part 10

359 30 3
                                    

_____Dangerous Of Utara_____

_____@MusMusculus3______

Sore itu mentari terlihat semakin meredup, bersembunyi dibalik waktu yang terlalu enggan untuk berdetik sedikit lebih lamban. Gedung di ujung koridor itu bahkan tak lagi terkena sinar hingga terlihat meremang, apalagi ditambah suasana dalam ruangannya yang semakin tidak mengenakkan, jantung gadis itu berdetak sedikit lebih cepat dari biasanya.

Utara POV

"Darah-" Bibirku berucap lirih diiringi
senyumku yang lenyap ketika mataku benar-benar menangkap cairan kental itu menghiasi dinding dan beberapa buku. Tidak banyak, hanya bekas tepakkan seseorang yang baru saja duduk di sana. Aku yakin 100% dia adalah Gazafa Adiyatama, lelaki itu bahkan baru saja bangkit dari duduknya. Punggungnya masih terlihat dari rak buku tempat persembunyianku.

"Za?" Panggilku pada Gaza ketika aku memalingkan wajahku pada lelaki itu, menatapnya kemudian menyadari jawaban yang sesaat melayang-layang dalam fikiran. Sementara Gaza secepat kilat menoleh mendapatiku yang sudah tepat di belakangnya. Sekilas aku berfikir, apa dia benar-benar Gaza? Atau, hantu? Karena penampilannya terlihat tidak baik-baik saja. Gaza terlihat menyeramkan.

"Za, itu-" telunjukku terarah pada Gaza. bukan! Lebih tepatnya pada tengkuknya yang tidak terlalu jelas terlihat jika memandang tegak lurus di depannya. Sepertinya ia menangkap ceceran darah di dinding lewat sudut matanya, hingga ia berpaling sepenuhnya. Sampai saat ini ia tidak terlihat menampakkan keterkejutan, kukhawatirkan ia benar-benar hantu atau semacamnya hingga aku terfikirkan untuk mengambil langkah seribu menghindarinya. Tidakkah kalian tahu bahwa hantu menyukai waktu-waktu seperti ini? Tidak siang dan tidak malam.

Mencari jawaban yang tidak kunjung ia dapatkan dengan hanya menatap mata coklatku, akhirnya ia menyadari sesuatu lalu mengusap kepala bagian belakang dengan sisiran kecil dari sela-sela jari, sesaat Gaza terkejut melihat cairan kental itu adalah miliknya.

"Oh, aku berdarah" gumamnya saat tangan Gaza turun mendapati warna merah pekat yang mendominasi. Bau anyir menyerbak pada indra penciuman kami, membuat batang hidungku berkerut.

Iya, itu darah yang mengucur dari kepala Gaza dan hanya ia tanggapi dengan gumaman kekecewaan yang lebih tenang dari terkena duri. Di belakang telinga putih itu kini terlihat jelas aliran darah yang tidak lagi beredar di dalam pembuluhnya. Warnanya merah pekat, kental, dan aku tidak menyukai pemandangan seperti itu.

"Aku tidak mati Utara," Ujar Gaza dengan beberapa penekanan setelah melihatku hanya mematung diam seribu bahasa, membuatku mengerjap. Aku tau, ia memang tidak mati, tapi mungkin sebentar lagi ia akan mati.

"Itu kepala kenapa?" Tanyaku akhirnya.

Mungkin pertanyaanku kurang bermutu. Ia berbalik dan berjalan untuk mengambil buku yang tergeletak mengenaskan di lantai. Sampulnya sedikit robek karena pendaratanya cukup sadis. Mengacuhkanku hah?

"Gaza!" Bentakku dengan suara lebih meninggi dari sebelumnya. Anak itu berusaha mengacuhkanku lagi dengan pergi meletakkan buku itu di tempatnya.

"Berantem," Jawab Gaza santai membuatku menurunkan nafas yang kubuat untuk membentaknya lagi, sebelum ia menjawab kata-kata itu dengan entengnya. Sebenarnya berapa lama aku tidur hingga tidak mengetahui keributan? Lalu, berkelahi? Aku baru teringat bahwa murid di sekolah ini memang tidak bisa ditebak dengan mudah. Sulit kuwajari dengan begitu saja, tapi kurasa pilihan terbaik adalah mengikuti segala alur ceritanya, ini bukan waktunya untuk memecahkan rahasia.

"Nggak usah khawatir gitu, aku nggak papa," Ucapnya lagi. Apa aku menghawatirkannya? oh, tentu saja. Kuyakin semua orang pasti menghawatirkan hal-hal seperti ini, kecuali jika orang itu benar-benar tidak punya hati.

Mata Angin (UTARA)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang