5

1.6K 256 20
                                    

-Author Pov-

Lelaki berambut hitam itu memakirkan mobilnya kemudian turun seraya membuka payungnya. Hujan mengguyur paying hitamnya. Air mata turun dari kedua pipinya seraya melihat makam kakak perempuannya. Sudah 3 tahun semenjak kakaknya itu meninggalkannya seorang diri-walaupun ia masih memiliki kedua orang tua yang lengkap, hidupnya tetap terasa sepi dikala kakaknya pergi untuk selama-lamanya.

Nama lelaki itu Calum, Calum Thomas Hood. Seorang lelaki superstar di sekolahnya. Seorang bassist di bandnya. Seorang lelaki tampan yang digilai para wanita.

Dan, seorang lelaki yang tidak bisa membedakan mana cinta dan benci.

Baginya, kedua hal itu sama saja, tidak ada bedanya.

Pikirnya, jika memang kedua hal itu berbeda, mengapa kedua orang tuanya yang katanya begitu mencintai anak lelakinya itu malah lebih memilih pekerjaannya dan sibuk dengan kerjaan mereka masing-masing dan melupakan Calum begitu saja. Jika memang kedua hal itu berbeda, mengapa kakak perempuannya, Mali, yang katanya begitu mencintai adik lelakinya itu malah lebih memilih untuk bunuh diri dan meninggalkannya sendiri untuk selama-lamanya bukannya tetap bertahan bersamanya melewati dunia kelam ini.

Dan baginya, kedua hal itu sama saja.

Perasaannya mati rasa.

"Mali.." panggilnya lirih. Diusapnya kedua pipinya kemudian membuang payung hitamnya. Dia tidak perduli jika hujan akan-sudah pasti-membasahi tubuhnya. Dia memeluk erat batu nisan kakaknya, "Aku merindukanmu. Tapi, kau tidak kan." dia berhenti sebentar untuk menarik nafasnya dalam, "aku masih tidak habis pikir kenapa kau membunuh dirimu 3 tahun yang lalu? Dan aku juga tidak habis pikir, semenjak kepergianmu, mom dan dad semakin jadi sibuknya, aku merasa sendiri disini, aku merasa terasingkan. Kalian bilang, kalian mencintaiku. Tapi ternyata? Memang ya, love is a bullshit." Bukannya berhenti, air mata Calum terus-terusan berjatuhan, "Aku tidak tau apakah aku harus membenci kalian atau mencintai kalian. Aku bahkan tidak bisa membedakan kedua hal itu sekarang."

"Aku sangat ingin menyusulmu disana, Mal. Aku tidak tau apa tujuanku bertahan didunia ini. aku tidak tau apa tujuanku untuk tetap tinggal didunia ini. I'm lost, Mal."

Calum melihat jam di tangan kanannya, kemudian menghela nafasnya. "I have to go, bye, Mali." Dia berdiri dari duduknya kemudian berlalu meninggalkan makam kakaknya.

Dan sekarang, dia harus memakai topengnya kembali.

Disisi lain...

Kara mengusap makam kembaran lelakinya, Samuel. Air mata terus-terusan berjatuhan dikedua pipinya. Dia sangat merindukan kembarannya itu. Baginya, Samuel adalah segalanya. Baginya, Samuel adalah kakak sekaligus sahabat untuknya. Dulu, Kara sering kali mencoba untuk menghabisi nyawanya sendiri, namun, Samuel lah yang akan menahannya kemudian memeluknya. Namun, kemudian apa? Malah Samuel lah yang membunuh dirinya sendiri.

"Sam, how are you there? I miss you so much." Ucap Kara lirih. Dia mencoba untuk mengusap kedua pipinya namun tetap saja air matanya seakan tidak ingin berhenti. "Langit pun sama sepertiku, merindukanmu. Sehingga langit sedari tadi tidak henti-hentinya menangis. Sama sepertiku," dia mencoba untuk bernafas normal, tapi ia tidak bisa.

"Aku masih bertanya-tanya dengan diriku sendiri, mengapa kau membunuh dirimu, Sam? Tak tau kah kau, semenjak dirimu memutuskan untuk pergi selama-lamanya, ayah dan ibu bercerai, kemudian ibu meninggalkanku sendiri bersama ayah. Bukannya perlakuan baik yang kudapat dari ayah, tapi, malah aku sering mendapatkan caci-maki maupun pukulan tanpa kuketahui apa sebabnya dia melakukan itu. Sam, apakah dia masih pantas untuk kupanggil seorang ayah?" sekali lagi, Kara mencoba untuk bernafas normal tapi nihil, ia tetap tak bisa.

Cigarette || c.hWhere stories live. Discover now