3

10.2K 415 5
                                    



Raffa menjemputku di rumah mamah setelah magrib. Wajahnya kelihatan sangat capek dan dia menolak ketika aku menawarkan untuk makan di rumah mamah. Selesai membersihkan dirinya, seperti biasa Raffa mengerjakan tugas sekolah bersamaku. Tidak lupa aku membuatkan coklat panas untuknya kemudian kami sibuk masing-masing mengerjakan tugas.

"Raf, kamu udah makan?", tanyaku ketika mendengar suara gerobak tukang nasi goreng.

Raffa mengangguk, "aku udah makan tadi sebelum pulang"

Hanya itu percakapan pendek kami, selebihnya Raffa lebih sibuk dengan tugasnya. Tidak hanya tugas sekolah, tapi juga tugas kegiatan OSIS yang baru saja dirapatkannya.

"tadi rapat apa?", tanyaku untuk mengalihkan perhatian Raffa.

"bulan depan ada peringatan ulang tahun sekolah kita, jadi OSIS diminta buat acara yang meriah", jawab Raffa sambil menengguk coklat panasnya.

"mau buat acara apa?", tanyaku lagi.

"masih dibicarakan, tadi belum ketemu mau buat acara apanya. Kamu ada ide?", tanya Raffa balik padaku.

"undang guesstar aja, gimana?", jawabku asal.

Raffa mengangguk-anggukkan kepalanya, "boleh juga, aku tampung ide kamu"

"Nes, kamu ke kamar sana. Tidur duluan", ujar Raffa karena aku berkali-kali menguap dan mengucek mataku berusaha menahan kantuk agar bisa menemani Raffa. Aku menggeleng. Masih tetap keras kepala untuk menemani Raffa. Lima belas menit setelahnya, aku terbangun karena Raffa menggendongku ke kamar.

"Raffa, aku ketiduran ya?", kataku merasa bersalah.

Raffa hanya tersenyum padaku dan meletakanku di atas tempat tidur, "udah aku bilang, kamu tidur aja. Kalau besok kesiangan lagi gimana?", balasnya dengan lembut.

"Raf, tadi aku diantar kak Dewa pulang", akuku pada Raffa hingga membuat Raffa yang sedang menyelimutiku berhenti sejenak kemudian menarik kembali selimut hingga menutupi badanku. Raffa mengambil tanganku dan memegangnya dengan erat.

"kadang aku merasa, aku terlalu memaksakan kehendakku. Setiap orang berhak memiliki kebebasan, termasuk kamu", ujar Raffa dengan sangat pelan.

"tidurlah", ujarnya sambil bersandar di sampingku. Menepuk-nepuk bahuku lembut hingga aku tertidur.

*

*

*

*

Pagi ini, aku bangun lebih awal dari Raffa. Kulihat, buku-bukunya masih berserakan di atas meja dengan berbagai kertas OSIS miliknya. Aku merapihkan buku-buku dan semua kertas yang berantakan itu. Selesai mandi dan mengenakan seragam sekolah, kulihat belum ada tanda-tanda Raffa sudah bangun dari tidurnya.

Aku masuk ke dalam kamar Raffa. Aku suka sekali aroma tubuh Raffa yang selalu khas setiap kali aku masuk ke ruang kamarnya. Fotoku terpajang di dinding kamarnya dan juga di atas meja kecil di samping tempat tidurnya. Mataku tertuju pada sosok Raffa yang masih berbaring di atas tempat tidurnya, lengkap dengan selimut birunya.

Aku mengguncang-guncang tubuh Raffa untuk membangunkannya, "Raffa, cepat bangun. Udah jam enam", kataku berkali-kali. Bukannya bangun, dengan gerakan cepat Raffa menarik lenganku hingga aku terjatuh di atas tubuhnya. Aku mencoba menarik tubuhku darinya, tapi tenaga Raffa yang tentunya lebih kuat dariku berhasil membuatku terkunci dalam pelukannya.

"Raffa!!"

Raffa tidak menghiraukan teriakanku sama sekali. Matanya masih tertutup rapat namun bibirnya membentuk sebuah senyuman. Melihat wajah bangun tidurnya saja, dadaku tetap saja berdebar-debar.

Our WeddingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang