E M P A T

843 74 7
                                    

04

.


"Gila ya, emang mereka! Kita beneran mau dijadikan ikan asin apa?" Kanya dari tadi tidak berhenti mengomel.

"Mereka mah enak. Pada berteduh di bawah pohon, nah kita malah diberdiriin di tengah lapangan gini, tengah hari pula," kata Kanya, lagi.

Aku melihat ke seliling. Apa yang Kanya bilang itu benar sekali. Para senior yang merupakan para panitia MOS memilih berlindung di bawah pohon. Kalau pun mereka tidak berlindung di bawah pohon, mereka mengunakan topi dan payung untuk menghindari sengatan matahari.

"Mau gimana lagi? Kita enggak bisa protes 'kan? Kecuali kamu memang punya riwayat penyakit, pasti akan mendapatkan perlakuan spesial," kataku.

Kami memang ada diminta surat kesehatan dari rumah sakit. Siapa pun yang memiliki riwayat penyakit tidak akan dijemur seperti kami. Mereka diberi perlakuan spesial dengan berdiri di tempat yang sedikit teduh.

"Tere sama Aurin mana sih?" Kanya mulai kelihatan sangat kesal.

"Buat apa cari mereka?" tanyaku heran. Kanya kan tidak suka Tere sama Aurin, lalu kenapa sekarang malah nyari?

"Mereka kan sudah tahu gue adiknya Romeo. Mungkin salah satu dari mereka bisa memberikan gue perlakuan spesial juga."

"Kalau mereka memberikan kamu perlakuan spesial, berarti mereka ingin sesuatu dari kamu."

"Gue akan senang hati membantu mereka. Lagipula, sebentar lagi pasti Romeo akan mencampakkan mereka," kata Kanya tanpa belas kasihan.

Kalau sudah membahas tentang seberapa playboy-nya Romeo, aku tidak akan berkomentar dan aku tidak akan ikut campur. Aku sudah pernah bilang, aku tidak ingin terlibat pada orang-orang seperti itu. Itu berarti aku tidak perlu tahu mereka secara mendalam, cukup tahu siapa nama dan orangnya saja, tidak akan pernah lebih.

"Mohon perhatiannya!" Seseorang berteriak dengan mengunakan toak. Aku, Kanya, dan anak-anak yang lain kembali menghadap ke depan.

"Sekarang kita pecah kalian menjadi beberapa kelompok dan gue akan memberi kalian masing-masing PJ. Nanti kalau kalian mau bertanya-tanya atau perlu sesuatu bisa minta langsung ke PJ kalian masing-masing, mengerti?"

Semua orang dengan serentak menjawab, "Mengerti, kak."

"Bagi yang namanya gue panggil, boleh ke depan." Lalu, ia mulai memanggil satu per satu nama dari kami untuk memecah menjadi beberapa kelompok.

Aku mendengar Kanya kembali mengomel. Dia sangat kesal karena pembagian kelompok ini akan memakan waktu yang lama. Ada begitu banyak murid baru, hampir mencapai tiga ratus orang. Berarti waktu kami di panggang akan lebih lama lagi.

Kanya menyengol lenganku. Aku mengerjapkan mata dan menatap dia. Kanya langsung memasang wajah cemberut. "Elo enggak dengarin gue ya?"

"Emang kamu ngomong apa?"

"Yaampun, Rasi, gue uda ngomong panjang lebar dan elo enggak dengar?!"

Aku mengelengkan kepala pelan. Kanya terlihat sangat kesal padaku.

Aku benar-benar tidak fokus pada apapun. Aku hanya ingin fokus pada panggilan nama. Aku hanya tidak ingin melamun, lalu saat namaku dipanggil aku tidak dengar, sehingga para senior akan dengan senang hati memarahiku.

"Maaf," kataku.

Kanya mengibaskan tangan ke udara. "Yaudah nggak pa-pa."

Aku kembali melihat ke depan. Cowok itu yang sedang memegang toak terus menyebut nama-nama orang bergantian tanpa jeda. Lalu, aku teringat sesuatu. Aku menoleh pada Kanya dan bertanya, "Kamu bilang salah satu dari mereka adalah ketua OSIS kita yang sekarang 'kan?"

High School DisasterWhere stories live. Discover now