14

672 135 12
                                    

3 weeks later...

Aku berjalan menyusuri lorong rumah sakit. Sesekali tangan kananku yang menggenggam satu ikat mawar putih membenarkan letak bunga-bunga itu. Tidak. Jangan tanya mengapa aku membeli bunga-bunga ini, aku hanya kepikiran dia saat dijalan tadi. Jadi aku membelinya. Tidak salah kan? Tentu tidak.

Tangan kiriku membuka pintu kamar rawatnya. Mataku langsung tertuju pada Kara yang tengah terbaring disana. Matanya masih saja tertutup. Padahal, dia sudah tidur selama 3 minggu. Atau bahkan lebih. Aku sampai bertanya-tanya, apa dirinya tidak lelah tidur?

"Hi, Kar. Masih ingin terus tidur, ya?" sapaku seraya mengganti bunga-bunga dari rumah sakit yang sudah melayu. Setelahnya, aku menarik kursi untuk mendekat kearahnya.

Aku menghela nafasku pelan. "I don't know why, but i miss you, Kar," tanganku menggenggam tangannya erat. "sejauh ini tidak ada yang menyakitimu kan, Kar? Lea tidak ada menghampirimu kan?"

Dia hanya diam.

Hanya deruan nafas yang terdengar. Ruangan ini begitu sepi. Dan mati. Aku tidak suka.

"Kara bangun. Don't you miss Abi? Or me?"

Tidak dapat dibendung lagi, air mata berhasil lolos. Aku menangis.

Astaga, mengapa aku begitu cengeng?!

Aku teringat sesuatu. "Kemarin, aku datang kerumahmu untuk memberitahu ayahmu. Aku bilang padanya bahwa kau masuk rumah sakit dan kau koma. Aku juga bilang padanya tentang diagnosa dokter tentang penyakitmu. Dan apa kau tau reaksinya apa?"

Aku diam sebentar untuk mengatur nafasku. "Dia bilang, aku tidak perduli. Dia mati sekalipun aku tidak akan perduli. Malah, aku meminta sama Tuhan jika memang Dia ada, untuk mencabut saja nyawa gadis tidak berguna itu. Rasanya saat itu juga aku ingin melayangkan pukulan padanya. Aku tidak percaya bahwa seorang ayah tega mengatakan hal bejat seperti itu. Sebenarnya ada apa dengan kalian, Kar?"

Dia hanya diam tidak menjawab.

Sama sekali tidak ada jawaban.

Aku menghela nafasku--lagi. Aku tidak kuat dengannya yang seperti ini. Aku merindukan dirinya yang dulu. Walaupun yang dulu juga sama pendiamnya tapi rasanya berbeda.

Aku takut.

I'm afraid that i'll lose her soon. I'm not ready yet.

"I want to sing a song for you. Semoga, dimanapun kau sekarang, kau dengar ya."

Aku meraih gitarku yang memang sengaja kutaruh disini untuk menghilangkan rasa bosanku. Lalu, tanganku mulai memetikkan senar-senar gitar itu. Dan, aku mulai bernyanyi.

Breathe deep, breathe clear
Know that I'm here
Know that I'm here
Waitin'

Stay strong, stay gold
You don't have to fear
You don't have to fear
Waitin'

Setiap kata yang kuucapkan, aku menangis. Ya Tuhan, mengapa aku begitu cengeng?

I'll see you soon
I'll see you soon

How could a heart like yours
Ever love a heart like mine?
How could I live before?
How could I have been so blind?

You opened up my eyes
You opened up my eyes

Aku berhenti untuk mengatur nafasku yang tidak karuan. Segukan demi segukan keluar dari mulutku.

Sleep sound, sleep tight
Here in my mind
Here in my mind
Waitin'

Come close, my dear
You don't have to fear
You don't have to fear
Waitin'

I'll see you soon
I'll see you soon

Aku menangis sambil bernyanyi. Dadaku terasa sesak.

Hold fast hope
All your love is all I've ever known

Hold fast hope
All your love is all I've ever known

How could a heart like yours
Ever love a heart like mine?
How could I live before?
How could I have been so blind?

You opened up my eyes

Aku berhenti bernyanyi. Seraya memeluk gitar aku menangis.

Aku diam dan memikirkan hal-hal yang tidak kunginkan. Lalu, aku tersadar ketika mendengar bunyi nyaring dari alat pendeteksi detak jantungnya.

Terdiam dan mematung. Dua kata itulah yang mewakiliku ketika melihat garis lurus itu.

Ya Tuhan...

Aku langsung berteriak nyaring memanggil dokter ataupun suster. Kudekap tubuhnya erat, memanggil namanya berkali-kali dan juga dokter ataupun suster.

Tidak ada yang datang, dengan tergesa aku keluar untuk memanggil para suster.

Ya Tuhan...

Tubuhku langsung ditarik keluar oleh salah satu suster. Ia menyuruhku untuk menunggu diluar.

Tidak. Aku tidak suka menunggu disaat-saat yang menegangkan seperti ini.

Aku memberontak. "Aku tidak mau keluar! Aku ingin selalu berada disampingnya!"

"Sir, you need to wait outside. She'll be fine. Kami akan melakukan yang terbaik," dan setelah mengatakan itu, sang suster menutup pintu kamar rawat. Meninggalkanku yang tengah terdiam dengan derai air mata dan tubuh yang bergetar dibalik pintu.

Aku tidak ingin kehilangan untuk yang kedua kalinya.

Tidak saat aku mulai mencintainya.

***

APA YANG GUE TULIS YA ALLAH.

INI ABSURD BANGET KAN! Keliatan banget gue mempercepat alurnya. 😂

Semoga abis part ini gue publish, gak ada yang kapok baca ya.

Dont forget to leave your vote and comment guys!

Cigarette || c.hWhere stories live. Discover now