prolog

1.1K 97 1
                                    

Aku sudah tiba di rumah.

Pesan itu terkirim.

Rachel menyesap anggurnya lagi sambil duduk terhipnotis di depan layar televisi yang menyala. Satu-satunya suara yang mengisi ruangan adalah suara dari benda usang itu. Jam sudah menunjukkan pukul 23. Dia baru kembali dari sebuah acara. Hari yang panjang. Hari yang menguras. Hari yang membuatnya minum.

Wanita tiga puluh dua tahun itu menunduk saat melihat layar ponselnya menyala di sampingnya.

Balasan kepada pesannya cukup panjang, tidak seperti biasanya. Rachel berpikir sebentar, soal apakah dia melakukan sesuatu dengan salah. Kemudian dia menyadari bahwa dia tidak, karena suaminya hanya memintanya untuk mengabarinya setiap kali dia tiba di apartemennya atau di mana saja dia tidur. Layar ponselnya kemudian menampilkan sebuah panggilan.

"Ada apa?" tanya wanita itu singkat.

"Bersiap, Rachel. Aku akan menjemput kamu." Suara Jared Assad begitu tegas, dan di sana Rachel membenci pernikahannya karena semua persyaratan yang telah ia setujui.

"Ada perlu apa?" tanyanya setelah cukup lama terdiam untuk menenggak alkoholnya lagi.

Di dalam pernikahan mereka, keduanya jarang bertemu. Mereka tidak tinggal di rumah yang sama.

Jadi jika Jared meminta mereka bertemu, maka sesuatu genting. Dan Rachel tidak memiliki minat apa pun untuk sesuatu yang genting atau untuk apa saja malam itu, selain kamarnya yang gelap, juga anggur.

"Kita akan berbicara."

"Aku mendengarkan."

"Kita akan berbicara panjang," tandas Jared.

Mata tajam wanita itu dengan runcing melubangi layar televisi di bawah kegelapan yang menyelimutinya. Ruangan itu menyesakkan. Aroma alkohol minggu lalu masih berputar-putar di sana. Juga aroma muntahannya. Mereka menempel di tembok dan tidak bisa dihilangkan. Sungguh sangat membuat mual dan orang normal mana saja akan segera meninggalkan ruangan putus asa itu.

"Aku ada ujian besok," bantah Rachel.

Jared Assad menutup perdebatan dengan istrinya, "Aku sudah di bawah, Rachel Assad. Tunggu aku di sana."

Rachel mencengkeram gelasnya. Pria itu mengingatkannya akan perjanjian mereka. "Aku turun."

Telepon kemudian berakhir.

Rachel menenggak satu gelas lagi, berdiam sebentar lagi sebelum mematikan televisi dan berjalan dalam kegelapan total.

Ia mengambil jaket kulit hitamnya dari gantungan di balik pintu, melapisi gaunnya dengan itu, dan keluar dari sana.

***

01/10/21

She who Keeps both Heaven and Hell OccupiedWhere stories live. Discover now