10

8.4K 356 1
                                    

RAFFA POV

Ines memijat leher belakangku saat aku memuntahkan semua makanan yang kumakan pagi ini. Ines berasumsi bahwa perutku kosong jika hanya makan roti dan minum susu jadi kami pun membeli sarapan nasi dan lauk yang cukup bergizi atau setidaknya Ines membuatkan telur untuk sarapan kami. Namun selama satu bulan ini, aku masih tetap saja memuntahkan semua makanan itu ditambah lagi kepalaku juga seringkali pusing. Jadi terkadang kami sering terlambat masuk ke sekolah dan terpaksa pergi ke sekolah dengan taksi karena keadaanku yang tidak memungkinkan untuk membawa mobil sendiri.

"Raf, minum dulu", Ines menyodorkan teh hangat padaku. Wajahnya terlihat cemas setiap kali aku seperti ini.

"aku baik-baik aja, dokter juga bilang tidak ada apa-apa kan", ujarku menenangkan Ines. Aku memang sudah pergi ke dokter dan dokter bilang aku baik-baik saja. Hanya masalah pencernaan dan mungkin aku banyak pikiran. Aku menggenggam tangan Ines dan berusaha meyakinkan dirinya.

"jangan bilang Bunda, aku nggak mau Bunda ikut khawatir", berkali-kali aku pun meminta Ines untuk tidak mengatakan apapun pada Bunda. Karena kalau Bunda tahu, dia pasti sangat khawatir dan tidak akan tinggal diam. Kalau dokter sudah mengatakan aku baik-baik saja aku pun tidak ingin membuat Bunda mengkhawatirkan aku.

"taksinya sudah datang", kataku mendengar suara mobil di depan rumah. Ines membantuku untuk berdiri yang memang masih terasa agak pusing dan lemas. Aku tetap memaksa untuk pergi sekolah karena merasa akan baik-baik saja di sekolah nanti.

"hubungi aku kalau ada sesuatu", ucap Ines saat kami berpisah ke kelas masing-masing, aku pun mengucapkan hal yang sama padanya. Sepanjang pelajaran jam pertama, aku tidak bisa konsentrasi pada apa yang dijelaskan guru karena masih merasa lemas. Tapi keadaanku menjadi lebih baik setelahnya. Aku juga menghampiri Ines ke kelasnya saat jam istirahat untuk makan siang bersama.

"aku nggak mau makan banyak-banyak", ujar Ines di tengah makan siang kami. Aku melihat makan siang Ines yang hanya dimakan setengahnya saja. Biasanya dia akan menghabiskan semua makanannya itu.

"kenapa?", tanyaku bingung.

"hari ini pelajaran terakhirku olahraga di lapangan. Kalau aku makan kebanyakan nanti sakit perut", ujarnya padaku.

Setelah bel istirahat selesai, aku pun masuk kembali ke dalam kelas. Namun sepanjang pelajaran entah kenapa pikiranku terus saja memikirkan Ines. Aku memegang dadaku, merasakan sesuatu yang aneh. Untuk memastikan semuanya baik-baik saja, akupun bangkit dari dudukku dan meminta izin pada guru untuk pergi ke toilet meskipun itu hanya sebagai alasan saja. Aku berjalan menuju lapangan sekolah dan melihat kelasnya Ines sedang melakukan olahraga. Sepertinya lagi-lagi mereka berlari mengelilingi lapangan.

"Inessa Larasati", guru olahraga memanggil Ines. Disusul dengan beberapa nama temannya. Ines pun berlari mengelilingi lapangan. Kupikir Ines akan baik-baik saja, tapi diputaran kedua, dia terjatuh. Pikiranku kacau seketika. Aku berlari kencang menuju lapangan dan mengangkat tubuh Ines dengan kedua tanganku. Aku berlari secepat yang kubisa ke ruang UKS.

Aku menatap Ines yang masih belum sadarkan diri. Aku merasa semua ini adalah salahku. Mungkin Ines kelelahan karena mengurusi dan memikirkan keadaanku. Melihat Ines seperti ini membuatku menjadi lelaki yang paling tidak berguna. Aku menggenggam tangan Ines dan mengecup tangannya berkali-kali.

"sayang", gumamku pelan saat Ines membuka matanya. Aku menghampirinya dan mengecup keningnya cukup lama.

"aku tadi memaksakan diri padahal tubuhku rasanya lemas", gumam Ines padaku, aku tahu dia hanya ingin menenangkanku.

"Raf, aku pusing. Aku mau tidur sebentar", ujar Ines lagi dan jatuh tertidur. Aku memikirkan banyak hal saat Ines tertidur. Aku benar-benar bingung dan tidak tahu apa yang harus kulakukan. Akhirnya aku memutuskan untuk menelpon bang Aro. Dia mau mendengarkan semua ceritaku. Bang Aro memintaku untuk tetap kuat dan bersabar. Bang Aro yang pada akhirnya membuatku kembali tersadar bahwa aku memang harus tetap kuat untuk Ines. Untuk bisa menjaga Ines. Bang Aro pun menyarankanku untuk tetap menjaga kesehatan. Setelah berbicara dengan bang Aro, aku merasa jauh lebih baik.

Our WeddingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang