"aku masih ngantuk", katanya malas.

"Raffa, nanti kita terlambat! Ayo cepat bangun. Aku sudah buatkan susu dan roti", kataku masih berusaha untuk membangunkan Raffa dan tidak nyaman dengan pelukan Raffa.

"lima menit", katanya dengan lebih erat lagi memelukku. Sementara aku hanya bisa pasrah dalam pelukannya.

"semalam tidur jam berapa?", tanyaku padanya.

"jam dua"

"jam dua??", ulangku dengan sangat terkejut. Pantas saja Raffa kelihatan sangat mengantuk.

"hmm"

Aku menyandarkan kepalaku di dada Raffa dan menepuk bahunya secara perlahan, "lima menit saja", balasku.

Setelah lima menit, Raffa membuka kedua matanya. Menatapku dan tersenyum. Melepaskan pelukannya padaku. Dengan sigap aku turun dari tempat tidur dan merapihkan seragamku yang menjadi sedikit kusut.

"cepat mandinya, aku rapihkan buku kamu dulu", kataku sambil mengambil tas dan jadwal pelajaran miliknya. Sepuluh menit setelahnya, Raffa sudah memakai seragam sekolah. Aku menyodorkan roti dan susu coklatnya. Dengan cepat Raffa menghabiskannya. Lima menit sebelum gerbang sekolah ditutup, kami sudah berada di dalam sekolah.

Aku melihat ke sekeliling, memastikan tidak ada orang di parkiran mobil, "aku keluar duluan", baru saja aku hendak membuka pintu mobil, Raffa menahan lenganku. Aku mengangkat kedua alisku, bingung kenapa Raffa menahanku. Raffa mendekatiku dan mengecup keningku dengan lembut, "sampai jumpa di rumah, jangan lupa makan siang", pesannya sebelum aku keluar dari mobil. Keluar dari mobil, rasanya setiap langkah kakiku dipenuhi dengan bunga-bunga yang bertaburan. Aku melangkah dengan sangat perlahan menuju kelas. Suara bel masuk pun, terdengar bagaikan bunyi lonceng merdu di telingaku.

*

*

"Nes, pulang sekolah nonton yuk. Butuh penyegaran nih", serbu Dian ketika aku masuk ke dalam kelas. Wajahnya seperti berbinar-binar menunggu jawabanku.

"hmm. Nonton ya?", kataku sambil berpikir. Memang sudah lama aku tidak jalan bersama Dian bahkan untuk sekedar nonton. Lagipula, ada film bagus yang sedang ditayangkan. Ditambah lagi, Raffa akan pulang telat seperti kemarin.

"boleh deh", jawabku sambil tersenyum riang. Langsung saja aku mengirimkan pesan untuk meminta izin pada Raffa dan langsung pula mendapatkan balasan bahwa Raffa mengizinkanku untuk pergi.

Pulang sekolah, aku dan Dian langsung menuju XXI yang tidak terlalu jauh dari sekolah. Sesampainya di sana, aku sangat terkejut melihat kak Dewa yang sepertinya memang sedang menunggu kami. Dia menunjukkan 3 tiket film pada kami.

"sorry ya Nes, sebenarnya gue diajak kak Dewa", jelas Dian padaku. Dalam hati aku merutuk Dian yang seenaknya saja merencanakan ini semua. Setelah berkali-kali aku bersusah payah menolak semua ajakan Dewa?

Ponselku berdering. Raffa. Aku mencelos.

Bagaimana bisa Raffa selalu menelponku saat aku dalam keadaan yang sulit seperti ini?

Aku menjauh dari Dewa dan Dian, menerima panggilan Raffa.

"kamu sudah sampai di XXI?", ujar Raffa di ujung telepon.

"udah"

"syukurlah, aku lagi nunggu anggota OSIS buat rapat", ujar Raffa lagi.

"kamu mau nitip sesuatu ga?", tanyaku pada Raffa.

"titip hati kamu aja deh", balasnya sambil tertawa namun sanggup membuatku terdiam.

"eh, ada yang dateng. Aku tutup telponnya ya, take your time"

Our WeddingDär berättelser lever. Upptäck nu