[33] Almost

735 49 0
                                    


Thirty Three::

Almost...

***

"Cepat, Nadith!!"

Nadith segera mempercepat langkahnya. Meskipun dimata Doris, itu bukan lah langkah yang cepat. Entah sudah berapa kali, Doris teriak mengeluarkan kalimat 'Cepatlah Nadith'. Ahh. "Iya ayah!" Balas Nadith menarik kedua kopernya dengan jengkel. Dia pikir liburan ini akan panjang, sangat panjang. Kenyataannya, bahkan belum mencakup 24 jam.

Cukup lama ia menarik koper itu, hingga akhirnya kedua koper menjengkelkan itu sudah berada di bagasi mobil yang di bawa oleh Pak Jay, orang kepercayaan Doris yang mendadak menjadi supir keluarga Oliver.

"Gimana liburan nya, neng?" Tanya Pak Jay.

"Yaa kali. Bukan liburan pak, cuma mampir bentar doang. Kayak ke toilet." Jawab Nadith.

Keluarga Oliver sudah pulang dari L.A dan mendarat di pukul 04.34 PM.

"Ma, buruan. Entar ke malaman." Ujar Nadith. Segera ia masuk kedalam mobil dan menyandarkan dirinya di kursi empuk itu. Dimainkan nya ponsel di tangannya. Tak lupa, earphone ia pasang ke kedua telinga nya. Memutarkan beberapa lagu klasik. Se-klasik kisah hidupnya. *ea

Seperti biasa, jalanan selalu dipenuhi lautan kendaraan. Waktu tidak bisa lagi berkompromi dengan para manusia yang sedang mengejar deadline apapun. Terus saja berputar ke kanan, dan langit pun mulai menunjukkan kelabunya. Cahaya pun tak jauh beda, meredup.

Mendung.

Satu persatu air turun ke bumi. Menjadikannya hujan yang cukup deras, meskipun tak se-deras air mata seorang manusia lemah yang sedang merindukan seseorang untuk berada di sampingnya.

"Nathan, Seperti nya kau sangat menyukai kedua bocah itu?" Tanya Jemson tanpa menoleh, matanya tetap fokus memperhatikan jalanan yang tampak tidak lenggang. Hingga akhirnya terjebak dalam kemacetan, dan hujan.

"Hhh. Mereka mengingat kan ku, terhadap masa kecilku. Bintang adalah Nadith, dan Starla adalah aku. Sadar bahwa dia tidak sempurna, tapi Bintang memberikan kesempurnaan untuk Starla." Ungkap Nathan.

Mendengarnya, Jemson terharu. Lengan kirinya menggapai pucuk kepala Nathan dan memberikan sebuah usapan lembut. "Ingat ya Nathan. Aku selalu ada untukmu."


***


Hujan turun. Jalanan untuk menuju ke rumahnya macet. Terpaksa mobil Doris ikut berpartisipasi untuk memeriahkan kemacetan kota Jakarta.

Menunggu jalanan lenggang, ditemani air hujan yang terus membasahi kaca luar mobil. Membuat embun-embun di kaca dalam menjadi mainan jari jemari Nadith. Berbagai macam pola terbentuk di sana. Ia mengulanginya terus-terusan.


"Nadith. Sepertinya ini akan lama. Kau belum makan dari tadi, apa kita mampir sebentar ke restoran atau tempat makan?" Usul Naura.

"Hem. Aku tahu tempat makan dekat dari sini, tapi bukan restoran."

Naura tampak menimbang-nimbang. Dan akhirnya menyetujui. Segeralah Nadith mengambil dua payung yang sudah tersedia di bagasi mobil. Doris menepikan mobilnya. "Dimana Nadith?"

"Disana, Ma." Tunjuk Nadith kesalah satu rumah makan di pinggir jalan. Rumah makan yang sering di kunjungi oleh nya bersama Nathan, sekaligus mengingat kannya akan peristiwa Lomba Adu Panco antar wanita yang di menangkan oleh dirinya.

For You, NathanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang