Bab 10 - Gerak Cepat

4.9K 620 6
                                    

     Cinta butuh perjuangan, katanya begitu. Demikianlah yang kini tengah dilakukan oleh Arbie. Setelah meninggalkan kantor tepat ketika jam pulang tadi, sampai membuat Tita mengernyitkan kening padanya, Arbie sekarang terdampar di lobi gedung Faine kerja. Jarak kantornya memang tidak begitu jauh, masih di daerah yang sama.

     Rutinitas mengantar-jemput Faine telah dilakukannya selama satu minggu belakangan. Gadis itu awalnya memang sempat menolak, ketika akhirnya motor miliknya telah selesai diperbaiki. Namun, dengan sedikit bantuan Kafin, Arbie berhasil meminta—kalau tidak mau disebut memaksa—agar Faine bersedia duduk manis di sisinya dalam perjalanan menuju kantor.

     Arbie memejamkan mata seusai membalas pesan Faine. Beberapa saat yang lalu gadis itu menghubunginya, mengatakan bahwa masih akan melanjutkan pekerjaan-yang-entah-apa karena diminta bosnya. Salah satu sudut hatinya merasa terganggu dengan fakta bahwa bos yang dimaksud Faine adalah Steve.

     Beban dalam hati Arbie sedikit berkurang ketika lebih dari setengah jam kemudian ia melihat sosok Faine keluar dari dalam lift. Gadis itu melangkah tergesa, meninggalkan Diana yang tampak kebingungan. Di belakangnya, mengekor sosok Steve.

     "Faine!" panggil Arbie. Tungkainya melangkah lebar-lebar mengikis jarak yang ada. Dua manusia tersebut menatapnya dengan pandangan serupa: terkejut. Bedanya, Steve tampak tidak senang.

     "Udah selesai kerjanya? Mau makan dulu atau langsung pulang?" tanya Arbie begitu tiba di depan Faine. Ia beralih menatap Steve. "Oh, maaf," ia memasang wajah terkejut, "saya nggak sopan. Perkenalkan, saya Arbie, calon suaminya Faine." Ia mengulurkan tangan, mengabaikan Faine yang membelalak padanya.

     Arbie tidak mempedulikan kalimatnya yang terkesan sangat-enggak-banget. Mungkin jika Tita mendengarnya, temannya itu akan habis meledeknya sebagai laki-laki yang posesif. Selama bukan Faine yang melabelinya dengan kata itu, Arbie tidak keberatan.

     "Saya Steve—"

     "Atasan aku," sela Faine. "Saya pamit duluan ya, Mas Steve. Permisi." Ia meraih lengan Arbie, kemudian bergegas menarik lelaki itu untuk hengkang dari sana.

     "Aku enggak keberatan sih kalau kamu mau terus ngegandeng tanganku," kata Arbie setelah beberapa saat mengekori Faine.

     Tersadar, Faine menjauhkan tangannya. "Sorry," ucapnya kikuk.

     Sudut-sudut bibir Arbie terangkat. Tangannya terulur. Kini, tautan bukan lagi lengan dengan lengan, tapi antara jari-jemari. "Aku enggak keberatan," ulang Arbie pada Faine yang memandanginya terkejut. "Aku barusan cuma mau bilang, sebelum kita makin jauh, mobilku diparkirnya di arah yang berlawanan."

     Semburat merah perlahan muncul di pipi Faine. Hal tersebut membuat senyum Arbie makin menjadi. Dengan pelan ditariknya Faine agar mengikuti langkahnya. Sesekali ia melirik tautan tangan mereka, serta Faine yang memalingkan wajahnya.

     "Kalau nikahan kita dimajuin, kamu keberatan enggak?"

***

     Menghembuskan napas dengan berat, Faine menatap kembali pada cermin di depannya. Seketika itu juga bidang pandangnya dipenuhi oleh seorang gadis yang mengenakan gaun warna putih. Lekuk tubuh bagian atas gadis dalam cermin tersebut tercetak jelas. Kedua lengannya dibalut bahan brokat yang memanjang hingga pergelangan. Leher jenjangnya sedikit tertutupi oleh kerah tegak dari bahan yang sama. Dada hingga pinggangnya ditutupi oleh kain satin. Bahan yang sama dijadikan rok yang memanjang hingga menutupi ujung kakinya.

     Faine menghela napas. Kontras dengan gaunnya yang memikat, wajahnya tampak kuyu. Matanya menyorot hampa pantulan dirinya di cermin.

     Harusnya, setelah beberapa kali berurusan dengan Arbie, Faine paham bahwa lelaki itu tidak pernah main-main dengan kalimatnya. Entah bagaimana, pernikahan mereka yang seharusnya digelar enam bulan lagi, mendadak dipangkas jadi seperempatnya. Faine yang sejak awal menyerahkan semuanya pada Arbie, benar-benar tidak paham bagaimana lelaki itu melakukannya.

It's Always Been You [Selesai] [Telah Terbit di Haebara Publisher/Haeba Group]Where stories live. Discover now