Romantika 09

674 46 10
                                    

Tugas terakhir untuk mencintaimu adalah menahan diri supaya tidak menghubungi kamu kembali.

💔

Aku tidak tahu mengapa akhir-akhir ini cengeng. Dulu aku punya kamu untuk berkeluh kesah. Tapi saat aku ada di titik terendah itu dan menyadari bahwa aku sendirian--tidak memiliki kamu lagi--tangisku pecah.

💔

"Jadi, Cantik tidak benar- benar pacaran dengan Pak Roma?"

Aku mengangguk, tanpa menoleh ke wajah tampan Mas Raka. Aku sibuk menonton film terbaru yang diperankan Arez--yang baru saja Mas Raka download.

Iya. Tahu, kok. Sadar diri jika akhir-akhir ini aku cengeng dan lebih sensitif. Aku juga merasa ini bukan diriku ketika menangis sejadi-jadinya hanya karena kemarin—Roma pamit.

Aku bahkan memaksa Mas Raka supaya men-download film terbaru Arez. Maklumlah, Mas Raka itu hacker dunia perfilman. Awal belajarnya tentu saja ketika ia membuka blokiran situs film panas dari luar negri. Biasalah, sarjana IT. Jago coding pastinya.

"Mampus lo, Can. Makanya jangan baperan. Dilla aja angkat tangan waktu lo ngeluh tentang Pak Anugrah."

Ah Mas Raka. Lagi-lagi menyebut satu nama dan membuatku sedih. Tapi di sisi lain, pertemanan aku dan Mbak Dilla hanya satu pihak.

"Bukannya Mas Raka yang minta aku buat buka hati untuk Pak Roma? Atau jangan-jangan, Mas Raka ya yang nyuruh Pak Roma buat deketin aku?"

"Yang itu beneran bukan gue, Can."

"Jadi Pak Roma datang sendiri karena kemauannya? Atau Mas Veron? Dia yang paling kesel 'kan waktu aku salah-salah mulu kerjanya gara-gara mikirin Pak Anugrah?"

"Tuh 'kan. Benar dugaan saya, kalau dulu kamu tidak fokus karena Anugrah."

Aku menoleh, menemukan Mas Veron dan membuatku buru-buru mematikan layar laptopku yang sedang melangsungkan adegan kissing Arez dan lawan mainnya.

"Hehehe.... Mas Veron."

Mas Veron duduk di bangku Mas Raka. Cowok itu segera undur diri saat menerima telepon dari HRD HR bagian produksi. Akhir bulan ini, perusahaan Mas Veron harus ekspor ke USA. Tas brand Alexander sudah harus launching bulan depan.

"Roma jarang sekali mau menoleh ke arah wanita, Can. Roma itu teman kuliah saya di New York, jadi saya sudah tahu betul bagaimana sifat Roma dan seluk beluknya."

Iya sih. Waktu aku sama Pak Roma, banyak gadis cantik berseliweran, tetapi Pak Roma paling andal dalam menjaga pandangan.

"Bukan kecantikan yang bikin dia tertarik, tetapi ketika dia sudah tertarik dengan satu hal, Roma tidak akan melepaskannya sampai dapat."

"Roma itu anak yatim piatu yang tinggal di panti asuhan ketika berusia 13 tahun. Beruntung ia diasuh oleh orang kaya, selama ini ia belajar dengan giat dan bekerja dengan keras agar tidak mengecewakan orang tua angkatnya."

"Tapi kalau dia bekerja dengan giat. Nggak mungkin, dong dia keluyuran kesini meninggalkan pekerjaannya?"

"Itu tandanya, dia punya tujuan yang lebih besar dari pekerjaannya. Saya nggak bisa cerita banyak. Yang pasti Roma bukan sosok yang modus."

*

Tujuh hari tanpa Roma, aku merasa ada yang hilang. Padahal seharusnya tidak apa-apa, saat terakhir kali bertemu kamu dulu, An. Aku justru merasa masih memiliki rasa itu terhadap kamu.

Tetapi, tujuh hari tanpa Roma yang biasanya datang menghampiriku dan menawarkan banyak kebahagiaan, aku merasa kosong. Tidak ada yang menggangguku di saat waktu luang, tidak ada yang menggangguku ketika makan siang.

Aku melihat ponselku, berharap ada pesan masuk dari nomor tidak kenal yang kuharap itu Roma. Tetapi sepertinya itu merupakan kehaluan sejuta umat manusia.

Roma sibuk, sangat sibuk hingga melupakanku. Tetapi aku tidak mau memanjakan ego lebih dari seharusnya. Semoga saja, Roma sedang melakukan pekerjaan yang jauh lebih penting.

Roma Januar Dalton.

Aku menekan tombol searching di Google. Biasanya millyader terkenal namanya akan masuk di pencarian google.

Tapi, uh.... Tidak ada. Aku bersyukur Roma tidak seperti millyader di Wattpad yang setiap tindakannya selalu dipaparkan pada media.

Seperti kamu, Roma tidak memiliki media sosial apapun. Padahal seharusnya aku yang tidak memiliki media sosial karena aku yang phobia kaca. Sementara kalian rupawan, pasti lebih mudah jalan hidupnya untuk mencari jodoh.

Ketika sedang kacau seperti ini, aku mulai membuka laptop dan mendengarkan musik. Barangkali saja timbul ide untuk menulis. Tapi, notifikasi dari ponselku berbunyi.

Vania : Jangan-jangan kalian jodoh. Roma dan Cantika = Romantika.

Wina : Cie Cantik.... Gue doain semoga memang jodoh.

Vania : Pusing gue denger lo curhat perkara Pak Anugrah, udah jelek, tua, galak, beraninya macem-macem sama temen gue.

Aku tersenyum tipis setelah membaca grup 'BH Merah', grup berisi kegilaan kami bertiga—aku, Vania, dan Wina. Kamu memang sudah begitu lama, An.

Ini bukan hanya tentang melepaskan kamu yang telah bersama Reya. Tetapi juga upaya aku bahagia setelah kamu pergi. Ini tentang aku yang mengiklhaskan kamu dan menemukan hal baru.

Ketika aku memutar lagu berjudul Menunggu Kamu dari Anji, itu sebuah lagu yang kamu kirim dulu. Sayangnya itu hanya sebatas lagu. Kamu tidak pernah datang, An. Kamu tidak pernah menjemputku pulang.

Jadi—aku meraih bola kristal kecil dengan pasangan tuan putri dan pangerannya di dalam bola itu, aku membunyikan musiknya hinga salju-salju di dalam sana berjatuhan.

"Kamu dimana, Roma? Aku bukan sekedar rindu, aku butuh kamu."

----

Jangan lupa vote dan komentar ya, 🙂🙂🙂

With Love,
Ay

RomantikaWhere stories live. Discover now