Kacau

34.9K 4K 228
                                    

Rajidan menyimpan surat tersebut ke dalam kantung celananya. Dan mulai memasuki kelasnya untuk menimba ilmu guna membangun masa depannya.

***

'Kring kring'

Bel pertanda keluar main pun berkumandang. Mereka semua malah duduk manis di kelas. Tapi, Rajidan mengajak semuanya untuk pergi ke kantin.

"Ayo lets go, dede bayi dah ga sabar makan bakso mang Aryak." Ucap Aidan sambil mengusap perutnya.

"Gua ga ikutan. Kalian deluan aja," ucap Attariq sambil tersenyum simpul.

"Lu mau ngapain?" tanya Devan dengan tatapan bingung. Pasalnya, salah satu makhluk diantara mereka yang paling bersemangat ke kantin adalah Attariq. Namun Attariq malah enggan untuk beranjak dari kursi kerasnya itu.

"Gapapa, kalian duluan aja. Gua ga mau makan, masih kenyang." Attariq langsung mendorong pelan Aidan serta yang lain untuk pergi kekantin.

Mereka semua akhirnya pergi. Dan Attariq pun beranjak menuju suatu tempat. Sedangkan yang lainnya, menuju kantin untuk mengisi kekosongannya.

"Ayo dimakan. Kita harus pura - pura bahagia, butuh banyak tenaga." Ucap Rajidan ketika menyajikan makanan kepada teman - temannya. Yang di bantu dengan bibi kantin.

"Makasih ya Bude cantik." Ucap Aidan sambil mengedipkan matanya centil.

"Ah, mas Aidan buat Bude malu nih," ucap Bibi kantin yang biasa di panggil Bude Mar.

"Gua rasa, kakak gua masih cantik, ngapa lu berganti aliran jadi suka Bude Mar?" tanya Devan dengan kernyitan dahinya.

"Ye, itukan sebagai bentuk terimakasih Aidan." Ucap Aidan sewot.

"Banyak bergaul sama Attariq, makin sengklek idup lu dan." Ucap Devan sambil menggeleng - gelengkan kepala tampannya.

"Sesungguhnya, Setiap masalah pasti selalu dilimpahkan kepada yang tak bersalah. Masyallah teman." Ucapnya dengan gelengan kepala.

"Curhat mulu, lama - lama pecah telinga gua." Ucap Devan sewot. Entah kenapa, akhir-akhir ini Devan malah suka marah-marah.

"Yah, sayakan cuma ngomong. Ngapa kamu sewot? Masalah?" tanya Rajidan sepertinya terpancing.

Aidan hanya diam melongo, bingung antara bercanda atau berkelahi.

"Mulut lu kaya cewe. Itu masalahnya," ucap Devan yang membuat Rajidan sedikit lagi terpancing emosinya.

"Maksud kamu apa?" Rajidan mulai berdiri dari kursi tempatnya duduk dan menatap Devan tajam.

"Mulut kaya cewe, ragu gua kalo lu beneran nakal dulu." Tandas Devan.

'Bughh'

"Jaga ya mulut kamu itu. Ga pernah di ajar nyokap bokap huh ?!" Rajidan melihat Devan dengan sengit.

Aidan yang melihat Devan terkapar akhirnya sadar bahwa Rajidan dan Devan benar - benar serius.

"Woi udah - udah. Mo jadi jagoan kalian? Malah berantem kaya ga punya etika. Kata bunda gua, mengutarakan isi hati boleh, keterlaluan jangan. Sekarang minta maap," Aidan melerai keduanya. Dan sama saja, mereka hanya saling menatap sinis satu sama lain.

"Dia lemah, ga pantes gua temenin!" Ucap Devan dengan tatapan sinis.

"Dia banci, ga pantes saya salimin!" Rajidan pun membalas perkaan Devan tak kalah sinisnya.

"Kalian ini kenapa sih?!" Aidan yang bingung duduk perkaranya hanya menatap mereka tak mengerti.

"Tanya aja temen lu tuh!" Mereka berkata serentak. Aidan yang mendengar hanya melongo.

The SomvlakTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang