Part 1

68 11 0
                                    

~Reyna

Aku memejamkan mataku. Menahan semua perih dihatiku. Walau aku tahu, bukan aku yang mengalaminya, namun rasa perih yang ia rasakan, akan aku rasakan juga.

Aku menghapus air mataku yang tak kusadari sudah mengalir jatuh ke pipiku. Menahan isak tangisku agar tak terdengar oleh siapapun.

Aku diam. Bangkit dari tidurku sambil mengusap sisa air mataku di pipi. Meletakkan ponselku diatas bantalku dan melangkah menuju dapur. Rasanya aku ingin sekali minum coklat panas sekarang ini.

Saat sampai di dapur, aku bertemu dengan Bunda yang juga sedang membuat coklat panas. "Hay, Rey." sapa Bunda.

Aku tersenyum ke arah Bunda. "Hay Bunda." ucapku sembari menuangkan bubuk coklat ke gelas.

Bunda terdengar berdeham. "Mata kamu kenapa, Rey? Habis nangis?" tanya Bunda memperhatikanku.

Baru saja aku ingin menjawab, seseorang datang mengacaukanku. "Palingan juga habis baca cerita yang baper-baper, Bun. Dia kan cengeng, cuma baper sedikit saja udah menangis. Si gadis cengeng." ucap orang itu sambil menjitak kepalaku. Aku mengaduh kesakitan. Mulutku mengerucut cemberut ke arahnya.

"Biarin, aku ini yang cengeng. Bukan kak Reno." aku menjulurkan lidahku ke arahnya. Dia semakin menjitakku. Dan aku semakin mengaduh kesakitan.

"Ehh, kalian ini. Udah malam masih aja bertengkar. Kamu sendiri, Reno. Mau ngapain ke dapur? Bunda kira kamu udah tidur." lerai Bunda.

Kakakku menghentikan jitakkannya itu di kepalaku. Melangkah ke arah meja makan untuk duduk disebelah Bunda. "Hehh Cengeng, buatin coklat panas dong!" ucapnya. Aku mencoba tak mengacuhkannya. Membiarkannya yang pasti nanti akan lebih parah dari ini.

"Eh, gak denger lagi nih anak. Buatin kak Reno coklat panas, Reyna." ucapnya lagi. Aku tak mendengarkan ucapannya. Berjalan duduk di samping Bunda yang masih kosong.

"Argh.. Nyebelin banget sih. Pura-pura gak denger. Sok."

Aku tak mempedulikan ucapannya lagi. Menyeruput coklat panas milikku sambil menahan tawa.

"Reno, buat coklat panasnya sendiri. Jangan ribut, udah malem." ucap Bunda menghentikan kekesalan kak Reno.

Dalam hati aku kembali tertawa. 'Hahaha, emang enak dimarahin. Nyebelin sih.' ucapku dalam hati.

Ia bangkit dari duduknya dan menghampiriku. Tangannya kembali menjitak kepalaku, dan melangkah menuju meja dapur.

Aku mengaduh kesakitan. Rasanya ingin sekali aku menjitak kepalanya balik. Tapi aku selalu mencoba bersikap sopan pada kakakku yang menyebalkan itu. "Dih, kenapa ngejitak coba? Gak jelas." ucapku berteriak ke arahnya dengan nada suara yang terdengar sewot.

"Siapa suruh gak buatin coklat panas. Bikin orang naik darah." ucapnya tak kalah sewot dariku.

'Menyebalkan' ucapku dalam hati. Aku menyeruput coklat panasku lebih cepat. Rasanya semakin menyebalkan jika aku harus berlama-lama di sini dan pastinya aku akan terus melihatnya.

Selesai aku menghabiskan coklat panasku, aku melangkah menuju kamarku. "Rey, udah mau tidur?" tanya Bunda padaku saat aku ingin menaiki tangga.

"Iya, Bun. Sudah mengantuk. Plus males liat muka kak Reno." jawabku asal.

Bunda yang mendengar ucapanku barusan terkekeh. Lain dengan si dia yang menyebalkan.

"Dasar aneh, banyak orang yang mau liat muka kak Reno tahu. Kamu malah gak mau liat muka kak Reno." teriaknya.

"Gak ada gunanya kak ngeliatin muka kak Reno. Cuma bikin muak doang. Aku mau jaga kesehatan aku dengan mengurang-ngurangin ngeliat muka kak Reno." ucapku balik berteriak dengan kekehan.

"Ehh, dasar. Kak Reno bilangin ke temen-temen kamu nih kalo Reyna itu si gadis cengeng." ucap Kak Reno balik.

Dalam hati aku benar-benar kesal padanya. Ingin sekali aku menghampirinya dan menjitaknya seperti ia menjitak kepalaku. Namun aku memilih untuk tak mengacuhkannya. Dari pada berurusan dengannya. 'Huh.. Dasar menyebalkan.' ucapku dalam hati.

***

Paginya, sekolah masih sepi. Aku memilih untuk berkeliling di taman belakang sekolah sebelum sahabat-sahabatku datang mengacaukan pagiku.

Di taman belakang, aku berkeliling melihat bunga-bunga yang terlihat indah hari ini. Kelopak-kelopaknya basah setelah semalaman hujan mengguyur.

Untungnya saja saat aku melihat-lihat bangku taman, ada satu bangku panjang yang sudah kering bagian ujungnya. Jadi aku bisa duduk di sana.

Suasana taman pagi ini sepi. Tak seperti biasanya. Mungkin karna semalam habis hujan, mereka lebih memilih berdiam di kelas dari pada merasakan dinginnya udara pagi. Namun, ada beberapa dari mereka memilih untuk datang ke sekolah lebih lambat.

Aku melangkah ke bangku panjang yang salah satu ujungnya itu sudah kering. Namun saat aku sedang melangkah maju ke arah bangku itu, seseorang merebut bangku itu. Hingga tak ada lagi bangku yang sudah kering walau hanya sebagian.

Rasanya jengkel melihatnya yang merebut bangkuku itu. Aku menghampirinya. Namun ia hanya menatapku sekilas. Padahal aku sudah menghadap ke arahnya. Tapi sepertinya ia menganggap kalau aku hanyalah angin lewat.

"Hm, maaf nih ya. Sebelumnya bangku ini udah gue lokit duluan. Tapi kenapa jadi lo yang duduk di sini?." ucapku menahan kesal.

Lagi-lagi ia hanya menatap ke arahku dan kembali fokus pada bukunya. Uhh.. Sangat menyebalkan orang ini. Sama seperti kakakku.

Merasa ia tak merespon kekesalanku, aku menundukkan kepalaku. Rasanya kesal namun pasrahlah yang kupilih.

Huh.. Aku menghela napasku. Membalikkan tubuhku dan bersiap pergi. Namun, baru selangkah kakiku bergerak, seseorang menahan tanganku.

***

The first story.. Ya, ini cerita pertama yang aku buat. Jadi maaf kalo ceritanya abstrak gak jelas banget..

Vote comment aja deh ya.. Smoga bisa lanjut part🙏 sampai ketemu di part berikutnya🙋

Sincero ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang