Malaikat Mungil

6K 78 10
                                    

Oleh: Satyacaraka

Nama-nama akun media sosial yang ada dalam cerita ini adalah fiktif. Jika ada nama serupa di media sosial yang sama, itu murni kebetulan dan tidak ada hubungannya dengan cerita ini.

_____

Sumpah, kalau bukan karena usaha sampinganku ini, aku tak akan pernah sudi membuka akun facebook-ku.

Ribuan akun tidak penting ini selalu membanjiri beranda hingga menyedot kuota internet bulananku dengan sia-sia. Jika diingat-ingat, tidak pernah sekali pun aku menambahkan akun dengan nama-nama yang merusak mata sebagai temanku. Siapa itu 'Prabhu Sii BonexMania' yang tahu-tahu muncul di pojok notifikasi dan mengundangku untuk bermain Perjuangan Semut? Atau 'Chilla Anagh Mandja' yang selalu menumpahi halaman tentang pacarnya yang ketahuan selingkuh? Atau akun yang menggunakan penggalan lirik lagu sebagai namanya—sengaja tak kutulis karena aku sayang mataku—yang mempromosikan belahan dada dan pin BBM-nya untuk bisa diajak check in dan digandeng kemana ajaaa <3?

Apalagi yang seperti ini: Klik suka dan ketik 'Amin' di kolom komentar agar saudara kecil kita dapat bernafas dengan bebas, abaikan jika kalian tidak punya hati!—dengan menampilkan foto balita yang mempunyai sebongkah tumor raksasa di atas mulutnya.

Tai babi lah. Justru kalian yang nggak punya hati dengan menyebarkan penderitaan orang lain untuk konsumsi masyarakat umum, bukannya bertindak langsung!

Jelas sekali, mereka masuk dengan nama yang netral sebagai pengecoh, lalu berubah menjadi asam yang korosif setelah berada di dalam. Jika aku bisa pergi ke masa lalu, aku akan menampar keras-keras diriku yang naif dan ambisius untuk mengoleksi teman dunia maya sebanyak-banyaknya.

Tapi toh dengan kegiatanku yang sekarang, aku beruntung karena lebih banyak orang yang dapat melihat koleksi clothing yang sudah kurintis sejak beberapa bulan lalu bersama teman-teman. Karena pemesanan via sms dan BBM ditangani oleh dua temanku yang lain, aku pun berpindah tugas mengunggah foto-foto ready stock di berandaku, mempostingnya di laman khusus kami dan melayani pertanyaan-pertanyaan di dinding.

Menjadi admin memang gampang-gampang susah. Gampang karena tidak harus mengurusi pembukuan administrasi yang masuk dan keluar, atau mendesain model produk selanjutnya, apalagi mengoperasikan alat sablon. Susah karena orang-orang yang, entah sengaja atau tidak, menguji kesabaranku. Contohnya saja, kaus new arrival minggu ini yang seharga Rp 120.000,- baru saja kuunggah di laman seperti biasa, lalu munculah sebuah komentar pertama oleh seorang tolol-tolol-bahagia yang dengan polosnya bertanya, "Min, harga'ny brapa? Kalo mw pesen gmana?"

Hasrat di jiwa ingin sekali mengklarifikasi. Maaf, mas, harga sama CP di pojok kanan bawah itu cuman candaan kok, kausnya gratesss tanpa bayar langsung kirim ke lemari bokap! ;)

Oke, calon pembeli adalah raja yang menunggu dinobatkan; bagaimana pun juga harus dihormati dan dilayani sepenuh hati. Tapi jika kandidat rajanya seperti ini? Saya mah siapa atuh, sebagai kaum pedagang yang notabene rakyat jelata hanya bisa elus dada. Penduduk dusun mana yang rela punya raja TTB? Sambil menatap layar dengan senyum kecut, saat itu pula keprofesionalanku dituntut dan terasah. Justru mungkin, aku malah terhibur dengan dagelan makan hati macam itu.

Suatu hari, ada yang menarik perhatianku di beranda—hal yang cukup jarang terjadi. Sebuah akun dengan nama 'Akuw Ssi Malaikat Mungil' memposting foto biadab klasik itu. Namun yang membuatku menahan scroll adalah bahwa sosok di dalam foto itu—tak salah lagi—Pak Kasim, tetangga sebelah rumahku yang menderita polio sejak kecil, yang sedang duduk di depan rumahku, lengkap dengan caption 'Klik suka dan luangkan 5 detikmu untuk mengetikkan 'Amin' di kolom komentar, agar kakek ini dapat berjalan dengan kedua kakinya lagi'.

Multiverse (Kumpulan Cerpen Fiksi Ilmiah dan Fantasi)Where stories live. Discover now