1.1

28.5K 756 9
                                    

Adakah di dunia ini yang terjadi hanya karena sebuah kebetulan?

Seperti saat kita sama-sama tersesat di hutan.

Hingga aku jatuh padamu..

Malam itu entah jam berapa, seluruh panitia acara perkemahan membangunkan kami yang sedang terlelap di tenda. Perkemahan ini diadakan setiap tahun ketika pergantian tahun ajaran baru, menyambut kami para siswa baru. Semua mata yang masih setengah terpejam bangun dan berbaris sesuai instruksi panitia. Aku ikut berbaris di kelompokku. Setelah menyampaikan beberapa hal dan aturan yang harus kami lakukan, mereka melepaskan kami untuk menyusuri hutan yang mereka bilang cukup aman. Kelompokku telah sampai di pos satu dan mendapatkan tugas untuk menjawab berbagai pertanyaan panitia yang berjaga di pos satu.

Dalam perjalanan menuju pos dua, salah seorang dari kami menjerit meneriakkan satu nama hantu yang cukup populer di Indonesia, pocong. Kami semua panik dan berlari menyelamatkan diri masing-masing. Suasana di hutan cukup gelap hingga aku terpisah dari kelompok, entah yang lainnya. Mataku sembabku yang menangis ketakutan masih menyesuaikan dengan gelapnya hutan. Demi apapun, aku mengutuk mereka yang telah menciptakan kegiatan seperti ini. Aku memanggil satu per satu teman kelompokku, tapi tidak ada jawaban sama sekali. Aku berkali-kali meminta tolong namun tidak ada satupun yang datang padaku. Hingga sebuah sentuhan kurasakan di bahuku di tengah-tengah suasana yang sangat mencekam bagiku.

"mamaaaahh", teriakku sambil menangis histeris menciptakan berbagai sosok hantu dalam kepalaku. Aku langsung berlari dengan cepat sambil menutup mataku, tidak ingin melihat sosok apapun. Lariku semakin cepat ketika aku merasakan ada langkah kaki yang mengikuti di belakangku.

"pohon!!!", seseorang dengan sigap menarik lenganku dan menahannya.

"gue manusia", suara bassnya menyadarkanku bahwa dia benar-benar manusia. Aku langsung saja memegang lengannya dengan sangat erat, dengan masih sedikit terisak. Tapi kemudian, dia memberikanku sebuah pelukan hangat. Sedikit demi sedikit tangisanku pun hilang. Rasa takutku pun pergi entah kemana.

"kunang-kunang!", gumamnya. Mendengarnya menyebutkan kunang-kunang, aku mendongakkan kepalaku untuk melihat keadaan sekitar. Hutan tidak segelap sebelumnya, karena cahaya bulan dapat masuk ke sini. Benar! Aku melihat cahaya kekuningan berterbangan di antara pepohonan. Bukan hanya satu, tapi banyak sekali. Baru kali ini aku melihat cahaya seindah ini.

"sudah nangisnya?", suara bass itu kembali membuatku terhenyak. Membuatku merasa tidak nyaman berada dalam pelukannya.

"emm!", aku mengangguk dan melepaskan pelukannya. Sejak tadi, aku baru bisa melihat wajah putihnya di bawah cahaya bulan ini meskipun masih terlihat samar namun ketampanannya tidak dapat disembunyikan gelapnya malam. Saat itulah, aku merasa telah jatuh padanya.

*

*

*

*

Pria itu, kini tengah berlari di lapangan sekolah. Sementara aku, hanya sesekali memandanginya dari jendela kelas. Hingga aku mendapat teguran Bu Rini karena sering menoleh ke jendela. Aku kembali menoleh ke jendela sebelum duduk kembali, namun pria yang tengah kupandangi itu terjatuh di lapangan. Aku duduk di tempatku, namun pikiranku tidak lagi di kelas ini. Percuma saja jika Bu Rini berbicara keras-keras, aku tetap tidak bisa fokus pada pelajarannya. Hampir lima belas menit ini aku sangat gelisah, hingga akhirnya aku mengangkat tanganku.

"maaf bu, izin ke toilet", kataku memberanikan diri.

Setelah menutup pintu kelas, mataku membersihkan seluruh lapangan. Tidak ada Raffa di sana. Aku langsung berlari menuju UKS. Suasana UKS cukup sepi, hanya ada dua orang yang sedang tertidur di atas ranjang dan Raffa yang menyandarkan badannya di kepala ranjang. Raffa sedikit terkejut melihat kedatanganku. Aku memasang wajah cemberut melihat lututnya yang luka dan ditutup kain kassa.

Our WeddingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang