PART 16

5.3K 305 9
                                    

Authoor POV

Vanya ikut dengan Stevan kerumah pria itu. Sepanjang perjalanan, keduanya saling diam dan tenggelam dalam pikiran masing-masing.

Vanya sibuk mengatur detak jantung yang masih tak terkontrol sejak Stevan menciumnya dan di tambah dengan pernyataan yang mengejutkannya itu. Sementara Stevan diam memikirkan apa yang baru saja ia katakan pada Vanya.

Benarkah yang ku katakan tadi? Apakah hatiku sudah siap? - Batin Stevan.

Mobil Stevan berhenti di gedung tinggi seperti hotel berbintang. "Kita kemana? Kenapa tidak ke rumahmu?" Vanya penasaran kemana ia akan di bawa oleh Stevan, melihat kondisi sekelilingnya yang terasa asing.

Ballroom mewah menyambut mereka. Stevan dengan langkah panjangnya dengan cepat menjauh meninggalkan Vanya yang masih mencerna kondisinya saat itu.

Perasaan was-was mulai menghinggapi Vanya saat Stevan menariknya dan masuk ke lift. 30. Angka yang di pencet oleh Stevan.

"Masuklah"

Hal pertama yang Vanya lihat adalah pemandangan indah dari balik dinding kaca di depan sana. Pemandangan yang membuatnya tenang dan merasa nyaman.

Kediaman Stevan sukses membuat Vanya ternganga melihatnya. Luas dengan interior yang mewah. Berbeda dengan apartemennya. Batin Vanya.


"Apa... kau tinggal sendiri di apartemen ini" tanya Vanya.

"Penthouse" jawab Stevan membenarkan. "Dan ya aku tinggal sendiri" sambungnya.

Vanya menatap Stevan dengan tatapan menginterogasi. Matanya sedikit menyipit kemudian ia mengangkat satu alisnya.

"Lalu untuk apa kau bawa aku ke sini"

Stevan tersenyum miring melihat ekspresi Vanya.

"Ikut aku" Vanya mengikuti Stevan ke lantai atas dan memasuki sebuah kamar.

"Ini kamarmu, dan kamarku yang sana" Stevan menunjuk pintu yang berada tepat di samping kamar Vanya.

Vanya kagum dengan pemandangan yang ia lihat begitu masuk ke kamar yang di berikan Stevan padanya.

Ruangan minimalis dengan ranjang empuk yang cukup besar baginya. Dinding kaca yang membuatnya dapat melihat langsung pemandangan kota dari kamarnya.

"Mandilah dan istirahat"

Stevan menyadarkan Vanya dari lamunan panjangnya.

Setelah Stevan keluar, Vanya langsung membuka semua bajunya dan bergegas mandi.

Sebuah batheup berukuran sedang menjadi tempat Vanya membenamkan tubuhnya yang terasa letih itu, hingga dua puluh menit berlalu dan Vanya keluar dengan melilitkan handuk putih yang panjangnya hanya setengah dari paha mulusnya.

"Oh tidak! Aku lupa kalau aku tidak membawa apapun tadi" umpat Vanya saat menyadari jika ia tidak memiliki pakaian ganti.

"Bagaimana ini"

Ia tidak mungkin memakai lagi pakaian tadi. Keringat yang bercucuran seharian tadi tidak akan membuatnya nyaman karena lengket.

Setelah memakai pakaian dalam, Vanya memberanikan dirinya ke kamar Stevan untuk meminta baju pria itu.

Stevan yang mebuka pintunya karena mendengar suara ketukan terpaku melihat Vanya berdiri di depannya hanya mengenakan handuk pendek yang mengekspos paha mulusnya. Rambut yang di jepit keatas dengan sembarang memperlihatkan leher jenjangnya yang masih ada bulir bulir air. Membuatnya terlihat semakin sexy.

"Boleh aku pinjam bajumu? Aku tidak membawa apapun saat kemari" aku tersadar dari lamunanku dan berusaha membuang pikiran kotorku. Tidak!

Dengan susah payah Stevan menelan salivanya. Selama ia bersama Vanya, pria itu delalu berusaha menahan gairah yang menggebu gebu saat melihat gadis itu.

Stevan masuk kedalam tanpa mengatakan apapun, meninggalkan Vanya yang malu karena keadaannya saat itu.

"Pakailah ini" Stevan memberikan kaos putih miliknya yang tentu kebesaran pada gadis itu.

"Trima kasih" ucap Vanya singkat hendak kembali ke kamarnya.

Stevan menahan pergelangan tangan Vanya dan menariknya. Membuat keduanya kini saling bertatapan.

"Apa kau sedang mengujiku, sayang" Stevan mendekat dan berbisik di telinga Vanya.

Mata gadis itu membulat sempurna menangkap maksud Stevan.

"Jangan mengada ada! Ini semua ulahmu" Vanya mendorong dada bidang Stevan.

Stevan tersenyum jahil melihat pipi Vanya yang memerah. Ku rasa aku akan sering tertawa mulai sekarang. Batin Stevan.

Vanya menuju kamarnya dan di ikuti Stevan.

"Ke.. kenapa kau mengikuti ku? Keluar!!" Vanya berusaha mendorong Stevan yang berdiri tak jauh dari pintu dengan sekuat tenaga, namun lelaki itu sama sekali tidak bergerak, membuat Vanya kesal.

"Stevan keluar, aku ingin ganti baju"

"Gantilah. Aku akan menemanimu"

Vanya melotot marah pada Stevan. Membuat lelaki itu tertawa karena pipi Vanya yang memerah lagi.

Merasa percuma berdebat dengan Stevan, Vanya memilih mengalah dengan masuk ke kamar mandi untuk berganti pakaian, tak lupa ia mengunci pintunya dengan rapat. Bahaya jika pintu itu tidak di kunci.

Vanya keluar dari kamar mandi dan Stevan sudah tidak ada di sana.

"Syukurlah" Vanya merasa lega karena ia akhirnya bisa beristirahat dengan tenang.

Dengan damai ia menghempaskan tubuhnya ke ranjang dan menarik selimut sebatas dada, berusaha untuk terlelap dalam tidur.

Hari yang melelahkan dan mengejutkan. Vanya teringat pada percakapan mereka tadi.

"Kau miliku. Wanitaku. Tiada yang lain..."

"Jangan pernah berfikir untuk meninggalkan seperti ini lagi"

"Kau tidak boleh begini sebagai seseorang yang sudah memiliki kekasih"

"Begini bagaimana?"

"Ciuman..."

Vanya menggelengkan kepalanya, menghindari pikiran itu. Ia tidak mengerti mengapa Stevan tidak ingin dia pergi.

Yang Vanya tahu lelaki itu telah memiliki kekasih, dan Vanya tidak seharusnya merasakan hal aneh setiap kali bersama Stevan. Apa lagi berfikir untuk jatuh cinta padanya.

"Tidak Vanya!"

Sugestinya pada diri sendiri lalu berusaha tidur meski pikiran dan hatinya masih berkecamuk untuk dua hal yang berbeda tentang perasaannya.

---

(Di sisi lain)

"Aku bisa gila bila terus menahan ini semua"

Stevan terlihat frustasi dengan sebatang rokok yang terselip di jarinya.

Kini ia benar benar frustasi setelah kembali dari kamar Vanya. Dirinya menekan keras hasrat yang berusaha menguasai dirinya saat melihat Vanya yang hanya mengenakan handuk seperti tadi.

Sampai kapan ia bisa tahan tidak menyentuh wanita itu jika setiap melihat Vanya, jantungnya selalu berdebar dan iblis dalam dirinya selalu menggodanya untuk menerkam gadis itu.

"Damn, I can not hold anymore"

----------------------

See you next part readers. Sorry for typo and make you wait a long time..

Semoga kalian suka yah sama part ini. Aku harap kalian gk kecewa.

*kissmanja*

I Want You, Just You ✔Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt