Kebahagiaan tertunda

30.4K 3.6K 406
                                    

Rajidan keluar dari perkarangan rumahnya. Dan meninggalkan ibunya yang sedang menatapnya dengan senyuman mengembang.

"Maafin aku Ma," Rajidan merasa berdosa sekali menunggalkan ibunya. Namun, kehidupannya bukan terkungkung pada ibunya sendiri.

Masih ada teman, ayah, bahkan ibu tirinya yang harus diurusinya. Rajidan menyalakan mobilnya dan melaju membelah kebingaran jalan pada saat itu.

***

Setelah lima belas menit mengendarai mobil dengan kecepatan sedang, Rajidan akhirnya sampai pada tujuannya. Dengan bergegas, ia membuka pintunya. Dan masuk kedalam salah satu tempat yang enggan sekali dia kunjungi.

***

"SURPRISE.." Teriak beberapa orang saat pintu terbuka dan lampu menyala.

Mereka menyiapkan pesta ulang tahun untuk sahabat mereka. Dengan perhiasan sederhana namun meriah, mereka menghadiahkan ini untuk teman kesayangan mereka.

Namun, betapa terkejutnya mereka, saat yang datang bukanlah teman mereka. Melainkan, pemilik rumah yang lain.

Ayah serta ibu tiri teman mereka. Menatap mereka dengan tatapan membunuh.

"Mau apa kalian kesini ?" tanya si pemilik rumah dengan nada angkuh.

"Gini om.." saat si teman ingin menjelaskan niatnya, si ayah pemilik rumah malah menatapnya dengan tatapan membunuh.

"Ga perlu kamu jelasin lagi, kalian itu perusak, sama kaya dia." Ucap wanita di samping si pemilik rumah. Dia ibu tiri dari teman mereka.

"Santai Tan. Kita ke sini baik - baik. Bahkan, ini rumah sah milik Rajidan, bukan Tante maupun Om." Salah satu teman dari anak pemilik rumah ini berseru dengan nada menantang.

Si ayah pemilik rumah ini maju selangkah mendekati teman anaknya ini.

"Berani kamu nentang istri saya ?!" Dia sedikit meninggikan suaranya.

"Saya gak nentang dia kok, Om. Tapi dia bukan Tuhan kan yang harus saya patuhi? Ini negara bebas, dimana semua orang bisa menyuarakan aspirasinya. Jadi kalau ga terima, bisa pindah aja ke negara lain. Jangan di Indonesia. Pelakor kadang ga bisa di terima di sini." Si teman anaknya ini berkata dengan nada tenang. Bahkan nada kemarahan tak ada di dalam suaranya hanya ejekan remeh menatap si ibu tiri temannya ini.

Si ayah hanya menatapnya tak percaya. Antara malu dan marah yang tercampur, si ayah berjalan mendekati teman anaknya itu dan menatapnya dengan tatapan membunuh.

"Salah om? Atau bener?" tanya teman si anak tanpa rasa takut.

"Beraninya Kamu..!" Teriak si ayah dengan acungan tangan hendak menampar.

'PLAKK'

Tamparan menuju pipi mulus si teman anaknya ini. Dengan kekehan besar teman si anak menatap ayah temannya itu.

"Segini aja om? Perasaan Om cowo, kok pukulannya kaya Mami saya mukul ya?" tanya anak lelaki itu dengan remeh. Ayah temannya menatapnya geram.

"Lemah ya om. Makanya gampang ke tipu." Sambungnya lagi yang membuat geram si ayah temannya itu.

Tangannya sudah melayang hendak meninju anak temannya itu.

'Hap'

"Jangan pernah sentuh teman saya, jika anda tak ingin melihat kematian anda disini." Ucapnya dingin. Si teman menatapnya dengan kaget.

Tak menyangka atas pembelaan dari temannya yang baru saja datang.

"Rajidan.." lirih si temannya itu.

The SomvlakTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang