PART 6

8.4K 379 13
                                    

"Aku tidak pandai mengutarakan rasa, tapi hanya dengan kalian disampingku, itu adalah kebahagiaan terbesarku. I miss you"

~ Vanya Stuart

Vanya POV

Aku baru akan membuka pintu mobilnya setelah berterima kasih, namun terhenti saat dia menarik lenganku.

"What?" tanyaku langsung menoleh.

"Boleh aku mampir ke apartemenmu? Aku memandang Stevan curiga. Mataku aku sipitkan dan alisku di kerutkan. "Untuk apa" tanyaku menginterogasi.

"Segelas air putih mungkin?" jawabnya menggidikan bahu.

Aku menatap wajahnya penuh curiga. Benarkah dia tidak ada niat lain?

Aku akhirnya yakin dia hanya ingin minum setelah melihat cengiran yang sengaja di polos-poloskan itu.

Kami memasuki gedung lima lantai ini dan menaiki anak tangga menuju lantai tiga.

Jangan tanya mengapa tidak menaiki lift? Jawabannya tentu saja tidak, karena tidak ada lift di gedung ini. Apartemen di sini hanyalah apartemen sederhana yang menawarkan tempat berteduh bagi mereka yang ingin tempat tinggal dengan kantong tipis. Sama sepertiku.

Aku tidak butuh tempat tinggal yang mewah dengan segala fasilitas-fasilitas yang akan membuat orang kalangan bawah sepertiku terlihat bodoh dan konyol.

Lagi pula aku sudah terbiasa dengan hidup sederhana yang di ajarkan oleh kedua orang tuaku. Mereka mengajarkan padaku kalau hidup itu bukan hanya tentang materi semata. Karena bahagia datang dari bagaimana kita dapat tetap bersyukur dan  menerima apapun keadaan dalam hidup.

Mengingat hal itu, aku kembali tertegun. Karena saat ini, aku tidak dapat menerapkan ajaran itu.

Bagaimana aku bisa tetap bahagia jika bahagiaku adalah mereka. Mereka yang kini telah pergi dan tak akan pernah kembali.

Mataku berkaca-kaca saat mengingat dua orang yang begitu kukasihi. Buru-buru aku mengerjapkan mataku agar bulir bening itu tak jatuh dan membuat lelaki di sampingku ini melihatnya.

Aku tidak ingin!

Kami tiba didepan pintu apartemenku. Sebenarnya ini tidak perlu di sebut apartemen juga, karena tempat yang aku sewa ini sama sekali tidak memiliki satupun fasilitas mewah di dalamnya. Namun aku hanya ingin saja mengatakan ini sebagai apartemen agar hidupku tidak terdengar begitu menyedihkan. Konyol memang.

Aku meraih kunci dari saku celana dan membukanya.

Stevan masuk lebih dulu. "Duduklah, aku akan mengambilkanmu air"

Aku menuju dapur dan mengambil air putih dari kulkas. Menuangkannya pada gelas kaca bening dan kembali pada Stevan yang terlihat sedang memperhatikan tempat tinggalku.

"Ini"

Dia mengambil gelas yang ku berikan. Aku mundur tiga langkah tanpa menoleh dan duduk di pinggiran meja samping tv sambil menatapnya.

Sejenak kami diam dan hanya saling tatap, sampai akhirnya dia membuka suara membelah keheningan.

"Jadi kau tinggal dengan siapa di sini?" Ia meneguk air putihnya.

"Sendiri" jawabku memutar pandangan pada ruangan ini.

"Oh ya, bagaimana kau bisa mengenal adam?" tanyanya lagi.

"Kami bertemu di depan club dan dia mengajak temanku. Aku hanya mengikuti mereka saja"

Dia mengangguk paham. "Oh ya, kapan kau akan pulang?" pertanyaan itu keluar begitu saja.

I Want You, Just You ✔Where stories live. Discover now