TUJUH

805 75 4
                                    

07

.


Waktu menunjukkan pukul setengah delapan. Bel sekolah telah berdering dan kami—para murid baru yang harus menjalankan MOS—harus berkumpul di tengah lapangan. Hari ini adalah MOS kedua kami, yang artinya kami semua harus menjalankan MOS selama dua hari lagi.

Di hari kedua MOS ini kami dilatih baris-berbaris oleh anggota PASKIBRAKA Global High dengan didampingi oleh masing-masing PJ kelompok. Kebetulan aku dan Kanya berada pada satu kelompok yang bernama Panu. Kebetulan lagi PJ kelompok kami adalah Tere. Ya, dia adalah Tere yang sama dengan Tere yang mencoba menghukum kami kemarin. Dia juga Tere yang sama dengan status pacar Romeo Alexander.

Tere sangat menyenangi posisinya sebagai PJ kelompok. Dia dengan sikap seniorintasnya yang tinggi sering mendikte semua anak baru, bahkan saat Tere merasa haus, ia akan menyuruh salah satu dari kami untuk membelikannya minum. Jika ada yang membantah, orang tersebut akan dihukum.

Beruntungnya aku adalah teman Kanya. Ia tidak bisa berbuat semena-mena padaku karena ada Kanya. Kanya selalu membelaku jika Tere mencoba menyuruh-nyuruhku atau pun mengerjaiku. Aku berterima kasih cukup banyak kepada Kanya untuk semua yang ia lakukan, walaupun lebih besar rasa tidak enakku kepada anggota kelompok lainnya yang diperlakukan tidak baik oleh Tere.

Kami diajarkan cara disiplin dan beberapa gerakan dalam baris-berbaris, seperti perintah hadap kanan, hadap kiri, serong kanan, serong kiri, balik kanan, hingga jalan di tempat. Tidak terasa matahari semakin naik dan waktu istirahat tiba.

Kak Seto yang mengajari kami baris-berbaris dan merupakan salah satu anggota PASKIBRAKA Global High memberi aba-aba kepada kami untuk membubarkan barisan. Setelah itu, kami sudah boleh beristirahat.

Aku dan Kanya langsung berteduh di bawah salah pohon rindang sambil duduk lesahan.

"Untung hari ini enggak sepanas kemarin," kata Kanya.

"Kamu haus?"

"Haus banget. Ini sama rasanya kayak lagi puasa," jawabnya.

"Aku ada bawa air, kamu mau?" Aku menawarkan. Kanya menganggukkan kepalanya.

"Bentar ya, aku ambil dulu," kataku.

Aku bangun untuk mengambil tas karungku yang berada di salah satu bangku yang terletak di koridor. Setelah berhasil menemukan tas karungku yang tertumpuk di antara tas karung milik siswa lainnya, aku segera mengambil botol air yang selalu aku bawa kemana pun. Dari kecil ibu selalu membiasakan aku untuk membawa air, entah itu ke sekolah, atau saat jalan-jalan sekalipun. Beberapa temanku di bangku SMP sempat mengejekku karena mereka bilang aku seperti anak TK, tapi aku selalu tidak peduli. Menurut aku air adalah yang terpenting. Seseorang dapat bertahan hidup tanpa makan, tapi tidak bisa bertahan hidup tanpa minum.

Namun, saat aku melihat ke dalam tas, tasku terlihat kosong. Tidak ada botol bermotif panda di dalamnya. Tidak mungkin aku lupa membawanya, secara air adalah hal yang wajib aku bawa kemana-mana. Lalu, aku teringat kalau tadi pagi aku pergi pagi sekali karena ingin menemuia Beni dan buru-buru sehingga lupa membawanya.

Aku menghampiri Kanya kembali dengan tangan kosong. "Aku lupa bawa air ternyata."

"Yaudah enggak pa-pa. Kita beli aja," balas Kanya.

Aku perhatiin hari ini Kanya terlihat kurang sehat. Sejak tadi ia juga sering mengeluhkan kepalanya pusing.

"Aku aja yang beli," kataku saat melihat kondisi Kanya. "Kamu mau air apa?"

High School DisasterWhere stories live. Discover now