HOPE (chapter 8)

2.4K 39 2
                                    

chapter 8 : Aku-hujan-kamu.

“Kak, Ocha boleh minta tolong?” Tanyaku pada kak Sandy melalui telepon

“Boleh.”

“Nanti pas pulang bisa anterin, nggak? Kakakku lagi nggak ada dirumah, dia pergi ke Semarang untuk beberapa hari. Oh iya, Ocha telepon kakak minjem HP punya Dian, Ocha nggak ada pulsa buat telepon ke rumah bilangin tukang ojek langganan. Mau naik bajaj juga kurang duitnya.”

“iyaa iyaa ngerti kok, nggak usah dijelasin sedetail itu.”

Aku tersenyum malu “hehe... yauda kalo gitu”

“Habis sholat jum’at ya.”

“Iya, makasih ya...”

Aku mengakhiri panggilan itu lalu memberikan ponsel Dian padanya. Seperti biasa, senyum lebar yang mengembang menghiasi wajahku.

Aku menoleh pada Dian “Thanks banget Dian”

Dian tersenyum tipis sambil mengangguk “urwel”

Dari kejauhan Dyah memberikan sebuah isyarat padaku, tak lama setelah itu Rahmah muncul dari belakangnya. Dengan cepat aku membuka sebuah kotak dari kantung plastik.

“Happy birthday, Rahmah!” Teriak kami begitu Rahmah datang ke tempat yang kami pinta, dibelakang sekolah sebelah masjid, hampir nggak ada orang yang kesini karena disini nggak ada apa-apa selain semak-semak dan pohon-pohon.

Sekarang hari Jumat, Rahmah ulang tahun. Kami kesini seusai sholat jumat karena masjid disekolah pasti tadi dipakai untuk sholat jum’at. Aku memilih tempat ini karena menurutku disini tempat yang cukup sepi dan orang akan mengabaikan ke-berisik-an kami disini.

Sontak Rahmah terkejut dengan suara besar sahabatnya.

“Aaaaaaah, makasih banget yaaaa! udah gue duga bakalan dikasih cake begini deh” Gadis berpipi chubby itu tersenyum lebar dan terlihat bahagia

Dyah melangkah maju mendekati Rahmah “yaudah, kita-kita nih udah ngasih cake buat lo. Sekarang bisa dong traktirannya”

Rahmah tertawa “idih idih, nggak ikhlas dong ngasih cakenyaaaa...”

Dengan cepat aku menanggapinya “apa sih yang nggak ikhlas buat lo. Kami ikhlas kok, cuma yaaa... yang ulang tahun sih tahu diri aja” Tanggapku sembari mengerlingkan mata.

Lagi-lagi Rahmah tertawa, aku memegangi cake itu dengan sejuta kecemasan yang melanda. Perasaanku nggak enak.

“Potong kuenya dong!” Pinta Dinda

Dyah memberikan pisau kue, lalu Rahmah memotong-motong cake itu asal-asalan.

“Mau dikasih ke siapa yang pertama?” Tanyaku.

Rahmah menyeringai “Eluuuu!” Dengan cepat Rahmah melempar sepotong kue itu ke wajahku sampai mengenai rambut dan jaketku.

“Rahmaaahhh!!” Teriakku, tak lama setelah itu Dyah, Dinda, Dian, dan Puji berhamburan menghindari serangan maut Rahmah.

Aku langsung membalas Rahmah dengan melemparkan kue tadi padanya. Wajah Rahmah penuh krim cake, jilbabnya kotor, bajunya juga terkena krim. Tak mau kalah, aku dan Rahmah melemparkan cake tadi pada Dinda, Dyah, Dian, dan Puji.

“Udah! Udah!” Sergah Dyah begitu aku mengacak-acak rambutnya dengan sentuhan krim manis yang berminyak “Mau pulang nih!”

Aku tertawa “heh, mau pulang dalam keadaan begini?”

Diantara yang lain, Rahmah yang paling kotor. Dan yang paling sedikit terkena cake itu Dinda, dia memang gesit untuk menghindar, namun tetap saja rambut tipisnya terkena krim cake. Dan iapun terus mengoceh tentang perawatan rambutnya yang sedang ia jalankan.

HOPETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang