tujuh

269 42 3
                                    

"Apa yang telah terjadi?"

Susan terkejut ketika kaca jendela di sampingnya diketuk oleh cucunya, dan ketika ia menoleh, ia mendapati Rachel berbeda. Anak yang keluar dari mobil tadi tidaklah sama dengan anak yang menghampirinya kini. Ia memelajari wajah cucunya dengan prihatin.

"Boleh aku yang menyetir?" Rachel menadahkan tangannya.

"Apa yang terjadi? Bagaimana papamu?"

"Baik. Aku mau menyetir."

Susan memberikan kunci mobilnya. Ia masuk ke kursi penumpang, dan Rachel masuk ke dalam kursi pengemudi yang jauh lebih tajam dibanding kursi penumpang yang tadi ia duduki.

Bau rokok bersirkulasi di dalam sana, tetapi tidak ada bagian dari Rachel yang ia siapkan untuk memerhatikan hal itu. Tatapannya fokus ke depan dan satu-satunya yang ada di kepalanya adalah satu: busa.

"Rachel, kamu membuat aku takut." Susan menatap cucunya dan jalan di depannya dengan cemas. Cucunya menyetir dengan brutal. Ia nyaris memercayai bahwa wanita itu bukan cucunya, tetapi sebuah roh yang menuntut tumbal akan sesuatu yang telah dilakukannya. "Rachel, hentikan."

Rachel menginjak gasnya lebih dalam. Mobil itu adalah mobil tua. Ia ringan dan, jika dibawa secepat itu, ia akan terbang.

"Berhenti," perintah Susan.

Rachel benar-benar dirasuki sesuatu. Ia tidak ada lagi di alam itu. Wanita itu menatap jalanan dengan menerawang, dan kosong, dan murka. Satu-satunya yang membuatnya berakal adalah kebaikan setan apa saja yang mengisinya.

"Rachel Helena," panggil Susan. Ia ingin memanggil nama lengkap wanita itu, tetapi ia tidak tahu dampaknya akan seperti apa. Dan dengan gaya mengemudi wanita itu, yang sedang berada dalam bahaya bukan hanya mereka, tetapi juga banyak pengendara lain. Semua orang akan mati.

Demi meminimalisasi jumlah korban jiwa, Susan menarik setir ke arahnya dengan sekuat tenaga, sehingga mereka akan menabrak sebuah pohon. Ia sudah siap mati. Namun, secepat itu pula Tuhan turut campur dan membuat Rachel menginjak rem kuat-kuat.

Kemudian ruang vakum di antara mereka.

Kemudian Rachel merasa rahangnya sangat sakit. Tangan neneknya yang kurus mencengkeram kuat-kuat wajahnya dan membuatnya menatap matanya. "Kumpulkan dirimu," perintahnya geram.

Rachel terdiam. Cengkeraman itu memang hampir meremukkan rahangnya, tetapi hatinya hanya mengindera cinta dan kekhawatiran murni dari cengkeraman itu. Ia merasakan Susan yang adalah neneknya, bukan orang asing atau sosok yang hanya sekali-sekali mengeceknya. Ia merasakan kasih dan perhatian seorang nenek, jadi Rachel melunak. "Maaf," katanya setelah cengkeraman keras itu lepas.

Susan membuang nafasnya kasar. "Tidak bisa seperti ini, Rachel. Kamu terluka, tetapi begitu juga dengan seluruh dunia ini. Alami sakit itu dengan rapi. Jangan bahayakan yang tidak bersalah. Apa yang telah terjadi?"

Tidak ada yang telah terjadi. Sejak ia kecil, pertanyaan itu tidak pernah terjawab dengan baik. Semuanya selalu berjalan dengan baik. Namun, di saat yang bersamaan, terjadi sesuatu di dalam Rachel seperti ombak yang konsisten menabrak dan membumiratakan apa yang susah payah dibangun di pesisir. "Aku hanya ingin segera sampai di rumah."

"Biarkan aku yang menyetir."

Tidak lama kemudian, Rachel telah berada di apartemennya.

Dan tidak lama dari sana, ia telah berada di perusahaan Jared Assad.

Setelah mendapati mobil yang minggu lalu ia lihat memasuki Sempoerna terparkir dengan gagah di sebuah titik yang eksklusif pada pukul 19.30 malam itu, Rachel turun dari mobilnya.

She who Keeps both Heaven and Hell OccupiedWhere stories live. Discover now