu sudah sarapan?", tanya mamah lagi pada Raffa.

"tadi makan roti mah", jawab Raffa lagi. Aku jadi kembali kepikiran apakah Raffa tadi pagi kembali memuntahkan isi perutnya atau tidak. Tapi aku tidak berniat untuk bertanya pada Raffa dan malah mengabaikannya.

"mobil kamu mana Raf? Kenapa naik taksi?", tanya Bunda lagi saat melihat taksi yang terparkir di depan rumah.

"ada mah, aku lagi capek aja jadinya naik taksi", balas Raffa, aku yakin sekali Raffa pasti sedang kurang enak badan dan muntah-muntah lagi. Selama perjalanan ke sekolah, kami saling berdiam diri. Sebenarnya aku ingin sekali bertanya tentang keadaannya sekarang. Apakah dia baik-baik saja atau masih merasa pusing. Tapi aku malah tetap diam dan terkalahkan oleh egoku. Raffa pun sepertinya tidak ingin berbicara denganku. Atau mungkin dia menungguku untuk memulai pembicaraan lebih dulu.

Taksi berhenti di depan gerbang sekolah, aku hendak membuka pintu mobil namun Raffa memanggilku.

"Nes"

Aku masih memegang pintu mobil namun menahannya dan tetap berada di dalam mobil meskipun aku tidak menoleh pada Raffa.

"jangan sakit lagi. Perasaanku nggak enak hari ini"

Raffa kembali terdiam. Aku membuka pintu mobil dan meninggalkan Raffa lebih dulu. Aku kelihatan lebih murung hari ini. Hingga Dian berkali-kali harus menghiburku namun tetap saja tidak berhasil. Selama jam pelajaran pun, aku lebih banyak diam dan hanya melamun ketimbang mendengarkan penjelasan guru.

Ketika teman-temanku bersorak senang mendengar suara bel istirahat, aku hanya menghela nafas panjang. Dian yang berada di sampingku mecubit pipiku dan memintaku untuk lebih bersemangat lagi.

Dian menyenggolku dan berbisik di telingaku, "kak Dewa tuh di depan"

Aku terkejut dan mendapati Dewa berdiri di depan pintu kelas menungguku menghampirinya. Dewa memberikan senyumnya seperti biasa padaku.

"ada apa kak?", tanyaku padanya.

Dewa seperti menimbang untuk mengatakan sesuatu padaku sampai akhirnya Dian menyela pembicaraan kami, "Nes, gue ke kantin duluan. Lo nyusul ya", katanya setengah berlari menghampiri teman kami yang lain yang hendak ke kantin.

"ngomongnya sambil jalan ke kantin aja deh katanya", mengajakku jalan santai ke kantin.

"hmm, Nes, aku mau minta maaf sama kamu", katanya padaku, wajahnya tertunduk.

"minta maaf apa ka?", tanyaku lagi sedikit bingung, mengingat Dewa tidak punya kesalahan apapun padaku.

"hmm, gara-gara aku Carissa sampai melabrakmu kemarin", aku teringat kejadian kemarin saat Carissa memaki-maki diriku hanya karena aku menolak Dewa dan memilih Raffa. Tapi aku merasa kejadian itu tidak ada kaitannya dengan Dewa hingga dia harus meminta maaf padaku.

Our WeddingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang