Into the Deep

28.4K 424 50
                                    

Oleh: Adiza dan Satyacaraka

Oleh: Adiza dan Satyacaraka

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

_____

Tabung merah mengkilat inilah yang mereka cari. Aku tahu tiga orang dengan senjata api itu mengincarku sejak aku keluar dari laboratorium. Awalnya mereka mengekor jauh di belakangku seperti warga sipil tanpa dosa, namun kini mereka tak ragu lagi meluncurkan amunisi-amunisinya untuk menghentikanku. Aku pun berlari secepat yang kubisa, melewati gang-gang sempit yang gelap di antara gedung dan bangunan.

Aku telah menemukan suatu terobosan baru dalam pengobatan depresi. Hasil penelitianku yang telah berjalan sekian lama itu tersimpan di dalam tabung dengan kode '525300887039' yang kubawa ini. Dengan tabung ini, aku akan bisa mengubah dunia ini menjadi tempat yang lebih baik, tetapi tidak jika orang-orang itu mendapatkannya.

Suara tembakan terdengar menggaung dari belakangku. Aku berhasil menghindar dari peluru yang melubangi dinding di sampingku. Celaka! Aku harus lebih cepat.

Setelah beberapa kali berbelok dan menyesatkan diriku sendiri di dalam gang-gang kecil ini, aku pun keluar ke jalan raya yang cukup sepi. Kurasa ini buruk. Kukira akan ada banyak orang yang akan menghambat orang-orang itu, tetapi tak ada pejalan kaki yang berlalu lalang di trotoar ini; hanya ada beberapa mobil—yang tak selengang yang seharusnya. Aku pun mempercepat laju lariku sambil menengok ke belakang beberapa kali. Aku harus segera menemukan tempat untuk bersembunyi, atau setidaknya kembali menyusuri gang sempit.

Saat aku berada di depan sebuah taman kota yang sepi, sejenak aku berpikir untuk bersembunyi di sana, tapi taman itu tidak mempunyai tempat yang cukup tersembunyi. Aku pun mengurungkan niatku dan tetap berlari. Namun, saat aku hendak kembali fokus pada jalanan, ekor mataku menangkap sesuatu. Di tengah taman itu, aku melihat seorang pria paruh baya dan seorang laki-laki tanggung yang usianya sedikit lebih muda dariku—sepertinya mereka ayah dan anak.

Aku tak sadar kalau kakiku berhenti.

Pria paruh baya itu duduk di kursi rodanya yang nyaman. Wajahnya tak bisa menyembunyikan kebahagiaan saat anak lelakinya dengan bangga menunjukkannya sesuatu: sebuah medali dan selembar kertas. Sang ayah tampak ingin sekali bangkit dari kursi rodanya dan memeluk erat sang anak. Dan seolah anak itu mengetahuinya, ia segera memeluk ayahnya.

Suara tembakan sekali lagi memecah suasana. Meskipun tembakan itu meleset, aku pun secara refleks menghindar dan melihat ke arah sumber tembakan. Mereka menemukanku. Bodoh! Mengapa aku berhenti? Tanpa menunggu apa-apa lagi, aku segera berlari menjauh dari orang-orang tersebut. Aku sempat melihat sekilas ke arah taman, tapi aku tak melihat tanda-tanda keberadaan ayah dan anak itu lagi.

Di dekat perempatan, aku segera menyeberang ke ruas trotoar yang lain tanpa mempedulikan lampu lalu lintas yang masih menyala hijau. Sebuah mobil yang melaju kencang hampir menabrakku tanpa membunyikan klakson. Hampir saja! Setelah itu aku pun belok ke kanan. meskipun ruas jalan itu lebih ramai daripada yang lain, aku tak memperlambat tempo lariku.

Multiverse (Kumpulan Cerpen Fiksi Ilmiah dan Fantasi)Where stories live. Discover now