One

25 3 2
                                    

"Lainne! Sudah lihat papan pengumuman? Kita sekelas!" Seru seorang cewek sambil berlari-lari kecil dengan tas besarnya.

"Sungguh, Rei-chan? Hari ini bukan April Mob kan?" Tukas Lainne.

"Sungguh! Usaha kita berjauh-jauhan setahun lalu tidak sia-sia!" Balas Rei dengan mata yang sama bercahayanya dengan Lainne.

"Kelas dua tidak akan dipisah lagi kan? Oh yeah!" Langkah semangat Lainne mulai tumbuh seiring ia berjalan ke kelasnya di lantai dua.

Ia mendengarkan nama anak-anak kelas mereka yang disebutkan Rei, tapi telinganya berhenti mendengar sejak kakinya melangkah masuk kelas.

Cowok itu, bocah dari 10 tahun lalu ada di pojok kelas, dengan santainya meletakkan kepalanya di atas meja. Walau hanya rambutnya saja yang terlihat dari tempatnya berdiri sekarang, Lainne langsung tahu.

"Ah, ya. Tetsuya juga di kelas kita." Ujar Rei seolah tahu apa isi pikiran Lainne.

"Sial." Lainne yakin tak lama lagi kata-kata 'Akage' akan keluar dari mulut anak itu. Dengan segera ia memilih tempat duduk sejauh-jauhnya dari Tetsuya dan membuka ponselnya.

Rei yang memilih untuk duduk di belakang Lainne melirik layar ponsel sahabat karibnya itu. "Kau masih saja berhubungan dengan cowok tidak jelas itu?"

"Rei-chan, dia bukan cowok tidak jelas." Tukas Lainne gusar. Ia bosan mendengar teguran itu selama beberapa bulan terakhir ini.

"Memang tidak jelas kok. Wajahnya, namanya, identitasnya saja kamu tidak tahu." Balas Rei.

"Biarpun tidak kenal, tapi setidaknya ia tidak semenyebalkan Hayashi." Lainne mendengus kesal.

"Jarang sekali kau dengan suka rela memanggil namaku, Akage." Sahut Tetsuya yang tiba-tiba sudah ada di belakang Lainne dengan raut usilnya seperti biasa.

"Tidak ada yang memanggilmu! Pergi sana!" Lainne kembali berkutat dengan ponselnya.

"Lagi-lagi website itu. Memangnya cowok itu sebagus apa sih sampai kamu tidak keberatan tidak mengenalnya!" Sahut Tetsuya, mengabaikan wajah Lainne yang sudah semasam jeruk busuk.

"Setidaknya dia lebih bagus daripada cowok cengeng yang langsung nangis setelah ditampar cewek." Balas Lainne kesal.

"Dan tolong catat itu terjadi saat cowok itu SD kelas satu, wajar saja ia menangis. Yang harus dikhawatirkan itu cewek yang menampar. Kalau sudah besar, aku yakin dia akan jadi pegulat." Ujar Tetsuya tidak mau kalah.

Tiba-tiba terdengar suara batuk dari depan kelas. "Eguchi Lainne, Hayashi Tetsuya, tidak sadarkah kalian bahwa saya sudah masuk, bahkan kelas sudah dimulai?"

Lainne dan Tetsuya tertegun dan menatap wali kelas baru mereka dengan heran.

"Bagaimana aku bisa mengenal kalian? Asal kalian tahu, kalian sangat sering jadi pembicaraan para guru." Tukas guru yang bahkan belum mereka ketahui namanya itu.

"Bukannya dia guru baru?" Tanya Lainne yang diam-diam duduk pada Rei.

"Dia keponakan Wakil Kepala Sekolah kita yang baru saja pensiun." Sahut Rei.

"Tepat sekali, Suiro Rei." Ujar guru itu lagi. "Aku Igarashii Akihito. Igarashii-sensei saja sudah cukup. Bisa kita mulai perkenalan kelasnya sekarang, Hayashi-san?"

Tetsuya yang masih berdiri, tersentak dan langsung duduk. "Silakan, sensei." Balasnya.

"Bagus." Igarashii-sensei memulai acara kelas mereka yang diawali dengan perkenalan para murid, lalu pengaturan tempat duduk.

"Ini tempat duduk kalian untuk tiga bulan ke depan. Yang pindah akan segera dihukum sesuai dengan mood saya dan jangan khawatir, saya pasti tahu siapa yang pindah." Ujar Igarashii-sensei dengan senyum manis.

"Kenapa aku merasa guru yang satu ini berbahaya?" Bisik Lainne. "Dia bahkan bisa telepati!"

"Sepertinya begitu." Sahut Rei yang tidak ingin menarik perhatian 'guru berbahaya' yang sedang menerangkan kegiatan mereka semester ini.

* * *

"Rei-chan, ayo makan di luar." Ajak Lainne yang sudah membawa bekalnya segera setelah bel istirahat berbunyi.

"Kenapa tidak di kelas saja? Aku malas keluar." Sahut Rei yang masih berkutat dengan buku Matematika di depannya.

"Aduh, aku tahu kau cinta mati sama buku mematikan itu. Tapi bisa toleransi sedikit dong? Aku takkan bisa makan kalau ada wajah itu, suara itu, tawa yang memekakkan telinga itu dalam ruangan yang sama denganku. Bahkan di belakangku!" Balas Lainne panjang lebar.

"Oke, oke, paham. Ayo kita ke kantin." Sahut Rei. Entah sudah berapa kali ia mendengar alasan yang serupa dari mulut Lainne.

Mereka berjalan ke kantin sambil membawa bekal masing-masing. "Apa kamu sibuk lagi dengan acara nonton anime hari Sabtu ini?"

"Memangnya ada apa?" Balas Lainne.

"Kau lupa dengan reuni SD kita?"

Lainne mengerjap. "Ah, SD. Aku ingat, tentu saja."

"Bisa pergi kan?" Tanya Rei khawatir.

Lainne terdiam sebelum menjawab, "Kalau mood-ku bagus."

Rei mendengus kesal. "Aku tahu selama SD kau tidak punya banyak kenangan indah, tapi setidaknya datanglah."

"Oke, oke aku datang. Tidak perlu pakai nasehat segala. Sebentar saja, oke?" Lainne menyambar ucapan Rei yang sepertinya ada kelanjutannya.

"Sip!"

* * *

"Semuanya 750 yen. Perlu dipanaskan?" Ujar si kasir.

"Ya, tolong." Sahut Lainne sambil menyerahkan selembar uang seribu yen.

Membeli makanan setiap malam di konbini (mini market) adalah kebiasaan Lainne sejak orang tuanya berpisah tujuh tahun lalu. Secara hukum ia tinggal dengan ayahnya, tapi tak lama setelah hal itu ditetapkan, ayahnya pergi dengan wanita lain yang juga blasteran, seperti ibunya.

Selagi menunggu, Lainne membuka ponselnya dan mengetikkan e-mail pada sahabat penanya, yang disebut Rei 'cowok tidak jelas', juga orang terpenting di hidupnya.

To: shanksyonko@gmail.co.jp
Subject: New Season

Hai, Shanks.
Bagaimana kabarmu? Ada kabar juga tentang season baru anime Akagami no Shirayukihime? Aku baik-baik saja, walau tadi ada sedikit gangguan di sekolah...

Begitu Lainne menekan tombol SEND, tiba-tiba terdengar suara ponsel berbunyi beberapa meter berjarak dari tempatnya berdiri. Lainne menoleh dan langsung mencibir begitu melihat pemilik ponsel itu.

"Kau lagi, kau lagi." Ujarnya.

"Seharusnya itu kalimatku. Kenapa ke manapun aku pergi selalu ada kamu?" Balas Tetsuya.

Lainne hanya mendengus dan membuang muka, serta berharap pesanannya segera datang agar ia bisa cepat-cepat pergi dari sana.

"Kau masih saja berhubungan dengan cowok website itu?" Tanya Tetsuya.

"Itu bukan urusanmu." Balas Lainne ketus.

"Kenapa kau bisa begitu percaya padanya padahal kau begitu ketus padaku yang di depan matamu? Kau tidak tahu ia seperti apa bentuknya, sifatnya." Ujar Tetsuya.

Lainne menatap cowok di sebelahnya itu seolah ingin menelannya bulat-bulat. "Kenapa juga kau bandingkan dirimu dengannya? Kau bahkan tidak mengenalnya, kau tidak tahu betapa berbedanya kalian!"

"Kau sendiri juga tidak tahu dia itu seperti apa. Siapa tahu dia serupa denganku." Balas Tetsuya tak peduli.

Lainne terdiam. Bukan karena tidak ingin membalas, tapi karena pesanannya datang. Begitu pergi, ia memalingkan wajah dan melangkah pergi. "Kalau memang begitu kenyataannya, aku sama sekali tidak keberatan."

Don't Call Me 'Akage'!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang