4. Pembokat di Tahun 1989

385 28 0
                                    


Pagi-pagi di sekolah, Danial dan kedua kawannya sudah berdiri di depan kelas Alga dan Julian untuk menagih janji, alias meminta uang jajan Alga dan Julian. Alga dan Julian yang sempat berpandangan meragu itu tak tanggung-tanggung mengeluarkan uang jajan mereka.

"Jul... nanti uang lo di masa depan gue ganti, ya! Pokoknya, dengan jumlah yang lebih banyak deh!" bisik Alga.

Julian membalas bisikan tersebut, "Ah, sudah, ikhlaskan saja!"

"MENGAPA KALIAN BISIK-BISIK?" bentak Danial.

"T-tidak... ini jatahmu hari ini" ujar Julian sambil memberikan beberapa uang receh pada Danial. "Itu sudah termasuk dengan uang Alga!"

Danial manggut-manggut kegirangan. "Baiklah. Dan untuk kau, Alga!"

Alga menekuk alisnya, melihat ujung jari Danial yang sudah di depan matanya, bagai ingin ia gigit sampai patah.

"Ikut aku ke kantin! Pesankan kami makanan dan bawakan nampan makanan dan minumanku juga teman-temanku! Lalu semirkan sepatu kami sampai bersih!"

"HEH! ITU BANYAK BANGET! LO PIKIR GUE BABU, APA?" bentak Alga.

"Memang kau babuku, bukan?" jawab Danial. Kemudian ia dan kedua temannya tertawa terbahak-bahak. "Ayo cepat!" Danial dan kedua temannya beranjak pergi.

"Gue duluan ya, Jul!" ujar Alga pada Julian. Raut wajahnya terlihat penuh ratap.

Julian hanya bisa diam saja saat itu. Pun Danial sudah memenangkan taruhan yang dibuat oleh Alga tersebut. Jadi Julian tidak bisa membantu Alga. Kalau tidak, ia akan bernasib sama dengan Alga. Lagipula, Alga juga sudah melarang untuk menolongnya tadi malam saat belajar bersama. Sehingga untuk saat ini, Julian hanya bisa pasrah dan berharap bahwa Alga akan baik-baik saja di tangan Danial.

Di kantin sekolah yang sederhana itu, Alga harus repot membawakan tiga nampan yang berisi satu mangkuk makanan dan satu gelas panjang minuman yang sama pada masing-masing nampan. Semua nampan itu tersusun rapih pada kedua lengannya. Walaupun ia harus kelimpungan membawa ketiga nampan tersebut, namun Alga tidak menyerah. Semua orang yang memperhatikannya, membuka jalan lebar-lebar agar Alga memiliki celah untuk berjalan menghampiri Danial dan kawan-kawannya di ujung sana.

Sedangkan dari ujung meja kantin, Danial dan kedua temannya itu hanya bisa menertawakan Alga yang kerepotan membawa ketiga nampan tersebut.

"Hey! Cepat sedikit! Perutku sudah lapar!" teriak Danial.

Ingin rasanya Alga melempar semua mangkuk-mangkuk ini pada kepala Danial dan kawan-kawannya. Ia sangat malu diteriaki seperti itu. Sebagian orang di kantin menertawakannya. Tapi tidak dengan Pertiwi.

Dari kejauhan, Pertiwi bisa menyaksikan bagaimana repotnya Alga menahan beban yang lumayan berat dan berjaga-jaga supaya nampan-nampan itu tidak berjatuhan. Tanpa pikir panjang lagi, Pertiwi pun menghampiri Alga.

"Alga!" Panggil Pertiwi. Alga berhenti melangkah. Pertiwi sampai di hadapannya, "Mari kubantu!"

"Gak usah, Pertiwi. Makasih. Lagian, sebentar lagi, gue juga bakal nyampe kok!" Alga melanjutkan langkahnya.

Pertiwi ikut berjalan bersama Alga. Untuk jaga-jaga kalau Alga lalai dan menjatuhkan nampan-nampan yang berisi beberapa mangkuk dan gelas tersebut. "Ini untuk Danial dan teman-temannya, ya?" tanya Pertiwi

"Iya" kata Alga sambil hati-hati membawa nampan.

Beruntung, Alga sudah tiba di meja makan Danial. Pertiwi membantu menurunkan nampan-nampan yang berisi makanan dan minuman itu ke meja. Semua tersusun rapih.

KALA (FINISHED)Where stories live. Discover now