part 18 hukuman hari pertama

Comenzar desde el principio
                                    

"Wuiihh.. Masih marah ya? Udah dong Princess. Maafin Key," jawab Keina membujuk. Tangannya ia satukan sebagai simbol ucapan maaf. Keina mengedip-kedipkan matanya berusaha memelas.

"Nggak!" Utara berbalik arah menuju kelasnya. Rasa aneh di sekitarnya membuatnya semakin tidak nyaman.

Keina menghela nafas sambil mengedikan bahunya acuh. Ia berbalik hendak kearah lapangan dan 'bukk'.

"Ahh!"

Keina mendongak mendapati segerombolan anak yang sedang cengengesan setelah menumpuk kepalanya dengan bola. Ia menggeram sambil menyambar bolanya dan melemparkan ke lelaki yang masih tertawa terbahak-bahak.

"Mak lampir ngamuk!" lelaki itu beranjak lari menghindari Keina yang berjalan kearahnya. Dilihat targetnya kabur, ia beralih ke lelaki lainnya. "Woowooo! Slow down girl,"

"Siapa tadi yang lempar?" ucap Keina menantang yang dibalas dengan ekspresi seolah-olah mereka takut.

"Kayaknya bolanya deh yang terbang sendiri," sahut salah satu lelaki.

Lelaki disebelahnya menoyor kepalanya, "eh ipul! Lo kira ini Hogwarts? Anak mami pecinta Disney Club ya?" ejeknya menirukan suara donal bebek yang disembur tawa pecah dari teman-temannya.

"Udah Kei. Gimana mau dibilang feminin kalo kelakuan lo kayak gini," kata Aldo yang sedari tadi ikut tertawa dalam rombongan itu. Ia menarik Keina menjauh yang masih menodongkan tinjunya ke teman-teman Aldo.

"Lepasin Do. Kayak cowok gue aja lu ah!" kata Keina menepis tangan Aldo.
"Yee! kayak gue pede aja jadi cowok lo."

Mereka berjalan menuju lapangan yang sudah dipenuhi siswa. Mereka berhenti ketika berhadapan dengan seseorang.

"Eh, anak ilang ya?" panggil Aldo kepada seseorang.

lelaki yang merasa terpanggil menoleh ke  arah sumber suara. pakaian putih celana abu-abu seperti yang lain. tapi sangat menonjol bagian lambang segitiga di lengan kirinya yang berbeda dengan siswa lain yang seharusnya menggunakan lambang segilima.

"Upacara disini nggak enak. Panas!" kata seorang lelaki yang tengah menengadahkan tangannya menghalangi cahaya matahari menerpa langsung wajahnya.

Lelaki itu berjalan keluar barisan upacara sambil mengelap keringatnya yang mulai bergulir. "Eh, kemana lo? Diem disini!" Aldo mengancam dengan merentangkan salah satu tangannya.

Lelaki itu menepis tangan Aldo kasar demi menyelamatkan dirinya pergi dari lapangan panas itu. Ia berjalan membelok di ujung lorong pertama. Bagai sudah menghafal segala penjuru sekolah Raya Wasita, ia langsung masuk ke sebuah kantin yang paling dekat dengan kawasan kelas. Lelaki itu membantingkan badannya ke sebuah kursi panjang. "Bu Ras, es jeruknya satu, lontong Reza satu," teriaknya mengisi kesunyian di kantin Bu Rasih.

"Loh, nak Reza ngapain di sini?" tanya Bu Rasih sedikit memekik.

"Ah Bu Rasih. Emang Reza nggak boleh ke sini?" katanya membalas.

"Ya bukan gitu. Tapi kan nak Reza udah nggak sekolah di sini. Ntar nak Reza dimarah sama Bapak lagi loh," ucap Bu Rasih sambil meracik lontong yang sudah dihafal dengan Bu Rasih sebagai lontong Reza. Dengan sambal dan kuah yang banyak tanpa bawang goreng dan tanpa kul.

Mata Angin (UTARA)Donde viven las historias. Descúbrelo ahora