Romantika 03

Mulai dari awal
                                    

"Lo pelet Pak Roma pakai apa?"

Aku memutar dua bola mataku saat Mbak Dilla mencercaku dengan sejuta pertanyaan. Dia ingin menarik perhatian Pak Roma seperti apa yang aku dapatkan, katanya. Padahal kupikir, tidak ada yang isimewa dari pertemuan kami tadi.

"Bagi tips, dong, Can. Katanya lo nggak tertarik sama cowok model Pak Roma?"

Aku mengangguk-angguk, melirik Mbak Dilla yang penuh harap. Terlintas ide jahil dalam kepalaku.

"Tapi Pak Roma boleh juga kalau dipikir-pikir." Aku terkekeh, membuat Mbak Dilla cemberut dibuatnya. Saat itu kami sedang berjalan menuju area parkir hendak pulang. Mas Raka tampaknya sedang bad mood karena sejak tadi hanya diam.

Mbak Dilla bilang, kalau mood cowok itu sedang jelek, cowok itu akan diam sepanjang hari. Karena sekali cowok itu mengucap sesuatu, ucapannya akan terdengar seperti bentakan. Meski kami jalan bareng, sebenarnya aku dan Mbak Dilla agak ngeri.

Terlebih, tadi aku benar-benar melihat Mas Raka ngamuk untuk pertama kalinya karena Mbak Dilla nggak sengaja menaruh faktur pembelian bahan dasar sembarangan-sampai terlihat oleh pihak luar.

"Kemarin katanya ogah, sekarang malah ngarep."

"Aduh, Mbak Dilla nggak pernah ya, lagi patah hati terus tiba-tiba ada Pangeran yang datang?" Aku berakting mengatup tangan di pipi, seperti sedang memuja seorang pangeran yang benar-benar datang.

Meski selama ini, aku hanya punya satu Pangeran. Pangeran yang tidak akan pernah kumiliki selamanya. Kamu, Pangeran Berkuda Putih.

"Hm."

Aku ngakak, bukannya senang melihat Mbak Dilla cemberut, tapi lucu saja melihat cewek jutek itu memonyongkan bibir sambil marah-marah. Setahuku, selama ini hanya ada dua hal yang mampu membuat Mbak Dilla emosi tanpa berpikir dua kali. Pertama, cowok ganteng yang diembat teman, kedua, Mas Raka.

"Aku balik dulu ya, Mbak."

Mbak Dilla membuang muka sambil merajuk, aku terkekeh, berjalan menuju motorku yang aku parkir tak jauh dari motor Mbak Dilla. Tetapi saat menyalakan mesin dan ingin keluar dari area parkir-aku baru sadar jika ban motorku kempes.

Perasaan, tadi pagi masih sehat.

"Cantik, ayo kuantar pulang!"

Aku menoleh, "Pak Roma?"

Laki-laki itu mengangkat sebelah alisnya sambil nyengir lebar. Jangan-jangan, laki-laki itu yang ngerjain aku?

Awas saja kalau berani!

*


“Terus saya harus panggil apa?”

“Terserah Bapak.” Ujarku begitu enteng, tak sadar membuatmu seolah jungkir-balik memikirkan keinginanku.

“Ya sudah. Terserah, sudah siap?”

Kepalaku melengok ke arahmu, begitu dekat hingga aku dapat merasakan jantungmu berdebar-debar dalam dekapku. Aku juga sama sebenarnya, namun aroma cemara yang menguar dari tubuhmu begitu menenangkan.

“Kok?”

“Katanya tadi terserah...”

Aku berpikir sejenak, sementara kamu mulai memacu motormu untuk membelah jalan raya. “Princess aja.”

“Kenapa itu?”

“Semalam Cantik mimpi, ketemu Pangeran berkuda putih.” Ujarku, seolah-olah tengah berdonger layaknya seorang narator.

“Lalu?”

“Lalu?” Aku menyeringai, menampilkan cengiran lebar. Kamu dapat melihat dari kaca spion jika wajahku memerah. Padahal tidak ada yang lucu, aku hanya malu saat itu.

“Sekarang Cantik ketemu Pangeran pakai motor putihnya.”

Aku buru-buru menenggelamkan wajah di ceruk lehermu, menekan rasa malu yang baru saja meletup-letup akibat ulahku sendiri.

“Curang!”

“Ha?”

Kamu terkekeh melihat wajahku yang membeo. “Kamu minta saya manggil Princess, tapi kamu nggak panggil saya Pangeran.”

TBC

Need a comment and your ⭐ to this chapter.

Big thanks to readers always support me. ☺☺

RomantikaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang