Chapter 36 : Cokelat (2)

2.8K 259 9
                                    

Mocca's PoV

Di hadapan Hallow, aku berusaha bersikap biasa saja. Tunggu, aku memang selalu bersikap seperti biasanya, bukan? Lalu, kenapa melihat Hallow rasanya mau memukul perutnya? Dan ... melihat cokelat itu di tangan Hallow, aku inginnya cokelat itu berada di tanganku. Bukan untuk memakan cokelat itu, tapi yang aku inginkan adalah meletakkan cokelat itu di tempat sampah.

"Hal-low!" Suara gugup dari seorang gadis itu terdengar jelas di telingaku.

Panas. Telingaku panas.

Aku berusaha tidak memperhatikan gadis dari kelas sebelah itu mengobrol malu-malu dengan Hallow yang sudah lebih dulu membereskan alat tulis dan bukunya ke dalam tas. Tapi, mataku tetap menuju ke arah pintu kelas, di mana Hallow dan gadis itu tengah mengobrol dan kadang mereka tertawa bersama.

Mereka harus tahu bahwa ini tidak lucu. Namun, aku hanya bisa diam dengan memendam.

Di depan gerbang sekolah, aku dan yang lain menunggu kereta kuda datang dan pulangnya semua murid agar tidak ada yang melihat kereta kuda dari kerajaan menuju Akademi Housran.

Begitu juga dengan Belza dan Jeky. Sambil menunggu, mereka melakukan kegiatan masing-masing. Belza berbicara dengan seekor kucing yang dia hampiri. Lalu Jeky tengah berbincang dengan Reo.

"Hei, aku lihat akhir-akhir ini kau sering muncul. Siapa namamu?" tanya Jeky kepada Reo seraya merangkul Reo seakan mereka sudah lama berteman.

"Nama saya Reo, Pange-maksudku-namaku Reo," jawab Reo nyaris mengatakan Jeky 'Pangeran' dan sempat berbicara formal.

"Oh, Reo. Tenang, teman. Kau tidak perlu seformal itu ke aku. Kita, kan, teman," santai Jeky, tertawa-tawa sambil menepuk-nepuk punggung Reo.

Reo hanya merespon Jeky dengan tawa yang hambar. Dia terlihat risih jika di dekat Jeky. Haha, Reo lucu juga. Mereka masih mengobrol, walaupun aku lihat Reo terlihat ingin menutup obrolan, Jeky tidak bosannya membicarakan banyak hal ke Reo. Melihat tingkah laku mereka membuatku lumayan terhibur.

Kemudian aku melihat Beethov dan Greethov sedang bermain suit. Permainan itu membosankan, namun mimik mereka terlihat menikmati permainan yang mereka mainkan.

Selanjutnya ...

Ah aku malas melihatnya.

"Mocca."

"Hm?"

"Marah?"

"Tidak."

"Lantas, kenapa kau tidak menoleh padaku?"

"Harus, ya?"

"Marah, nih?"

"Tidak, tuh."

"Kalau tidak, lihat ke sini."

Penuh paksa, aku akhirnya mengarahkan wajahku padanya. Tampak mata biru langit itu tidak sabar melihat mataku. Dia tersenyum hangat, lalu mendadak bebek.

"Tuh, memang marah, kan?"

Akhirnya ketahuan. Sekeras bagaimana pun aku sembunyikan, nantinya pasti akan ketahuan.

Tanganku mengarah ke dada Hallow, mendorong tubuh itu menjauh dariku. Perasaanku campur aduk. Jantungku berdetak tidak nyaman saat aku mendorong dirinya, namun begitulah yang aku inginkan sekarang, diriku MARAH. Puas??

"Mungkin tidak semudah itu aku bisa mendapatkan seorang cowok bangsawan sepertimu. Walaupun aku tidak pernah menginginkan cowok bangsawan, setidaknya aku harus bersyukur sudah mengenalmu dengan baik sejauh ini," kataku melihatnya membelalak tidak mengerti maksudku.

Mocca HallowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang