||||||||||||||
Ini sudah pagi, dan pagi-pagi begini gue udah di kelas yang orang-orang nya sudah pada sibuk, udah kayak dipasar jualan sayur sama chilli, ngurusin pekerjaan rumah Matematika- Minat yang belum selesai, maklum IPA. Dan cara ampuh buat selese-in PR itu. Yah, begini,
"Eh, gak usah nyontek-nyontek!" Teriak Thania kesal.
"Mana kertas gue, omg to the hello, lo yang sumputin kertas gue kan, balikin! Gue mau kumpulin!" Teriak Ririn.
"Tunggu, Rin. Gue lagi nyalin."
"Nomor dua puluh apaan isinya, Di?"
"Gak usah di isi! Gue belom." Teriak heboh Didi.
"Gila lo ya, ntar minus 100 bro!"
"Gak usah soal nilai, hidup gue aja udah penuh ke minus-san!"
"Cepetan wuy, gue mau kumpulin tuh tugas!!" Teriakku mengitari ruang kelas ini.
"Kumpul yang lo aja situ, gak liat apa kami lagi sibuk!"
XII IPA 3! Bukannya dengerin gue, malah dilawan. Lo dimarah guru killer itu, tau rasa lo. Ya udah. Gue gak peduli, gue kumpul duluan, gue tunggu penyesalan kalian nanti. Hu. Gak asik.
And now, bel berkicau kembali. Gue ngeliat bangku sebelah gue gak ada tanda-tanda kehidupannya alias kosong. Kemana Nathan? Mumpung Bu killer itu belum masuk, gue manfaatin tuh waktu untuk ngejalani petualangan gue: Looking For Nathan. Gue keliling kelas-kelas, tapi hasilnya nihil. Apa lo gak masuk?
Tiba-tiba tanpa hujan badai dan petir, seorang adik kelas memanggil nama gue. Dia bilang kalo kakak Nadith Oliver dipanggil ke ruang BK karena telah melakukan rencana pembolosan. Dan gue terkejut, apa-apaan ini? Gue cuma keluar kelas buat cari Nathan, bukan keluar sekolah. Gua rasa bapak BK itu salah. Salah paham.
Aku berjalan malas, untuk mencapai ruang BK yang tampak sangat jauh dari mataku. Tak lama, aku sudah duduk di kursi BK dengan Pak Sem dihadapanku. Dan itu dia, Nathan Jems.
Nathan, dengan gaya urak-urakan. Seragam yang tidak di masukkan ke dalam celana. Kancing baju terbuka, pamer kaos putih di dalamnya, rambut yang menutupi dahi, dan---bau rokok. Kalau Pak Sem percaya sama argumentasi Nathan nanti. Pak Sem kelewatan.
"Nadith, apa kamu tahu kenapa kamu dipanggil?" Tanya Pak Sem, aku menggeleng.
"Kamu yang telah menyusun rencana pembolosan di jam sekolah, bersama Nathan, benarkan?" Tanya Pak Sem sengit.
Pembolosan? Ini tidak lain dan tidak bukan, kerjaan Nathan. Andai saja jeritan hati gue bisa terdengar.
"Gak, pak. Saya dari tadi dikelas, bahkan saya tidak melihat--" Penjelasanku terpotong.
"Ngeles, Nadith pak. Saya ingat dengan jelas, Nadith bilang, dia tidak mau masuk pelajaran dan mengajak saya bolos, tapi biar gak ketahuan, dia minta saya bolos lebih dulu, dan nanti disusul oleh dia." Penjelasan 'tanpa fakta' di ucapkan oleh Nathan. Mendengar itu, darah gue rasanya udah mendidih dan siap meluncur lewat ubun-ubun.
Errrgh. Ekstrem lo ya. Lo gak mau kena sendirian, karena cuma gue satu-satunya temen lo yang gampang di tipu, jadi lo buat jebakan batman biar gue ikutan kena. Iya kan, pasti!
"Ingatan kaya kaset kusut gitu, mana mungkin pak, bapak tahu sendirikan, dia murid yang paling gak banget di sekolah ini."
"Kita buktiin aja, lo bilang lo dari tadi di kelas kan, coba kita cek ke kelas, gue inget lo udah kasih tas lo ke gue."
KAMU SEDANG MEMBACA
For You, Nathan
Teen Fiction[Completed] Kisah sebuah persahabatan antara Nadith Oliver dan Nathan Jems. Tempat tinggal mereka berdekatan, alias tetangga, serta bersekolah di sekolah yang sama. Tak ayal, setiap hari bahkan setiap jam nya mereka habiskan waktu bersama-sam...
