I Wish (B)

5.5K 330 6
                                    

Stevan POV

Aku tidak ingin terus di sana, satu ruangan dengan lelaki tua itu. Selama ini aku berusaha keras untuk melupakan permasalahan kami di masa lalu seiring dengan usahaku melupakan wanita itu.

Laura Smith. Anak dari Lucas Nelson Smith, rekan bisnis yang kini aku tahu jika dia adalah keluarga dari Vanya. Gadis yang mulai mengendalikan duniaku.

Aku tak mengerti mengapa dunia begitu sempit. Mengapa aku harus selalu berurusan dengan keluarga itu.

Mobil ini ku pacu dalam kecepatan 120km/jam menuju villa keluarga yang berada di tengah hutan. Tempat yang selalu di kunjungi dulu bersama Mommy and Daddy saat masih utuh sebagai keluarga yang bahagia.

Sudah lama aku tidak datang ke sini, dan hari ini aku kembali ke sini dengan semua luka yang seolah terbuka lagi dan juga amarah yang rasanya tak dapat ku tahan lagi.

Namun menyadari adanya Vanya di sampingku, hatiku selalu tenang dan emosiku perlahan mereda. Meski rasa sakit itu tak dapat ku sembunyikan lagi.

Terlebih perkataan Lucas tadi. Sangat menohok hatiku. Aku marah pada diriku sendiri karena harus menyimpan fakta yang mungkin akan membuatnya benci padaku. Namun aku tak memiliki keberanian untuk menceritakannya setelah tahu bagaimana hidupnya sangat menderita dalam duka yang ia simpan sendiri.

Tempat ini masih sama seperti terakhir aku mengingatnya. Tak banyak yang berubah.

Pepohonan yang rindang dengan danaunya yang tenang.

Vanya hanya diam sambil memandangi danau ini.

Aku ingin sekali memeluknya. Aku ingin memeluknya agar diriku dapat lebih tenang lagi. Mengingat kehadirannya selalu menenangkanku, aku berharap dengan memeluknya dapat menyingkirkan semua perasaan yang tak ku mengerti saat ini. Begitu banyak hal yang ku pikirkan sehingga membuatku tak mengerti dengan perasaanku saat ini.

Sangat sulit untuk di artikan dalam kata kata.

"Katakanlah sesuatu" dengan semua keberanian yang ku miliki, aku ingin tahu apa yang di pikirkan olehnya sedari tadi.

"Apa kau marah?" Aku penasaran. Tapi dia sama sekali tidak bergeming. Tetap diam dalam pikirannya sendiri.

"Vanya..." kini aku mulai lelah dengan diamnya. Aku ingin mendengar suaranya. Biarkanlah dia marah karena semua ucapannku tadi. Biarkanlah dia memukulku kini karena menggenggam tangannya.

Biarlah dia marah, berteriak, dan memukulku. Karena itu akan lebih baik bagiku ketika melihat wajahnya kembali berekspresi dan mendengar suara yang menggetarkan hatiku itu.

Dia berbalik menatapku dengan tatapan sedih. Membuatku tak mengerti mengapa ada air mata di wajahnya.

"Jika kau benar menganggapku kekasihmu, maka bagilah duka itu denganku"

Vanya menyentuh wajahku dengan sangat lembut. Mengusapnya pelan dengan jarinya. Memberikan ketenangan yang dari tadi ku inginkan.

"Kau punya aku di sini untuk berbagi. Percayalah, aku tahu betapa dalam sakitmu itu"

Air matanya membanjiri wajah cantiknya. Tangisnya tertahan dalam isakan yang memilukan hatiku.

Aku menarik Vanya dalam pelukanku. Hal yang aku inginkan dari tadi. Tenang rasanya mendapati dia dalam pelukanku, membuatku merasa dia akan selalu ada untukku, meski nanti mungkin dia akan pergi jauh dari hidupku.

Membayangkan hal itu membuatku tak rela. Aku tidak ingin dia pergi, aku tidak akan membiarkan itu terjadi. Namun bagaimana jika Vanya tahu yang sebenarnya?

I Want You, Just You ✔Where stories live. Discover now