Chapter 18 : Egois

4K 379 27
                                    

Hallow's PoV

Jam 1. Pelajaran umum sudah selesai. Semua murid yang ada di kelas ini kembali riuh setelah guru pengajar itu keluar meninggalkan kelas dengan mengakhiri pembelajaran. Mengemasi semua alat tulis dan buku, termasuk aku. Kemudian, keluar dari kelas. Aku yang masih bingung tidak ikut beranjak, masih duduk di kursi.

"Mereka ke mana?" tanyaku pada Mocca.

"Mereka? Tentu saja ke kelas ekskul mereka masing-masing. Hari ini ekskul kedokteran libur selama seminggu. Jadi, aku akan menemanimu menuju ekskul basket, karena kau belum terlalu hapal semua jalan," jawab Mocca beranjak dari kursi.

"Violet, aku ingin mendaftar ekskul musik," kata Reo kepada Violet.

"Kalau begitu ikutlah denganku, karena aku juga ingin menuju ke sana," balas Violet.

"Kau mengikuti ekskul apa?" Reo menggenggam tas sekolahnya.

"Aku mengikuti ekskul musik, karena di sana tidak terlalu diminati. Aku berpikir kalau aku mengikuti ekskul musik, aku bisa mengubah masa depan ekskul musik menjadi lebih baik." Violet membenarkan letak kacamatanya.

"Ada berapa orang yang mengikuti ekskul musik?" Mereka selalu saja mengobrol.

"Satu," jawab Violet menunduk kecewa.

Kami bertiga terhenyak mendengar jawaban Violet. Ekskul musik benar-benar sepi, tidak, sepi karena kekurangan anggota. Apa aku harus mengikuti ekskul musik saja?

"Aku mau mendaftar ke ekskul musik," ucapku tiba-tiba, membuat mereka menatap kaget padaku.

"Tidak jadi ke ekskul basket?" tanya Mocca.

Aku mengangguk. "Ya, aku tidak jadi mendaftar ke sana. Lagipula aku tidak terlalu suka basket. Mungkin dengan ekskul musik, aku bisa mendapatkan sesuatu yang menarik."

"Sesuatu yang menarik, ya." Mocca tersenyum tipis. "Menurutku itu pilihan yang bagus untukmu dan Reo. Dan, Violet, berkat dirimu ekskul musik masih berdiri untuk diisikan anggota baru. Itu bagus sekali."

"Kalau kau, Mocca, masih ingin di ekskul kedokteran?" tanyaku.

"Ya, aku tetap berada di ekskul kedokteran, karena ekskul itu cocok untuk mengembangkan keahlianku mengobati orang lain. Aku hanya akan membantu ekskul musik dari jauh," jawab Mocca.

"Itu artinya, aku tidak akan bisa melihatmu selama 3 jam. Bagaimana rasanya itu," kataku menghela napas tidak bersemangat.

Mocca tertawa. "Itu akan terjadi seminggu kemudian. Sudah aku katakan bahwa ekskul kesehatan libur selama seminggu. Aku juga akan mampir di ekskul musik untuk seminggu ini, agar kau dengan puas terus melihatku. Bagaimana?"

"Tapi, seminggu kemudian nanti kau— hei, tunggu. Di mana Reo dan Violet?" Aku mengalihkan pandanganku dari Mocca dan pembicaraan dengan sengaja. Violet dan Reo benar-benar menghilang. Tinggal aku dan Mocca yang berada di kelas.

"Mereka duluan ke ruang musik. Di sanalah ekskul musik diadakan. Sebaiknya kita menyusul mereka."

Mocca berjalan lebih dulu ke pintu kelas yang terbuka. Satu langkah lagi Mocca menginjakkan kaki keluar dari kelas, aku langsung memeluknya dari belakang.

"Ke ekskul musik saja," ucapku.

"Kita memang akan ke ekskul musik. Jadi, lepaskan aku dari pelukanmu ini, Hallow. Jika ada yang melihat bagaimana?" Mocca berusaha melepaskan diri dariku.

"Bukan itu maksudku. Aku ingin kau pindah ekskul." Aku tak membiarkan Mocca lepas, aku memilih mengeratkan pelukanku.

Mocca menghela napas. "Ayolah, Hallow. Hanya tidak saling bertemu selama 2 jam, kau merasa tidak sanggup menghadapi itu? Hanya 2 jam, setelah itu kita akan bertemu lagi. 2 jam tidak lama dibandingkan 2 tahun."

"Tidak mau. 2 jam itu seperti terasa 2 tahun bagiku. Itu lama sekali. Aku tidak mau."

"Hallow, hentikan ini. Lepaskan aku sekarang."

Akhirnya, aku melepaskan pelukanku. Mocca menutup pintu kelas, setelah itu menghadapku. Mata nila itu menatapku lekat. Aku meraih tangan kanannya, mencium punggung tangannya.

"Mocca, kau tahu kan, aku ikut bersekolah di Akademi ini untuk menjagamu. Juga, menuruti semua yang kau inginkan, yaitu ikut menuntut ilmu di sebuah sekolah. Padahal, orang sepertiku tidak memerlukan Akademi untuk sekolah. Demi dirimu, aku bersekolah di kota bersamamu. Aku rela melakukan apapun untukmu."

Mocca melepaskan tangannya dari genggamaku, membuatku terkejut atas penolakannya itu. Dia menjauhkan tangannya dariku.

"Jadi, aku juga harus mengikuti semua keinginanmu? Begitukah? Aku pasti akan menuruti perkataanmu, namun tidak jika itu berkaitan dengan keinginanku. Aku tidak suka diatur seolah hidupku adalah hidupmu. Walaupun kau adalah Raja, bukan berarti kau bisa mendapatkan segala yang kau mau. Kau egois, Hallow."

Mataku melebar, terkejut mendengar kata-kata terakhir itu dari Mocca.

Egois? Aku ... egois?

"Mocca—"

"Hallow, sudah cukup. Biarkan aku sendiri. Aku tidak ingin berbicara ataupun melihatmu. Jangan mengikuti dan mencariku."

Mocca kembali membuka pintu kelas dan melangkah cepat pergi dari hadapanku. Aku ingin mengejarnya, namun setelah mencerna kata-kata dari Mocca, kakiku tak sanggup untuk melangkah keluar dari kelas. Aku diam dalam kesunyianku sendiri. Mengingat kejadian itu dengan rasa yang amat menyedihkan.

Aku tidak sadar bahwa aku sudah egois terhadap diriku sendiri, bahkan Mocca mengatakanku egois. Bukan ini yang aku harapkan, tidak, tujuanku tidak seperti ini. Aku hanya mau Mocca terus berada di sampingku, tapi, aku malah membuat Mocca benar-benar menjauh dan tidak ingin melihatku.

Bagaimana cara aku memperbaiki ini? Apa yang harus aku katakan padanya jika aku menemukannya?

Aku menjambak rambutku sendiri. Terduduk pelan menyandar ke dinding. Memejamkan mata, berusaha menelan kenyataan bahwa Mocca telah membenci diriku yang egois ini.

Aku ... egois.

🎃

Jam 3. Seharian, aku terus berada di dalam kelas merenungkan tentang diriku yang egois. Karena aku tak datang menuju ruang musik dan Mocca juga tidak kunjung datang, Reo dan Violet mencari kami. Reo menemukanku masih berada di kelas, sedangkan Violet mencari keberadaan Mocca.

Reo menemaniku di kelas selama 2 jam lebih. Aku masih terduduk di lantai menyembunyikan wajahku dalam tundukan dari kedua lenganku yang tengah memeluk kedua lutut. Reo berusaha menenangkan diriku melalui kata-kata. Tapi, aku sama sekali tak bisa tenang.

"Yang Mulia, apa yang sudah terjadi pada Anda dan Ratu? Yang Mulia, saya mohon, jelaskan masalah Anda dan Ratu. Jangan katakan kalau Anda sedang bertengkar dengan Ratu." Berkali-kali Reo tidak lelahnya menginginkanku untuk menceritakan masalahku terhadap Mocca.

"Reo." Aku menyebutkan nama pelayanku itu, masih dalam tundukan.

"Ya, Yang Mulia?"

Aku mengangkat wajahku, menatap Reo tampak terkejut setelah aku mengangkat wajah. "Kata Mocca, aku egois."

"Yang Mulia, mata Anda sembab. Apa selama ini Anda menangis dalam tundukan Anda?" Reo memasang wajah cemasnya.

"Sepertinya, memang benar yang dikatakan Mocca, aku egois." Aku bangkit dari dudukanku, membuat Reo juga ikut beranjak.

"Yang Mulia." Reo menatapku khawatir.

Aku berjalan ke arah pintu kelas. Membuka pintu dan berkata sebelum keluar dari kelas.

"Aku egois. Keegoisan ini lahir karena dia. Salah dia telah membuat diriku menjadi egois. Karena aku egois, maka aku harus mengejarnya. Tidak, ini bukanlah egois yang biasa, melainkan egois karena aku mencintainya. Sangat mencintainya. Ya, sekarang aku sudah benar-benar menjadi orang yang sangat egois. Kau tidak salah, Mocca. Maka, pilihanku adalah mengejarmu sekarang juga."

🎃 TO BE CONTINUE ...

Mocca HallowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang