11

8K 342 1
                                    

INES POV

Aku mengeringkan rambutku setelah keramas sewaktu mandi tadi. Setelah kering, aku memakai tanktop dan celana pendekku, sebelum mengenakan seragam sekolahku. Aku mematut diriku di cermin. Melihat diriku sendiri di pantulan cermin yang ada di depanku. Berkali-kali aku berputar di depan cermin. Mau dilihat dari sisi manapun, sepertinya aku terlihat sedikit lebih gendut. Aku berlari ke kamar Raffa dan hampir berteriak karena Raffa masih mengenakan handuk di pinggangnya dengan bertelanjang dada.

"kenapa Nes? Perut kamu sakit lagi?", tanya Raffa yang justru terlihat khawatir. Sudah hampir seminggu juga aku tidak mendapati kram perutku lagi. Mungkin itu karena gejala ingin menstruasi saja.

Aku menggeleng padanya dan menariknya tangannya mengikutiku masuk ke dalam kamarku. Aku berdiri di depan cermin dan kembali mematut diriku sendiri. Raffa kelihatan bingung dengan tingkahku.

"Raf, aku agak gendut ya?", gerutuku pada Raffa. Sebenarnya aku hanya ingin meminta kepastian padanya, berharap apa yang kulihat ini salah. Namun melihat Raffa mengangguk, membuatku memasang wajah cemberut padanya.

Raffa tersenyum padaku, "kamu kebanyakan makan sih"

"aku kira ada apa. Aku mau pakai baju dulu", ujar Raffa balik badan dan kembali ke kamarnya. Aku pun segera mengenakan seragamku lalu menyiapkan sarapan untuk kami berdua. Tidak lupa aku menyiapkan tolak angin kalau saja Raffa kembali pusing dan memuntahkan isi perutnya. Namun sepertinya pagi ini Raffa kelihatan cukup sehat. Raffa sudah lebih sehat karena dia juga semakin jarang memuntahkan makananya lagi.

"Nes, aku mau ice cream", rengek Raffa tidak mau meminum susunya.

Aku melotot pada Raffa, "Raf, ini masih pagi banget. Nanti sakit perut. Lagian aku takut kamu masuk angin lagi terus muntah-muntah", kataku khawatir dengan keinginan Raffa yang aneh itu.

"Nes, kamu tega? Aku kepengen banget ice cream sekarang!", katanya ngotot.

"minum dulu susunya", kataku menyerah, lagipula aku tetap tidak bisa melarangnya kalau Raffa sudah bilang kepengen banget. Raffa pun meminum susunya sampai habis dan langsung mencium pipiku. Pipiku pun jadi lengket karena terkena sisa susu yang menempel di bibir Raffa.

Kami pun berhenti di mini market di perjalanan menuju sekolah.

"Raf, kok cuma satu?", aku menelan ludah melihat Raffa mengambil satu buah ice cream dari dalam pendingin, "aku juga mau"

Raffa menggoyang-goyangkan jari telunjuknya di depan wajahku, "nanti perut kamu sakit lagi, lagian kan tadi kamu yang larang aku makan ice cream pagi-pagi begini"

Aku merebut ice cream yang dipegang Raffa dan mengancamnya, "kalau aku nggak boleh, berarti kamu juga nggak boleh"

Aku menang. Raffa membiarkanku mengambil satu ice cream. Kami menghabiskan ice cream kami dengan cepat sebelum masuk ke sekolah.

*

*

Jam istirahat sudah berlalu lima menit yang lalu namun Raffa belum juga datang ke kelasku. Aku menunggu Raffa dengan gelisah.

"Nes, lo beneran nggak mau ke kantin? Kelasnya Raffa ada praktikum, jadi keluarnya lama", ujar Dian padaku beberapa kali memaksaku untuk ikut ke kantin bersamanya. Aku pun menyetujui ajakan Dian, mungkin nanti aku bisa sekalian melihat Raffa di laboratorium.

"Eh, lo Ines kan?", seseorang menghampiriku saat aku dan Dian baru beberapa langkah keluar dari kelas. Aku memperhatikan perempuan yang baru saja berbicara denganku ini. Aku mengenali wajahnya sebagai kakak kelasku tapi tidak mengenali namanya. Berdasarkan nametag di seragamnya, tertulis bahwa namanya adalah Carissa. Aku memperhatikan Carissa, mencoba mengingat apakah aku mempunyai urusan dengan perempuan ini. Tapi bagaimana pun aku mencoba untuk mengingatnya, rasanya aku tidak pernah berurusan dengan perempuan bernama Carissa ini.

Our WeddingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang