Eighteen

4 1 0
                                    

Kepergian Lainne yang begitu heboh membuat seisi mansion itu ribut. Gilbert dan Rhenazarde hanya terhenyak sementara Henrietta tertawa.

"She's really stubborn." Ujarnya di sela tawanya yang tak kunjung berhenti. "She even broke the box to take her cellphone."

"What were you talking about? Why did you let her go, Patrick?" Tanya Rhenazarde kesal. "We've brought her here for you and now you just let her waltz out?"

"I just don't want to repeat the same mistake I've done to Rose." Sahut Patrick. "Beside, she said she'd come back."

"And what if she won't?"

"Oh come on, believe in her. I know she will. The promise is in a year or so. Just be patient and let her enjoy her youth." Ujar Patrick yang lalu membuka bukunya kembali dan mulai membaca.

Gilbert and Rhenazarde tak bisa berkata apapun lagi. Buku yang dibuka berarti Patrick sudah tifak ingin diganggu lagi. Keduanya berjalan keluar diikuti Henrietta, meninggalkan Patrick di ruangannya.

* * *

"Tetsu-kun! Aku tahu kau pasti datang." Lainne tersenyum gembira.

"Lainne! Darimana kau tahu? Dan melompat seperti tadi itu sangat berbahaya!" Tukas Tetsuya. Detak jantungnya terasa berhenti saat ia menangkap Lainne yang lengkap dengan gaun putihnya melompat dari balkon ke arahnya di helikopter.

Lainne tertawa dan berucap "Que sera sera, Tetsu-kun." Lalu ia mengalihkan pandangan ke depan, tempat pengendali helikopter dan Igarashii-sensei duduk. "Terima kasih, sensei."

"No problem." Sensei satu itu hanya melambaikan tangannya. "Sekarang kita ke hotel ya. Aku tetap harus menghadiri pesta malam ini."

Hotel yang mereka tuju sudah jelas sangat mewah karena memiliki lapangan untuk helikopter mendarat. "Wah, aku jadi tidak enak." Ujar Tetsuya.

"Tenang saja, semua gratis." Sahut Igarashii-sensei.

"Ya, karena hotel ini miliknya." Timpal Lainne.

Tetsuya tercengang. "Astaga."

Mereka berjalan menyusuri lorong hotel dan berhenti di depan sebuah pintu. Tetsuya tak bisa menahan rasa ingin tahunya, "Aku tahu aku terkesan udik, tapi kenapa di lantai ini hanya ada satu pintu? Dan kenapa kita hanya turun dua lantai dari atap tadi?"

Igarashii-sensei membuka pintu dengan kunci yang dibawanya lalu ia masuk. "Karena ini ruang suite, Hayashi. Ini ruang pribadiku di hotel ini. Kamar kalian di sana."

Lainne dan Tetsuya menoleh ke arah yang ditunjuk pria yang sedang melepas jasnya itu. "Kenapa hanya ada satu ruang?"

"Kalian keberatan tidur satu ruangan?" Balas Igarashii-sensei pura-pura polos.

"Tentu saja!"

"Tentu saja tidak!"

Lainne mengerjap. "Tetsu-kun, kau..."

Wajah Tetsuya memerah. "Tidak boleh?"

Lainne tidak bisa berkata-kata. Bukannya ia tidak mau atau apa, hanya saja ia belum siap untuk berduaan saja dengan Tetsuya. "Oh terserah saja."

Akhirnya mereka berbenah dan membersihkan diri sementara Igarashii-sensei bersiap ke pesta. Lainne baru saja selesai mandi dan memakai baju yang dipinjamnya dari Tetsuya ketika pacarnya itu masuk.

Waktu lama yang memisahkan jarak di antara mereka membuat mereka canggung satu sama lain. "Bagaimana keadaan Rei-chan?"

"Ia baik-baik saja. Setiap hari selalu menanyakan keadaanmu padaku, tapi aku tidak bisa menjawab apapun." Sahut Tetsuya.

"Maaf, ponselku diambil oleh mereka." Lainne merogoh sakunya dan mengacungkan ponselnya. "Tapi sudah kutarik kembali."

"Wow, kau berani sekali."

Lainne mengalihkan pandangan ke lantai. Aku harus mengatakannya. "Tetsu-kun, aku memutuskan untuk kembali ke Jepang."

"Ya, aku tahu. Kau pasti kembali. Untuk itu aku menunggu bukan?" Balas Tetsuya.

Lainne menggeleng. "Setelah lulus SMA, aku akan kuliah di Prancis dan menjadi penerus keluargaku."

"Kenapa?"

"Aku hanya tidak ingin lari dari kenyataan, Tetsu-kun. Tapi semua ini tidak berarti kita berpisah, tidak." Ujar Lainne. Ia meraih tangan Tetsuya. "Hanya untuk sementara."

Tetsuya terdiam. "Kalau kau menjadi penerus keluarga, mereka pasti tidak mau menerima statusku yang seperti ini."

Lainne tak dapat mengelak. Secara logika memang benar, sayang sekali status sosial sangat penting bagi keluarganya. Tetsuya takkan bisa bersamanya dengan statusnya yang sekarang.

Tetapi di luar dugaan, Tetsuya tersenyum. "Kalau begitu aku hanya tinggal naik saja kan."

"Maksudmu?"

"Kau berusaha dengan baik di Prancis, dan aku akan berjuang juga. Perusahaan besar seperti keluargamu pasti butuh Progammer. Aku akan jadi programmer hebat. Tunggu saja aku di istana itu." Ujar Tetsuya. "Aku pasti datang melamarmu."

Lainne tercengang. "A... apa? Kau sudah merencanakan sejauh itu?"

"Aku tidak diam saja saat kau pergi. Aku tahu keluargamu kalangan elit, karena itu pasti ada di internet. Lalu aku memikirkan apa yang harus kulakukan untuk membuat keluargamu menerimaku. Dari semua pertimbangan itu, programmer sepertinya cocok untukku." Ujar Tetsuya.

Lainne tak menyadari air matanya menetes. Tidak hanya satu. Jika tidak dihentikan, pasti wajahnya banjir. "Aku sungguh beruntung bertemu dan memilikimu."

Tetsuya tersenyum. "Aku sudah menunggu lima tahun. Apa salahnya menunggu sepuluh dua puluh tahun lagi?"

"Tidak akan kubiarkan kau menunggu selama itu. Aku juga akan membujuk keluargaku agar mau menerimamu." Sahut Lainne.

Tetsuya menggeleng dan memeluk Lainne. "Tidak ada gunanya kalau mereka menerimaku karena bantuanmu. Aku ingin diakui karena kekuatanku sendiri."

"Aku yakin kau pasti bisa." Lainne membalas pelukan Tetsuya.

Mereka tertidur dengan posisi seperti itu sampai pagi dan langsung salah tingkah ketika terbangun.

Igarashii-sensei yang melihat mereka tertawa. "Hai, pasangan baru! Kalian tidak macam-macam selama aku tidak ada kan?" Sapanya dari pintu.

"Tidak, sensei! Belum saatnya." Balas Tetsuya yang lalu melirik Lainne yang tertawa kecil.

Ya, saatnya memang belum tiba. Tapi kami yakin, suatu saat hari itu pasti akan datang.

Don't Call Me 'Akage'!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang