Akhir Pertama - 01

395K 14.4K 567
                                    

Gita POV

"I can't move, Yas." Tidak terhitung berapa kali nasihat dan petuah Yasmin berakhir dengan jawaban yang selalu sama dariku.

"Please deh, Git! Lo bisa enggak, sekali aja jangan jawab gitu lagi? Bete nih gue. Capek tau, nggak! Lo tuh dikasih tau masih aja. Ya udah, sekarang kalau lo emang suka sama Faras, yah tinggal bilang aja. Tembak sekalian sono! Suruh dia putusin pacarnya dan jadian sama lo." Yasmin meluapkan emosinya kepadaku dengan merenggut toples berisikan choco cookies favorit kami dari dekapanku.

"Sorry, ya. Gini-gini, gue nggak akan pernah nyatain cinta duluan," balasku sambil beralih pada toples keripik kentang.

"Eh Saodah! Kalau gitu mulu, endingnya bakal tetap sama. Pa-tah ha-ti." Pemenggalan dan penekanan kata yang disuarakan oleh Yasmin memang sangat mencirikan kehidupan percintaanku.

"Gini ya, Maysaroh. Lo sih enak, sekalinya suka sama cowok otomatis cowoknya balik suka sama lo. Lah gue, boro-boro balik suka, ujung-ujungnya malah dimintain bantuan biar mereka bisa dekat sama lo." Penjelasanku itu merupakan salah satu bentuk risiko memiliki satu-satunya sahabat terdekat dengan tingkat kecantikan berlebihan.

Yasmin merupakan seorang perempuan yang telah menyandang predikat cantik sejak lahir. Mata para lelaki akan selalu tertuju kepadanya di mana pun dia berada, sedangkan aku? Biasa saja. Sangat biasa lebih tepatnya. Beberapa orang di sekitarku mengatakan bahwa wajahku terlihat manis, padahal aku tahu itu hanya sebuah usaha untuk menyenangkan hatiku. Karena pada kenyataannya, jika dibandingkan dengan Yasmin, aku kalah jauh sekali.

Tapi, walaupun kenyataan terasa sepahit itu, aku tetap nyaman bersahabat dengan Yasmin. Sejak kecil berada di rumah yang bersebelahan, membuat kami sudah merasa seperti saudara kandung. Ditambah lagi, kami selalu berada di sekolah yang sama. Hanya beberapa kali kami terpisah di kelas yang berbeda. Semua kebersamaan itu membuat hidupku seakan hanya dipenuhi oleh Yasmin.

"Hmm, kalau gitu balik ke Radit gimana? Kan dia lumayan tuh. Jelas-jelas, dia udah suka banget sama lo waktu SMA. Tinggal move on ke dia aja. Gampang, kan? Daripada sama si Faras, udah jadi hak milik Dila tuh." Yasmin lagi-lagi mengakhiri saran terkait pilihan hatiku dengan membahas Radit.

"Radit? Enggak mau. Dia kan aneh. Gendut pula. Lagian, dia udah ngilang juga. Kenapa ya nasib gue gini-gini amat? Bayangin aja, dalam setahun ini, udah delapan kali gue ditinggal pacaran sama cowok yang gue suka," ucapku sambil memasukkan beberapa keripik kentang ke dalam mulut.

"Salah sendiri. Dibaikin dikit langsung tersanjung. Payah lo! Mental hati lo itu payah banget. Udah, ah! Udah jam 3. Gue mau jalan sama Dafa dulu." Yasmin segera menutup toples cookies dan beranjak dari tempat tidurku untuk meletakkannya di atas meja sudut kamarku.

"Pacaran mulu. Besok juga putus," ledekku.

"Enak aja! Yang ini, gue jamin. Putus pun kami lanjut nikah." Aku spontan terbatuk-batuk mendengar kepercayaan diri Yasmin.

Menjadi Yasmin sepertinya memang membahagiakan. Pacarnya yang bernama Dafa itu adalah lelaki yang memenuhi segala kriteria sebaik-baiknya calon suami. Walaupun berdasarkan standarku, wajah Dafa tidak terlalu tampan, tapi sifatnya yang sabar, pengertian, dan amat sangat perhatian itu membuatnya pantas mendapatkan gadis sesempurna Yasmin.

"Tega banget sih, Yas. Sahabat lagi patah hati gini lo tinggal pacaran," ucapku memelas sambil memajukan sedikit bibir.

"Yaelah. Yakin sama gue deh, Git. Besok lo pasti udah curhat lagi ke gue. Bukan patah hati, tapi karena lagi jatuh hati. Lihat aja." Yasmin tampak sangat yakin dengan perkataannya barusan.

"Enggak, ah. Gue mau berhenti aja. Capek gue. Lelah hati Hayati."

"Ya, ya, ya. Lo juga selalu bilang gitu sebelumnya."

Akhir Pertama [Segera Terbit Open PO]Where stories live. Discover now