Thirteen

4 1 0
                                    

"Walau kau teriak begitu kencang, tapi wajahmu tidak terlalu terkejut." Ujar orang yang duduk di depannya itu. "Kau sudah bisa menduga?"

"Aku terus berkata hal ini mustahil. Tapi ternyata kau memang..." sahut Lainne tergagap.

Mereka berdua terdiam. Orang itu menatap wajah bingung Lainne yang tidak tahu harus berkata apa. "Kau tak ingin bertanya apapun padaku?"

Lainne mengangguk, tapi suaranya tetap belum keluar. Akhirnya ia meminum Cappuccino-nya sampai habis baru ia bisa bersuara.

"Kenapa?"

"Wah, satu kata tanya bisa kujawab berjam-jam. Singkatnya saja ya?" Sahut orang itu. "Karena aku tertarik padamu, lalu bertepatan dengan orang tuamu bercerai. Aku ingin melihat wajah kesalmu lagi, karena selama beberapa hari itu walau sudah kuejek berkali-kali sepedas apapun, kau sama sekali tidak berekspresi. Setelah kau berteman dengan Shanks, rautmu kembali. Jadi kuputuskan untuk meneruskan tokoh Shanks ini."

Lainne terdiam manggut-manggut. "Jadi begitu." Itu alasannya bagaimana Shanks bisa mengetahui semua keadaanku, timing hiburannya dan bantuannya pun pas. Begitukah Tetsuya?

Lainne memainkan ponselnya yang mati di tangan. "Jadi, apa sekarang aku masih bisa mengirim e-mail?"

"Pada Shanks? Untuk apa kalau kau sudah punya yang asli? Lagipula kau tahu aku memalsu gaya bicara Shanks." Sahut Tetsuya.

"Meski begitu, tidak bisakah?"

Tetsuya nyengir. "Bisa saja. Well, tapi sebenarnya kalau ada masalah, aku akan lebih senang kalau kau bisa memanggilku saja. Bukannya Shanks."

Lainne mengangguk. "Tentu saja."

Jarum jam berdetik, memutari angka satu sampai dua belas berkali-kali, namun Lainne tidak juga berdiri, membuat Tetsuya juga enggan pergi.

Tiba-tiba Lainne mendengar sebuah suara, Let's tell him. Everything.

"Tetsuya."

"Hm?"

"Aku akan pergi ke Perancis." Ujar Lainne. "Dan aku tak tahu kapan aku akan kembali."

"Untuk apa?"

"Singkat cerita, ada seorang wanita sedang berlibur ke luar negeri, dan ia bertemu dengan seorang pria lokal. Pria itu begitu baik sehingga ia terpikat dan mereka menikah walau keluarga wanita itu menolak mati-matian." Ujar Lainne panjang lebar. "Dari pernikahan mereka, lahirlah seorang anak perempuan dan mereka hidup bahagia. Kurasa dari sini kau tahu ceritanya."

"Cerita Papa Mamamu. Dan dirimu." Balas Tetsuya.

Lainne mengangguk. "Mamaku orang Perancis, berasal dari keluarga kaya. Nenekku pemegang saham banyak perusahaan Perancis dan beberapa perusahaan internasional lain. Ia juga salah satu garis keturunan konglomerat di sana."

"Wah, itu berarti kau juga?"

"Tidak. Aku hanya Eguchi Lainne, seorang siswi SMA biasa." Balas Lainne. "Masalahnya nenekku hanya punya dua cucu, aku dan sepupuku. Sepupuku ini sebenarnya lebih tua dan lebih pantas mengambil alih semua itu karena dia anak dari anak laki-laki nenek. Tapi badannya lemah, dan tidak bisa mengalami tekanan berat. Akhirnya pilihan dijatuhkan padaku."

"Mereka sudah berkali-kali datang kemari sejak mengetahui tentang keadaan Henrietta, sepupuku. Tapi Mama selalu menolak. Mereka berhenti datang ke rumah sejak orang tuaku bercerai dan baru datang sekarang." Ujar Lainne.

"Kenapa?"

"Karena sebentar lagi aku 17 tahun dan harus memilih kewarganegaraan, antara Perancis atau Jepang. Itu sangat penting bagi mereka." Jawab Lainne.

Don't Call Me 'Akage'!Dove le storie prendono vita. Scoprilo ora