Romantika 01

Mulai dari awal
                                    

“Cantik.”

“Cantik!”

“Eh—gimana, Mas?”

“Ngelamun lagi.”

Aku nyengir, menyalakan laptop yang kubawa untuk menganalisis laporan presentasi yang harus Mas Veron bawa nanti. Padahal tadinya, aku sudah mengagendakan untuk membuat surat undangan yang harus Perusahaan Alexander kirim ke Dalton Corp. Mas Veron bilang, Roma Dalton—CEO dari perusahaan itu cerdas, Mas Veron ingin melakukan study banding agar perusahaan Alexander mampu mengimbangi dengan perkembangan yang stabil.

Omong-omong, Alexander adalah salah satu perusahaan yang bergerak di bidang pembuatan parfum, tentu saja perusahaan ini memiliki pesaing  yang cukup membludak.

“Kamu sudah punya pacar belum sih?”

“Emang kenapa, Mas?”

“Biar disayang sama Mas Raka. Mau?”

“Jangan dong, Mas. Nanti tambah nggak fokus kerja.” Aku kembali mengetik, sementara mereka sudah kembali sibuk dengan tugas masing-masing. Mas Veron sebenarnya punya ruangan sendiri, tetapi biasanya dia memang sering berkunjung ke lapangan untuk melihat anak buahnya bekerja.

Jadi, kemarin aku yang bagian produksi langsung ditarik oleh Mas Veron ke bagian akuntan, katanya aku itu gampang belajar. Yang sulit aku pelajari hanya satu, belajar melepaskan kamu.

“Mbak, kamu nggak minat pakai skincare?”

“Apa itu, Mbak?”

“Ha? Yang benar nggak tahu?” Aku menggeleng polos, membuat Mbak Dilla menepuk dahinya. Pasalnya, aku benar-benar tidak tahu  makanan apa yang sedang Mbak Dilla katakan. “Itu perawatan kulit wajah, kasian aku lihat kamu jomlo terus. Kali aja kalau putihan banyak cowok yang naksir kamu.”

“Ye... Mbak Dilla, ujung-ujungnya ngejekin juga.”

“Nggak perlu putih untuk cantik, gelap ‘kan juga eksotis. Yang penting itu hatinya. Mau jadi putih kalau si Doi setia sama yang gelap juga nggak akan putar balik ke kamu.” Ujar Mas Raka.

“Namanya juga usaha, Mas. Mas Raka itu cowok nggak bakal ngerti apa yang dirasakan cewek. Dulu aku juga item, persis Mbak Cantik—malah lebih item. Mas tahu sendirilah aku putus dengan Leon kenapa? Ya karena Leon putih, adiknya mirip bule. Aku nggak percaya diri, mundur teratur. Ini realistis aja, Mas  Raka lihat Mbak Gea pertama kali gara-gara apa? Pasti karena Mbak Gea cantik, kan?”

--Emang sih, banyak cewek putih yang mau sama cowok item. Tapi cowok putih juga lebih pilih cowok putih juga daripada sama cewek gelap. Dunia itu memang nggak adil.”

Sebenarnya, Mas Raka itu baik. Baik banget malah, dia orang yang humble. Meski gantengnya mirip-mirip Aliando, dia berteman dengan siapa pun tanpa memandang fisik.

   Aku masih ingat ketika teman-teman cowokku dulu bilang nggak mau dekat dengan aku karena aku jelek, saat itu aku pura-pura nggak dengar. Tetapi sampai saat ini, aku nggak pernah lupa siapa yang bilang.

Cowok pendek, dekil, berkacamata, dan yang paling susah dilupakan adalah ditolak 23 kali dengan perempuan yang dia suka.

“Iya deh, mana ngerti Mas Raka urusan cewek?” Ujar Mas Raka, dibuat-buat. Membuat aku terkekeh geli karena kakuan Mas Raka yang tidak ada duanya.

Mbak Dilla menjulurkan lidah. “Kalau cantik ‘kan bukan cuman orang yang lihat aja yang senang, diri sendiri juga  senang. Menghargai diri sendiri. Iya nggak, Mbak?”

Aku mengangguk saja. Empat bulan di sini, belum cukup membuat aku yang pendiam ini lebih dekat dengan teman-teman. Padahal, dunia kerja tidak se-profesional dunia novel. Buktinya, sosok Veron yang dipuja-puja masih bisa tertawa dengan aku dan Mbak Dilla.

“Jadi, mau ikut aku nggak, Cantik? Bulan depan aku mau beli, cream-ku habis semua.”

Saat itu, aku melihat Mbak Dilla yang mirip-mirip orang korea. Berpikir untuk ikut atau tidak. Tidak sulit mengambil keputusan saat itu,  meski pada akhirnya apa yang Mas Raka bilang benar.

Tidak perlu berbuat macam-macam. Tidak perlu menjadi putih untuk dicintai seseorang yang kamu puja. Sebab jodohmu akan menerima segala kekurangan dan kelebihan kamu. Meski aku berusaha sekeras apa untuk menjadi sempurna, tak akan membuat pilihanmu berbalik arah padaku. Pilihanmu adalah dirinya. Kamu telah berhenti padanya—jauh sebelum kita saling melemparkan senyum yang akhirnya menumbuhkan benih cinta.

Meski sampai kini kamu adalah seseorang paling berbeda bagiku—yang kukira mampu menerima aku dan segala hal tentangku. Aku hanyalah cinta yang  salah bagimu. Aku adalah kesalahan bagimu. Aku ada penyesalan bagimu. Tak pernah lebih dari itu.

-----

Secret project. HAHA

Semoga ada hal baik yang bisa kalian ambil.

Jangan lupa vote dan komentar ya.

RomantikaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang