chapter 2: OH

3.4K 64 2
                                    

Sudah beberapa minggu sejak peristiwa singkat itu berlangsung. Sampai sekarangpun aku belum punya nomor teleponnya. Namun kak Sandy sepertinya sudah tahu perasaanku karena setiap ia melintasi kelasku, teman-temanku mulai meneriakki namanya dengan keras.

Aku baru sadar, yang kutahu dari dirinya cuma nama dan kelasnya saja, oh, juga ekskulnya. Hanya itukah sebatas kemampuanku? Cuma memandangnya dari kejauhan dan menyebut namanya lirih dalam harapan. Berharap kau dapat kumiliki sepenuhnya.

Setelah tiga bulan memandangnya dari kejauhan saja, Rahmah mendapatkan nomor telepon kak Sandy dari teman satu ekskulnya. Aku senang. Seharusnya aku langsung sms, tapi... Malu, tentu saja. Aku tipikal perempuan pendiam cenderung introvert. Ditambah lagi dulu aku pernah phobia terhadap lelaki karena sejak dulu anak-anak lelaki menjahiliku terus sampai aku menangis.
* * *
Teriakan para gadis dan lelaki yang begitu bersemangat begitu memekakkan telingaku, dari kejauhan aku melihat bola yang melambung begitu tinggi lalu bola itu jatuh dengan perlahan sampai bola itu menyentuh permukaan bumi dan ditendang oleh lelaki bertubuh kurus.

Sekolah kami sedang mengadakan perlombaan futsal antar kelas, pemenangnya akan mendapatkan piala, perlombaan ini dilaksanakan setiap hari senin sampai jum’at sepulang sekolah. Aku sendiri tidak tahu kenapa diadakan perlombaan begini.

“Cha, lo dari tadi disini?” Tanya salah satu teman sekelasku “Nungguin dia?”

Aku mengangguk, wajah lelaki itu terlihat kaget.

“Tadi kita pulang sekolah jam 11, kak Sandy main jam 5. Lo masih disini?!.”

Akupun mengangguk untuk kedua kalinya dengan senyum tipis.

“Gapapa.” Balasku. Lelaki itu hanya menggelengkan kepalanya dan pergi begitu saja. Bosan... Akhirnya kuputuskan untuk membuka sebuah jejaringan sosial, Facebook.

Kak Sandy menulis status?!

Sandy Putra Rakshan : futsal ga ya?

Batinku berperang, apakah harus mengomentari statusnya atau tidak. Tapi sebelumnya kubaca komentar-komentar disitu. Banyak perempuan yang menanyakan apa yang terjadi, tapi tak satupun dibalas. Sementara seorang lelaki bertanya, ia baru membalas kalau ternyata kakinya sedang sakit—entah karena apa.

Kukeluarkan keberanian besar.

Zahria Kaesha Qadira: Semangat, ka

Aku menghela napas, tak kusangka aku benar-benar membalas statusnya. Aku kembali ke beranda lalu melihat pemberitahuan baru lagi... ‘Sandy Putra comment his status’

Sandy Putra Rakhsan : @Zahria: masih diusahain, makasih ya

Tak kusangka ia akan membalasnya, duh, kenapa aku begini senang? Padahal ia hanya membalas komentarku saja? Tunggu, apa dia tau kalau aku itu Ocha? Zahria Kaesha Qadira memang nama asliku, entah mengapa teman-teman memanggilku Ocha karena aku suka teh hijau.

Diam-diam aku tersenyum, pipiku memerah. Hanya sebaris komentar saja sudah bisa membuatku senang.

Tak lama setelah itu aku mencari sosok kak Sandy yang menurutku harus sudah sampai karena sudah pukul 5 lewat dan pertandingan sudah selesai, kini giliran kelas kak Sandy-lah yang bermain. Aku terus mencarinya, sampai pada akhirnya aku melihat sebuah motor berwarna merah melaju di pinggir lapangan, kupicingkan mataku sampai lelaki itu membuka helmnya.

Oh rupanya benar itu kak Sandy!

PRIIIT~

Suara tiupan pluit yang memekakkan telinga terdengar, seolah-olah keberuntungan sedang berpihak pada kak Sandy, karena ia datang sangat sangat tepat waktu! Ia berlari dari tempat parkir motor menuju lapangan, aku juga ikut duduk di pinggir lapangan. Aku tak sabar melihat pertandingan ini.

HOPEWhere stories live. Discover now