HOPE (chapter 10)

2.2K 35 10
                                    

chapter 10: Tentang hujan

Sandy Putra Rakhsan : Selamat ulang tahun, Cha. Semoga semakin dewasa nggak kaya anak kecil teruuus, semoga dilimpahkan rezeki jugva dan selalu dalam lindungan Allah SWT

Simpel. Klasik. Ucapannya kurang lebih sama dengan orang-orang yang mengucapkan ucapan selamat atas kelahiranku. Mungkin itu ucapan selamat biasa, namun menurutku itu sebuah ucapan selamat yang sangat spesial.

“Baru diucapin waktu sore, ya. Hehe,” Dian terkekeh

“Iya, nih,” aku menguncir rambut panjangku “Gapapa kok, asal dia udah ngucapin juga gue udah bersyukur”

Dian menyenggolku dengan sikutnya “Halah, tapi ada rasa kecewa sedikit, dong? Usaha terjaga di malam hari gagal deh”

Aku menoleh menatap matanya yang berujung lancip dan sedikit naik kemudian memberinya sebuah strawberry kecil yang kemarin mama beli di supermarket “mau strawberry, Dian?”

Ia menunjukan wajah kesalnya “ih, Ocha! Jauhin strawberrynya, ih!”

Aku tertawa kecil, sudah kuduga. Awas saja kalau ia bertingkah kurang ajar lagi, akan kuberi strawberry satu kardus hingga ia menangis.

“Gimana kencannya?” Tanya Dian dengan nada menyelidik.

Aku tertegun lalu menoleh manatapnya sambil menyunggingkan senyuman “manis. Tapi kami nggak kencan”

“Kenapa? Bukannya begitu? Atau batal?”

Aku menggeleng “Hubungan kami, tidak jelas. Pacar? Bukan. Kalau disebut kencan? Bukankah itu dilakukan oleh sepasang manusia. Sepasang, berarti dua orang. Kemarin sih gue jalan bertiga”

“Setan,” Ia tertawa kecil “Siapa?”

Aku menunjuk seorang gadis bertubuh sedikit pendek dariku dengan badan yang lumayan berisi. “Hai” Sapanya

“Dyah?” Dian menyenggolku “wah, seru, dong. Ada setannya?”

Aku menggeser tubuhku agar Dyah bisa duduk disampingku, namun ia malah menimbrung ditengah, ia duduk diantara aku dan Dian. Pantat besarnya memaksaku dan Dian untuk menggeserkan tubuh.

“Ada yang senang nih,” Katanya sambil membetulkan kacamata minusnya.

Aku menyeringai, mengingat hari indah kemarin.

Aku, Dyah, dan kak Sandy (yang sengaja nama Dyah kuletakan di “tengah”) pergi ke salah satu mall yang terletak di kawasan Jakarta Utara. Tadinya aku mau mengajak teman-temanku yang lain. Tapi mereka semua tidak bisa datang, dan hanya Dyah saja yang bisa. Sebenarnya Dian juga bisa, sih.  Tapi dia menolak ajakanku karena ada Vino ikut datang membawa kekasihnya. Tadinya sih begitu. Tapi ternyata Vino dan kekasihnya tidak jadi ikut karena alasan yang tak jelas. Entah karena apa. Aku bersyukur, sedikit. Setidaknya aku tidak mengeluarkan uang lebih untuk mentraktir mereka.

Akhirnya hanya bertiga saja. Bodohnya Dyah memberitahu beberapa hal yang harusnya tak diketahui kak Sandy. Pertama, ia memberitahu kak Sandy bahwa aku masih menyimpan sms dari lelaki berbibir ‘memble’ itu sejak bulan Mei tahun kemarin. Kedua, ia bilang bahwa hari ini aku gugup setengah mati. Ketiga, Dyah bilang pada kak Sandy kalau aku sempat menangis karena diacuhkan sewaktu aku ulang tahun, juga usahaku untuk tetap terjaga menjadi sia-sia. Keempat, dia tahu aku sering melukis wajahnya di kertas dan kanvas. Dan masih banyak hal-hal yang tak seharusnya kak Sandy ketahui.

“Pas lagi pesan makanan, si Ocha malah ngeledek kak Sandy. Gila!” Gumam Dyah dengan tawa kecilnya.

Ya, aku ingat. Saat itu aku memanggil nama Dyah lalu kututupkan wajahku dari samping dengan menu agar kak Sandy tak melihatnya. Aku menirukan gaya bibirnya ketika bicara, namun kak Sandy malah menarik menu itu, sehingga wajah jelekku terlihat olehnya.

HOPEWhere stories live. Discover now