Eleven

6 1 0
                                    

Sebelum pulang, mereka mampir di cafe museum itu. Lainne mengambil tempat di pojokan, dekat jendela. "Di sini terang."

Tetsuya mengangguk dan duduk di seberang Lainne. Pelayan segera datang untuk mengambil pesanan mereka.

"Long Pie Custard dan Latte." Lainne menyebutkan pesanannya.

Tetsuya membolak-balik menu yang hanya dua lembar itu. "Fried Noodle Bread dan Mango Yogurt Parfait."

Lainne membuka ponselnya. Ia merasa ingin mengirim e-mail pada Shanks.

To: shanksyonko@gmail.co.jp
Subject: Been a while

Hai, aku sekarang di Kyoto Internasional Manga Museum. Koleksi manga memang luar biasa banyak. Sehari ke sini takkan cukup. But anyway, I miss texting with you.

"Kau sedang apa?" Tanya Tetsuya sambil mematikan ponselnya. Ia tahu Lainne pasti sedang mengirim e-mail pada Shanks dan sinyal di cafe ini cepat. Ia tak mau mendapat e-mail dari Lainne, tidak saat ia di depan Lainne sendiri.

"Hm? Hanya membalas chat Rei. Bukan apa-apa." Sahut Lainne.

Tetsuya hendak membalas saat minuman mereka datang. Setelah pelayan itu pergi, Tetsuya mengaduk parfaitnya. "Kenapa tadi kau menangis?"

Lainne tertegun. "Kau melihatku?"

"Aku selalu melihatmu." Sahut Tetsuya tersenyum.

Lainne sama sekali tidak menyangka Tetsuya akan berkata seperti itu. Perlahan pandangannya menurun sampai akhirnya jatuh ke minuman di depannya. Seems like it's now or never.

"Aku merasa hidupku tidak akan berdinamika seperti ini tanpamu." Ujar Lainne.

"Berdinamika?"

Lainne mengangkat wajahnya dan menatap mata Tetsuya lekat-lekat. "Maksudku aku tidak menyesal bertemu denganmu 10 tahunan yang lalu."

Tetsuya mengerjap. "Kenapa tiba-tiba kamu bicara begitu? Seperti mau pergi jauh saja."

"Aku memang mau pergi jauh." Sahut Lainne.

"Heh?"

"Tenang saja, tidak lama kok."

"Tidak lama itu berapa lama?"

Lainne terdiam. Ia tak tahu dan ia tak mau memberi janji kosong pada Tetsuya.

"Kau tahu? Tiap orang memiliki benang merah yang akan menghubungkan mereka dengan orang lain. Entah itu kekasih, teman, keluarga, benang itu takkan putus." Ujar Lainne akhirnya.

"Maksudmu ada benang merah yang menghubungkan kita?"

Lainne mengangguk.

"Apa hubungan kita?"

Keheningan menyela di antara mereka. Lainne ingin menjawab 'teman', namun hatinya berkata lain, mengharapkan sesuatu yang lain.

"Teman?" Jawabnya ragu-ragu.

"Kenapa malah kau ganti bertanya?" Balas Tetsuya. "Apa kau mengharapkan lebih?"

"Ya."

Lainne terkejut akan jawaban yang keluar dari mulutnya dan ia sukses membuat Tetsuya terkejut. Karena kali ini Tetsuya yang tidak menyangka jawaban tegas seperti itu dari Lainne.

Lainne balas menatap mata terbelalak Tetsuya. "Kupikir aku baru saja menyatakan perasaanku."

"Eh? Ah, benar juga." Tetsuya tergagap menjawab. "Lalu aku harus bagaimana? Kau menyerangku dengan terlalu banyak kejutan."

Don't Call Me 'Akage'!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang